Brunei Darussalam kalah dari Timor Leste di babak play-off Piala AFF 2024. Kita tidak akan menyaksikan negara monarki tersebut di ajang paling bergengsi se-Asia Tenggara mendatang. Sebaliknya, kita akan melihat saudara lama berjuang, membuktikan diri bahwa sepak bolanya mengalami kemajuan.
Ini adalah kegagalan kesekian kali Brunei Darussalam lolos ke Piala AFF. Ya, benar di Piala AFF, bukan Piala Asia. Negerinya Sultan Hassanal Bolkiah menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang partisipasinya di Piala AFF paling sedikit. Sejak 1996, Brunei hanya bermain dua kali di Piala AFF.
Miris bukan? Lalu Timnas Brunei selama ini ngapain kalau lolos Piala AFF saja jarang? Berikut kisah tim yang boleh dibilang tim paling ampas di Asia Tenggara, karena lolos Piala AFF saja susahnya setengah mampus.
Daftar Isi
Hanya Jadi Bulan-Bulanan
Sebagai pencinta sepak bola Asia Tenggara, atau setidaknya menonton sepak bola di kawasan ASEAN, kita tentu sepakat bahwa apabila Indonesia berada satu grup dengan Brunei Darussalam, kita akan menganggap itu sebuah keberkahan. Timnas Indonesia dijamin bisa mengalahkan Brunei Darussalam.
Wajar saja, dari 13 pertemuan, Indonesia memenangkan 9 laga, dan Brunei hanya dua kali membekuk Indonesia. Fakta bahwa Brunei pernah mengalahkan Indonesia mungkin terlewat lupa dimasukkan ke tempurung kepala kita. Siapa yang ingat kekalahan terakhir Indonesia atas Brunei tahun 1990 di Turnamen Merdeka?
Daripada mengalahkan Indonesia, negara monarki di utara Pulau Kalimantan itu lebih sering menjadi bulan-bulan. Tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga negara-negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Melihat ranking Brunei di FIFA, hal itu tidak mengejutkan.
Timnas Indonesia menutup leg kedua dengan skor 6-0 atas Brunei Darussalam. Skor agregat 12-0 🔥
Garuda dipastikan lolos ke putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan masuk ke Grup F bersama Irak, Vietnam, dan Filipina. pic.twitter.com/ACRMRrgIsJ
— MakanBola Indonesia (@makanbolaID) October 17, 2023
65 Tahun, 2 Kali Piala AFF
Karena rankingnya yang banyak itu, Brunei mesti berjuang dari titik paling bawah. Dan itu sudah dilakukan mereka sejak tahun 1959, saat Timnas Brunei Darussalam dilahirkan. Dihitung hingga saat ini, Timnas Brunei berarti sudah ada selama 65 tahun. Cukup untuk disebut lansia.
Menariknya, walau Timnas Brunei lahir 65 tahun lalu, Federasi Sepak Bolanya atau Football Association of Brunei Darussalam (FABD) terhitung masih remaja, karena baru didirikan 13 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2011. Lalu, sebelum ada FABD, Timnas Brunei berada di bawah naungan apa?
Brunei lolos ke putaran final Piala AFF 2022 setelah menang kualifikasi atas Timor Leste dengan agregat 6-3.
Ada Brunei di Piala AFF adalah sebuah hal aneh, setidaknya bagi admin pribadi. Lantas, admin tertarik untuk berkenalan lebih dekat dengan sepak bola Brunei.
A thread. pic.twitter.com/T6rWthbvew
— Garis Tengah (@garistengah_id) December 30, 2022
Ada yang namanya Asosiasi Sepak Bola Amatir Negara Bagian Brunei yang berdiri tiga tahun sebelum timnasnya lahir. Kemudian kata “amatir” itu lalu dihilangkan pada tahun 1993. Walaupun federasi yang lebih “profesional” baru lahir tahun 2011, tapi 10 tahun setelah tim nasionalnya ada, Brunei sudah menjadi anggota FIFA.
Sayangnya, selama 65 tahun, Timnas Brunei Darussalam benar-benar kekeringan prestasi. Kecuali Piala Hassanal Bolkiah, tidak ada prestasi yang bisa dipamerkan kepada dunia. Jangankan prestasi, di Piala AFF Brunei hanya bermain dua kali.
Piala Tiger 1996
Padahal Brunei sendiri menjadi salah satu founding father Piala AFF. Bersama Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Indonesia, Brunei ikut menginisiasi diadakannya turnamen sepak bola di kawasan Asia Tenggara.
Tahun 1996 turnamen tersebut diadakan. Selain para pendiri, empat negara yang masih satu kawasan: Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar diundang. Kesepuluh negara akhirnya bertarung, tidak ada babak play-off, dan dibagi menjadi dua grup.
Brunei bergabung dengan Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina di Grup B. Di Piala AFF pertamanya, Brunei langsung memperlihatkan bahwa mereka adalah bopeng di sepak bola Asia Tenggara. Laga pertama Singapura sudah menghabisi mereka 3-0.
Thailand lebih sadis lagi. Gajah Perang menang dengan jumlah gol dua kali lipat lebih banyak yang dicetak Singapura. Hal yang sama juga ditiru Harimau Malaya. Namun, terlepas dari tiga kekalahan menyedihkan itu, Brunei sebenarnya berhasil memetik satu kemenangan, yakni menghadapi Filipina.
Sulit Lolos Piala AFF dan Sanksi FIFA
Brunei menutup Piala AFF edisi perdana dengan membawa pulang tiga poin. Setidaknya mereka lebih baik dari Filipina yang tak memetik satu pun poin. Setelah Piala AFF edisi perdana tersebut, mirisnya, Brunei justru tak lagi lolos ke kompetisi dua tahunan itu. Apa sebab? Sejak 1998, turnamen ini berubah format.
Di edisi pertama 10 negara boleh ikut. Tapi pada 1998, hanya ada delapan negara yang boleh berpartisipasi. Akibatnya babak kualifikasi diadakan. Ada empat tim yang berhak otomatis lolos: juara bertahan, tuan rumah, runner-up, dan tempat ketiga. Brunei tak satu pun pernah memenuhi empat kriteria itu.
Alhasil, dari tahun 1998 sampai 2008, tidak ada Brunei Darussalam di Piala AFF. Selain edisi 2000, Brunei selalu tak lolos babak kualifikasi. Di saat berkali-kali gagal ke Piala AFF, Brunei justru diselengkat FIFA.
Itu terjadi pada Desember 2008, ketika Asosiasi Sepak Bola Brunei atau BAFA sebelum FABD, dibubarkan oleh pemerintah dan menggantinya dengan federasi baru. Hal ini tercium oleh FIFA.
Oktober 2009, BAFA pun ditangguhkan dari seluruh urusan AFC oleh Komite Eksekutif FIFA. Penangguhan itu berlaku secara global. Jadi, bukan hanya bagi Timnas Brunei, tapi juga klubnya. Klub Brunei, Duli Pengiran Muda Mahkota waktu itu sampai tidak diizinkan bermain di Liga Singapura.
Perlu dicatat, saat itu Brunei belum memiliki liga sendiri. Sebelum menerima hukuman tersebut, Brunei bahkan hampir terancam akan diusir dari FIFA. Namun, sepak bola Brunei akhirnya bisa dipulihkan bersamaan dengan berdirinya FABD pada tahun 2011.
Masih Gagal di Piala AFF
Secara kelembagaan, usai dipulihkan dan berdirinya FABD, sepak bola Brunei lebih tertata. Walaupun tim nasionalnya berjalan macam siput. Lambat. Di Piala AFF 2012, 2014, 2016, 2018, dan 2020, Brunei Darussalam tidak berpartisipasi. Empat dari lima edisi itu, Brunei tak berhasil keluar dari jeratan kualifikasi.
Sementara di edisi 2020, Brunei memilih mengundurkan diri. Pandemi Covid-19 menjadi penyebabnya. Waktu itu FABD kesulitan untuk menyiapkan tim nasional. Pihak AFF pun memaklumi itu. Alhasil karena Brunei mundur, Timor Leste otomatis lolos ke Piala AFF.
Oh ya, sebelum ke Piala AFF, Brunei mesti menaklukkan Timor Leste, itu sejak 2018. Kala itu Piala AFF tidak memakai babak kualifikasi lagi. Dua negara yang rankingnya rendah akan diadu lewat play-off dalam dua leg. Pemenangnya akan melengkapi 10 tim.
Di 2018 Brunei kalah dari Timor Leste sama seperti edisi 2024. Satu-satunya kemenangan Brunei atas Timor Leste di play-off Piala AFF terjadi pada 2022. Dan kamu tahu siapa aktor di balik itu?
Peran Paul Munster
Orang itu adalah Paul Munster, pelatih yang sebelumnya membawa Bhayangkara FC juara di Liga 1. Munster ditunjuk sebagai direktur teknik Brunei pada 2022. Ia bertanggung jawab dalam membangun filosofi permainan Timnas Brunei. Soal pengembangan sepak bola, Brunei sendiri sudah memulainya dari tahun 2019.
FABD mengadakan turnamen-turnamen kelompok umur, misalnya Liga Brunei U-18 dan U-15. Soal apakah turnamennya masih ada, itu urusan lain lagi. Namun, setidaknya Brunei berhasil mengembangkan timnas kelompok umur di level U-17, U-19, U-23, dan U-21.
BERSEJARAH!
🇧🇳Brunei Darussalam akan tampil di babak utama Piala AFF untuk pertama kalinya!
Pada babak play-off Brunei menang telak dengan agregat 6-3 atas Timor Leste.
— Regista (@registaco) November 8, 2022
Brunei ingin meniru Timnas Indonesia dengan menghadirkan Paul Munster. Pelatih Brunei saat itu, Mario Rivera pun bisa mempelajari kekuatan Timnas Indonesia melalui orang Irlandia Utara tersebut. Rencana itu membuahkan hasil. Brunei bisa membantai Timor Leste 6-2 di leg pertama babak play-off Piala AFF 2022.
Sayangnya, baru seumur jagung, Paul Munster meninggalkan sepak bola Brunei. Entah apa yang mendasari kepergiannya. Tapi yang jelas, pada 2024, Munster kembali ke Indonesia dan melatih Persebaya. Dan di tahun yang sama, Brunei Darussalam mengawali kegagalan ke Piala AFF untuk kesekian kalinya.
Sumber: PanditFootball, BolaSport, ASEANFootball, The-AFC, Skorid, Bolacom, Fandomid