Liverpool yang Lupa Caranya Menang

spot_img

Walaupun tidak ada yang memberinya komando, Jurgen Klopp balik badan. Ia tidak sudi melihat Liverpool dihukum penalti oleh Arsenal. Selain tidak sudi, Klopp barangkali malu melihat gawang Liverpool dibobol untuk ketiga kalinya oleh The Gunners di laga itu.

Tiga gol cukup membenamkan kembali Liverpool. Arsenal menang tipis 3-2. Kemenangan itu, setipis apa pun, bagi Arsenal sangat berharga karena mereka bisa mengkudeta Manchester City di puncak klasemen. Sementara kekalahan, setipis apa pun itu sangat buruk bagi Liverpool.

Kekalahan itu bisa menentukan ke mana bola nasib Liverpool akan menggelinding. Dan Jurgen Klopp sudah melempar handuknya. Ia sudah sampai ke tahap putus asa. Klopp dan Liverpool tidak lagi berambisi berburu gelar liga. Tapi kenapa begini, Liverpool?

Hari-Hari yang Sulit

Awal musim ini menjadi hari-hari yang sulit bagi Liverpool. The Reds bermain seperti serba salah. Tak tentu arah dan membuat mereka terjungkal berkali-kali. Hanya 10 poin dari 8 pertandingan. Faktanya, ini menjadi catatan terburuk sejak musim 2012/13.

Ketika itu The Reds hanya mengumpulkan 9 poin dari 8 pertandingan. Dan mereka akhirnya cuma bisa finis di urutan tujuh. Padahal dua musim sebelumnya, The Reds tampil membahana. Musim 2020/21 Liverpool mengumpulkan 17 poin dan musim setelahnya 18 poin.

Itu baru sebagian kecil saja. Musim ini sungguh-sungguh musim yang menyiksa bagi The Reds. Mereka bahkan sudah kebobolan 16 gol dari 12 pertandingan terakhir pada musim ini. Padahal, sekali lagi, musim sebelumnya Liverpool cuma kebobolan 3 gol dari 12 pertandingan.

Skuat The Reds tertinggal lebih dulu di 10 pertandingan dari 12 laga yang mereka lakoni. Padahal, sekali lagi, musim sebelumnya Liverpool hanya ketinggalan dua kali dalam 12 pertandingan. Liverpool cuma menciptakan dua clean sheets dari 12 pertandingan itu, dibandingkan 10 kali clean sheets di selusin pertandingan pada musim lalu.

Liverpool baru saja menambah catatan buruk mereka. Kekalahan atas Arsenal menjadi kekalahan pertama dari sembilan laga pertemuan terakhir. Dan itu masih di tangan Jurgen Klopp.

Pengaruh Badai Cedera

The Reds ngos-ngosan di awal musim. Baru mulai saja, badai cedera menghantam pasukan Jurgen Klopp. Manajer asal Jerman itu dipusingkan dengan banyaknya pemain Liverpool yang mengalami cedera. Bahkan mereka yang cedera bisa membentuk satu Starting XI.

Calvin Ramsay, Ibrahima Konate, Naby Keita, Thiago Alcantara, Alex Oxlade-Chamberlain, Joel Matip, dan Diogo Jota adalah sebagian daftar pemain yang mengalami cedera di awal musim. Cederanya pemain-pemain tadi memicu lambatnya performa Liverpool.

Memang badai cedera tidak selamanya. Badai cedera tidak mesti terjadi berminggu-minggu. Tapi efeknya berpengaruh lama. Misalnya Thiago Alcantara. Pemain Spanyol itu tangkas di lini tengah. Kreativitas dan jangkauan umpannya mengorganisir permainan sangat baik.

Namun ia cedera dan ketika turun belum sanggup mengembalikan performanya. Misal ketika menghadapi Arsenal. Thiago memang bermain 90 menit tapi sentuhannya cuma 79. Akurasi umpannya pun tak lebih dari 79%. Pada laga itu, Thiago juga kehilangan 17 kali penguasaan bola dan melakukan satu kesalahan yang berbuah tembakan dari lawan.

Liverpool Sadarlah! Lini Tengahmu Kacau

Mantan pemain Liverpool, Robbie Fowler turut mengkritik penampilan The Reds. Ia tidak merasa ini akhir dari era Liverpool di tangan Jurgen Klopp. Namun Fowler tidak ragu mengatakan, Liverpool terlalu percaya diri. Klopp ceroboh karena tidak mengantisipasi kemungkinan cedera yang parah.

Padahal itulah yang jadi masalah Liverpool di awal musim ini. Klopp kurang antisipatif terhadap cedera. Dan parahnya yang cedera adalah pemain gelandang. Itu juga bukan satu dua orang. Sementara Jurgen Klopp tidak punya cukup stok di lini tengah.

“Klopp mengatakan sembilan (pemain) cukup musim lalu. Tapi apakah anda memiliki Chamberlain, Naby Keita, dan Thiago dengan riwayat cedera dan Jordan Henderson serta James Milner yang sering kali cedera?” Kata Robbie Fowler dikutip Liverpool Offside.

Kritik Robbie Fowler jika dipahami kurang lebih begini. Klopp tidak bisa terus mengandalkan para pemain pesakitan. Para pemain yang punya riwayat cedera itu tidak selamanya bisa tampil baik. Harus ada penggantinya yang sepadan. Tapi Liverpool malah mendatangkan Arthur Melo.

Klopp sepertinya kurang menyadari bahwa lini tengah Liverpool bermasalah. Ia seolah tidak punya rencana terukur soal kemungkinan cedera para pemain tengahnya. Klopp terlalu yakin bilang “cukup”. Padahal yang terjadi, dalam jangka panjang maupun pendek, lini tengah adalah masalah Liverpool.

Lini Depan, Aduh…

Hingga pertandingan kedelapan di Liga Primer Inggris, The Reds baru bisa mencetak 20 gol. Jumlahnya sama dengan Tottenham, tapi tidak lebih banyak dari Arsenal (23 gol) dan Manchester City (33 gol). Total gol tersebut kontradiktif dengan jumlah tembakan yang dihasilkan skuat Liverpool.

The Kop rata-rata melahirkan 17,3 tembakan per pertandingan di Liga Inggris. Angka itu hanya kalah dari Manchester City dengan 18 tembakan. Soal penguasaan bola, Liverpool juga lumayan, yaitu 70%. Sekali lagi, hanya City yang bisa mengalahkan rata-rata penguasaan bola The Reds dengan 70,5%.

Namun City lebih banyak mencetak gol karena tembakan ke arah gawangnya juga banyak (6,67 per 90 menit). Sedangkan rata-rata tembakan tepat sasaran Liverpool hanya 4,3 per pertandingan. Angka yang sangat sedikit sekaligus menunjukkan lini depan Liverpool sangatlah tumpul.

Betul, tidak hanya lini tengah yang bermasalah, tapi lini depan Liverpool juga problematik. Darwin Nunez yang dibeli mahal cuma jadi soal. Ia yang disebut-sebut jadi rival yang sepadan bagi Erling Haaland malah jauh lebih buruk dari Ivan Toney.

Bomber Brentford itu sudah bermain 9 kali di Liga Inggris. Ia sudah mengemas 6 gol dan 2 asis. Darwin Nunez sendiri baru bermain 5 kali di Liga Inggris, gol yang ia cetak hanya dua. Dan cocokologi paling menyebalkannya adalah ketika Nunez bermain di Liga Inggris, Liverpool gagal menang.

Lini Belakang? Rapuh Bro!

Tidak apa-apa jika masalahnya di lini depan dan tengah doang. Toh Roberto Firmino masih bisa jadi pelipur lara kala Nunez hanya membuat luka. Namun ternyata lini belakang Liverpool juga problematik.

Pertahanan Liverpool seperti anak muda Mertoyudan yang baru saja diputusin pacarnya: rapuh. Itu pula yang diakui Jurgen Klopp. Penyebabnya, banyak personel elit yang kerap melakukan kesalahan mendasar.

Mereka mudah kehilangan kontrol bola. Terlalu gampang dieksploitasi karena bermain sangat terbuka. Klopp mencoba menutupi hal itu dengan intensitas yang tinggi. Namun itu tidak cukup untuk menutup ruang pertahanan mereka yang gampang terbuka dan tidak sempurna.

Ini mungkin karena bek Virgil Van Dijk tidak cukup oke. Persentase keberhasilan tekanan Van Dijk hanya 42,2%. Sejauh ini bek Belanda itu baru 8 kali melakukan intersep di Liga Inggris. Joel Matip lebih buruk lagi karena cuma 5 kali melakukan intersep.

Dua bek sayap andalan mereka, Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson juga bapuk. Robertson baru dua kali melakukan intersep, sedangkan TAA lebih baik sih dengan 13 kali intersep. Hanya saja, TAA tidak becus menekan lawan karena persentase tekanan suksesnya cuma 40,3%.

Lini tengah, lini belakang, dan lini depan Liverpool semuanya semrawut. Semuanya kacau. Seluruhnya wajib diperbaiki. Karena jika hal itu dibiarkan, Liverpool seperti rumah kontrakan yang tinggal menunggu robohnya saja.

https://youtu.be/gJ29XVwJes0

Sumber: LiverpoolOffside, Goal, TheGuardian, Express, TheAthletic, PlanetFootball, SofaScore, Fbref

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru