Sekitar 70% pemain di skuad Tim Nasional Maroko adalah bukan orang asli alias imigran. Sejak dulu, Timnas Maroko yang kini dilatih Halilhodzic itu memang cukup sering dihuni para pemain imigran.
Bukan hanya itu, para pemain imigran ini bahkan pernah membela negara lain di level junior. Kebanyakan imigran yang menetap di Maroko disebabkan oleh eksodus yang dilakukan warga di Eropa Barat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang membuat warga di Eropa Barat itu, khususnya bereksodus ke Maroko?
Asal Usul Migrasi Warga Maroko
Antara tahun 1965 dan 1972, perkiraan jumlah orang Maroko yang tinggal di Eropa meningkat sepuluh kali lipat, Hal ini menurut buku “Morocco Migration History” merupakan sebuah “Urbanisasi level negara”.
Pertumbuhan ekonomi di Eropa Barat pada tahun 1960-an menjadi faktor, dan mengakibatkan permintaan terhadap tenaga kerja berketerampilan rendah tinggi, salah satunya dari negara Afrika Utara seperti Maroko.
Situasi ekonomi di Maroko pun memburuk, menyusul dua kudeta yang gagal di tahun 1971 dan 1972. Negara ini memasuki periode ketidakstabilan dan represi politik.
Akibatnya, banyak warga memutuskan untuk tinggal di Eropa. Para warga Maroko memilih “aman” di tempat barunya, sekaligus mendapat kehidupan yang lebih layak bagi masa depannya di Eropa.
‘While #Morocco has for most of its history been an emigration country, its geographic usefulness puts it at the forefront of #migration in the Mediterranean, between Sub-Saharan #Africa, and Western Europe.’https://t.co/9DKbvo86M4 pic.twitter.com/MhcISp4OOA
— Anne Muthoni Ngunu (@amngunu) August 3, 2021
Pada tahun 1998, jumlah orang keturunan Maroko di negara-negara Eropa kembali meningkat. Orang Maroko yang tinggal di Belgia, Denmark, Prancis, Italia, Belanda, dan Norwegia pun kemudian lama kelamaan diberikan Hak Kewarganegaraan sebagai Negara Anggota UE (UNI EROPA)
Prancis, merupakan negara terbesar yang di dalamya terdapat orang-orang keturunan Maroko, diikuti oleh Spanyol, Belanda, Italia, dan Jerman. Komunitas lainnya yang lebih kecil tinggal di negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.
Jika peristiwa migrasi ini dikaitkan dengan sepakbola, banyak pesepakbola yang berasal dari warga keturunan Maroko yang lahir di negara-negara Eropa.
Bahkan mereka sempat memakai jersey negara lain selain Maroko ketika kecil, dan ketika dewasa mereka akhirnya banyak terpanggil guna membela tanah nenek moyang mereka, Maroko.
Cerita Timnas Sepakbola Imigran Maroko
Pemain diaspora di Maroko mungkin merupakan fenomena menarik jika kita telusuri nama-nama yang ada di skuad Timnas Maroko dalam beberapa tahun belakangan ini.
Sebagai contoh pada Piala Dunia tahun 2018 di Rusia, Maroko memiliki hampir 17 orang yang lahir di luar Maroko. Beberapa pemain tersebut lebih memilih negara orang tua dan buyut, ketimbang negara yang telah lama mereka sebut tanah kelahiran.
OFFICIAL: Morocco’s 23-man squad for the 2018 World Cup. 🇲🇦 pic.twitter.com/4P9Ic56B0x
— Squawka News (@SquawkaNews) June 5, 2018
Ambil contoh. Medhi Benatia. Pemain yang pernah merumput di Juventus ini memilih Maroko, daripada Prancis, tempat dia dilahirkan. Lalu bek sayap Achraf Hakimi lahir dan besar di Spanyol. Pencetak gol terbanyak Maroko ketika itu, Hakim Ziyech, juga lahir di Belanda.
Begitu juga striker Maroko, Mimoun Mahi yang sempat ditawari Ruud Gullit membela Timnas Belanda. Ziyech dan Mahi bahkan sempat membela timnas junior Belanda.
Kepada New York Times, Mahi menyebut keputusan ini untuk merealisasikan mimpi ayahnya. “Saya pikir dengan hati ketika saya memilih Maroko, dan hati saya adalah untuk Maroko,”
Hal menarik lainnya datang dari Herve Renard, pelatih Timnas Maroko asal Prancis pada Piala Dunia 2018 yang mengaku cukup kerepotan dalam sesi latihan. Pasalnya, para pemain bicara dengan bahasa ibu berbeda-beda: Prancis, Spanyol, Belanda, Jerman serta Arab.
17 out of 23 players on Morocco’s World Cup roster were born outside of the country. They face Portugal today in Moscow. https://t.co/L001qyjtBr
— The New York Times (@nytimes) June 20, 2018
Ada tangan warga negara Jerman, Mark Wotte dalam pembentukan Timnas Maroko yang campur aduk itu. Persis ketika ia dituntut jadi direktur teknik oleh Federasi Sepakbola Maroko (RMFF) pada 2016 lalu.
Saat diperkenalkan ke wartawan, ia memang sudah menjanjikan membawa para diaspora. “Kami telah mengadakan kamp pelatihan yang telah memasukkan anak-anak muda para diaspora yang tinggal di Spanyol, Italia, Belanda, Jerman dan Perancis. Mereka memenuhi syarat melalui orang tua atau kakek-nenek mereka,”
Reuters ketika itu melaporkan, bahwa keberadaan pemain diaspora di timnas Maroko memunculkan isu nasionalisme. Khususnya yang berkaitan dengan negara asal pemain itu lahir.
Sebagai contoh, ketika pemain-pemain kelahiran Belanda yang terpilih untuk bermain bagi Maroko dituding sebagai “suatu bentuk pengkhianatan”.
Kelima pemain yang dicap oleh Masyarakat Belanda ketika itu adalah Mbark Boussoufa, Karim El Ahmadi, Hakim Ziyech, serta dua bersaudara Nordin Amrabat dan Sofyan Amrabat.
Di Belanda, pemain-pemain itu berulang kali mendapatkan tindakan cemoohan. Hal itu menyusul kampanye isu rasis yang ditujukan ke warga minoritas Maroko yang tengah merebak. Bahkan saat itu muncul isu yang menggambarkan orang Maroko di Belanda sebagai “sampah”.
Tidak hanya di Eropa, pemain Maroko juga ada yang lahir di Amerika, tepatnya di Kanada. Orang itu adalah Yassine Bounou, kiper Timnas Maroko. Bono lahir di Kanada dan datang ke Maroko ketika ia masih muda, Dia memulai debutnya dengan tim senior Maroko pada tahun 2012.
Kemudian, yang banyak dikenal di Spanyol, Munir El-Haddadi yang pernah jadi punggawa Barcelona, lahir di Spanyol dari keluarga Maroko dan membangun kariernya di Spanyol. Akan tetapi, akhirnya dia memutuskan bermain untuk negara nenek moyangnya. Seperti Munir, Pemain PSG Achraf Hakimi pun juga punya cerita serupa.
Pemain kelahiran Prancis juga banyak yang akhirnya membela Timnas Maroko ketika itu, seperti Khalid Boutaib, Medhi Benatia, Romain Saïss, Younes Belhanda, Fayçal Fajr, Youssef Ait Bennasser dan Amine Harit.
Do you know: Over half the players of the #Morocco national team heading (@FRMFOFICIEL) to Russia were born outside the country, in either France, Spain, or the Netherlands#FifaWorldCup2018#AFF #Morocco https://t.co/GWZ2RxY93a pic.twitter.com/2kuesimSRR
— Business Standard (@bsindia) June 4, 2018
Pada tahun 2021, Timnas Maroko kembali diperkuat para pemain diaspora. Helatan Piala Afrika 2021 menjadi panggung berikutnya bagi para pemain diaspora Maroko sebagai bukti kecintaannya akan tanah leluhur mereka.
Pemain Imigran Maroko di Piala Afrika 2021
Skuad Maroko di Piala Afrika 2021 kali ini berjumlah 28 orang. Anak asuh Halilhodzic dihuni oleh sebagian besar pemain kelahiran non Maroko.
Total dari 18 Pemain di skuad Maroko kali ini lahir di luar maroko, dan hanya 10 orang yang asli dan lahir di Maroko.
Para pemain diaspora di skuad Maroko Piala Afrika 2021 kali ini yang berasal dari prancis ada lima orang yakni Romain Saïss, Soufian El Kouch, Imran Louza, Fayçal Fajr, dan Sofiane Boufal.
Dari Belanda ada empat orang yakni Soufian El Karouani, Sofyan Amrabat, Zakaria Aboukal, dan Tarik Tissoudali.
Dari Belgia juga ada empat orang yakni Samy Mmaee, Ilias Chair, Selim Amallah, dan Ryan Mmaee.
Dari Spanyol ada tiga orang diaspora yakni Munir Mohamedi, Achraf Hakimi, dan Munir El Haddadi.
Sedangkan kelahiran Jerman dan Kanada masing-masing ada satu pemain, yakni Aymen Barkok yang lahir di Jerman, dan Yassine Bounou yang dilahirkan di Kanada.
🔥 Introducing your #AltasLions for the TotalEnergies Africa Cup of Nations, Cameroon 2021! Ready to get going! 👊#DimaMaghrib 🇲🇦 #AtlasLions #Morocco #AFCON2021 #Cameroon pic.twitter.com/l64H0DpcAm
— Équipe du Maroc (@EnMaroc) December 23, 2021
Di Piala afrika 2021 ini, Maroko tergabung di Grup C bersama Gabon, Ghana dan Komoro. Kans para diaspora ini untuk lanjut ke babak berikutnya masih besar, mengingat beberapa diaspora yang sudah malang melintang di berbagai liga top Eropa.
Sumber Referensi : bbc, nytimes, migrationpolicy, transfermarket