Ketika Indonesia dan Malaysia Kompak Tinggalkan Kiblat Korea Selatan

spot_img

Shin Tae-yong resmi meninggalkan Timnas Indonesia. Kontraknya yang berakhir dua tahun lagi diakhiri lebih cepat oleh PSSI. Lalu tim kepelatihan baru di bawah Patrick Kluivert datang. Ini memperlihatkan bahwa Indonesia telah meninggalkan Korea Selatan sebagai kiblat sepak bola.

Hal yang lebih dulu dilakukan Malaysia. Sebelum ini, saat Indonesia sukses dibesut Shin Tae-yong, Malaysia lalu mengikutinya dengan mendatangkan Kim Pan-gon, yang juga dari Korea Selatan, dan juga bekas atasan STY di KFA. Selepas dari era Kim Pan-gon, Harimau Malaya pun meninggalkan “jalan Korea”.

Bagaimana kedua negara ini akhirnya kompak meninggalkan Korea Selatan sebagai kiblat?

STY Datang, Malaysia Tidak Melirik Pelatih Korea Selatan

Kita akan mundur sejenak pada tahun 2019. Di tengah ancaman virus bernama Covid-19, PSSI yang dinakhodai Iwan Bule merekrut Shin Tae-yong untuk melatih Timnas Indonesia. Era kegelapan di bawah jurulatih Simon McMenemy diharapkan tak lagi terjadi. Saat Indonesia mulai melirik jurulatih dari Korea Selatan, Malaysia belum berpikir ke arah sana.

Malaysia masih percaya pada pelatih lokal. Saat itu Tan Cheng Hoe, manajer asal Alor Setar masih dipercaya tidak cuma oleh Federasi Bolasepak Malaysia atau FAM, tapi juga sebagian besar penggemar. Alasannya sederhana, karena Cheng Hoe memiliki kiprah positif selama berada di Timnas Malaysia.

Cheng Hoe mulai terlibat pada tahun 2004. Dari tahun tersebut sampai tahun 2013 ia menjadi asisten Datuk Khrisnasamy Rajagopal, baik di Tim U-23 maupun tim senior. Berada di belakang Rajagopal, Cheng Hoe turut membawa Malaysia raih medali emas SEA Games 2009, juga gelar Piala AFF 2010. Gelar yang sampai saat ini belum didapatkan lagi.

Solo Karier yang Luar Biasa

Prestasi saat menjadi asisten Rajagopal membuatnya dipanggil lagi menjadi asisten Nelo Vingada. Namun buruknya performa timnas, padahal baru lima laga, pelatih yang membawa Arab Saudi juara Piala Asia ‘96 itu dipecat oleh FAM. Cheng Hoe mengisi posisinya, melatih tim senior dari tahun 2017.

Lima tahun membimbing Harimau Malaya tidak ada satu pun trofi diperoleh. Tapi di level Asia Tenggara, selama ditukangi Cheng Hoe, Malaysia menjaga konsistensi. Termasuk mencapai final di Piala AFF 2018, setelah pada edisi sebelumnya tersingkir di fase grup.

Sepanjang kejuaraan itu, Malaysia di tangan Cheng Hoe tampil cukup apik. Bahkan berhasil menumpas perlawanan Thailand di semifinal. Sayang, Malaysia gagal meraih gelar kedua setelah takluk di kandang Vietnam. Ironisnya, setelah Piala AFF 2018, Cheng Hoe seakan kehilangan buku catatan taktiknya.

Penampilan Harimau Malaya melorot. Walau banyak yang masih percaya padanya, tapi FAM memutuskan mencari jurulatih baru usai Cheng Hoe mengulangi kesalahan pada edisi 2016 di edisi 2020.

Sebelum dihajar Timnas Indonesia-nya Shin Tae-yong pada laga pamungkas grup di Piala AFF 2020, Malaysia sudah memastikan gugur karena ditampar keras oleh Vietnam. Beberapa saat usai dikalahkan Shin Tae-yong dengan skor 4-1, Cheng Hoe pun mundur.

Penggemar bola sepak pasukan Malaysia lalu mendesak FAM untuk merekrut pelatih asing. Mereka tampaknya sudah muak dengan pelatih lokal.

Penunjukkan Kim Pan-gon

Pada Januari 2022, FAM menunjuk Kim Pan-gon. Suka cita publik Malaysia menyambut Pan-gon, sedangkan di Indonesia, riuh rendah suara mengatakan kalau Malaysia meniru Indonesia. Walau belum signifikan, setidaknya dari tahun 2019 hingga 2021, Timnas Indonesia berkembang di tangan STY.

Setelah menunjuk STY, cara-cara Negeri Gingseng meresap di tubuh Timnas Indonesia. Kendati level pemain masih kalah dari Thailand maupun Vietnam, Timnas Indonesia versi STY memiliki daya juang dan mentalitas yang sudah kelihatan berbeda dari era-era sebelumnya. Lihat saja misalnya, di babak semifinal Piala AFF 2020.

Di hadapan kebanyakan penggemar Singapura, karena waktu itu Piala AFF dipusatkan di Singapura lantaran pandemi, anak asuh Tae-yong menunjukkan spirit perjuangan yang hebat. Bahkan akhirnya bisa menaklukkan tuan rumah, dengan sedikit bumbu-bumbu kolosal. Di partai final, mental inlander punggawa merah putih sama sekali tidak kelihatan.

Indonesia memang dihabisi Chanathip Songkrasin dan kolega di leg pertama. Tapi entah bagaimana, skor 4-0 di leg pertama seolah-olah dilupakan. Di leg kedua, anak asuh STY seakan melupakan hasil itu. Pasukan STY tampil impresif. Sanggup mencetak gol saat laga baru berjalan 7 menit. Gol yang sempat membikin Mano Polking pening.

Nah, asumsi liar bahwa Malaysia ingin ngikutin cara-cara Korea yang dilakukan STY di Timnas Indonesia dengan merekrut Kim Pan-gon pun menguat. Sampai-sampai spekulasi bahwa Malaysia berambisi ingin meredam STY dengan merekrut bekas atasannya pun mengemuka.

Namun FAM membantah. Presiden FAM, Baginda Datuk Hamidin menilai pihaknya telah melakukan riset sendiri untuk memboyong pelatih dari Negeri Gingseng.

Korean Ways Dua Negara

Memang, sebelum menunjuk Kim Pan-gon ada sejumlah kandidat. Namun dua di antaranya pelatih asal Korea Selatan. Selain Pan-gon, FAM juga mempertimbangkan Kim Hak-bum, pelatih yang bawa Korea Selatan meraih medali emas Asian Games 2018. Tapi dari penilaian menyeluruh, FAM memilih Kim Pan-gon.

Sebetulnya terkait kiblat Korea Selatan ini, baik Malaysia maupun Indonesia berkaca pada Vietnam. Vietnam lebih dulu sukses dengan pelatih asal negaranya Wendy Red Velvet itu. Park Hang-seo bagaimanapun telah banyak mengubah Timnas Vietnam, bahkan sepak bola Vietnam dalam spektrum mikro.

Nilai-nilai Korea yang ditanam Park Hang-seo begitu kuat mengakar pada Vietnam. Lihat saja, Vietnam gagal total dilatih Phillippe Troussier yang notabene orang Eropa. Namun saat dilatih lagi orang Korsel, yaitu Kim Sang-sik, tak butuh waktu lama Vietnam juara Piala AFF.

Namun, saat di Vietnam sukses, bukan berarti “Korean Ways” di Malaysia maupun Indonesia akan bernasib sama. Di Indonesia Shin Tae-yong membawa seluruh gerbong Korsel-nya. Yang terakhir adalah Yeom Ki-hun. Dengan “Korean Ways” ala Shin Tae-yong, cahaya keemasan di ujung lorong sudah kelihatan.

Timnas Indonesia on track. Malangnya, belum sampai di titik yang layak disebut “emas”, perjalanan itu dipenggal oleh PSSI. Hal ini berbeda dengan Kim Pan-gon di Malaysia. Korean Ways yang ditempuh tidak sebaik Indonesia, karena Pan-gon cuma diberi kontrak jangka pendek. Ia dikontrak dua tahun, terus diperpanjang cuma sampai 2025.

Artinya, FAM berorientasi pada hasil, dan Pan-gon melakukan itu dengan baik. Waktunya di Malaysia hanya sebentar tapi berkesan. Selama ditukangi Pan-gon, Malaysia berhasil naik ke peringkat 130 FIFA, peringkat tertinggi mereka dalam 18 tahun terakhir.

Meninggalkan Korean Ways

Sayangnya, ditengarai alasan pribadi, Kim Pan-gon mundur setahun sebelum kontraknya habis. Malaysia pun mengatur ulang tim nasionalnya. Harimau Malaya melakukan revolusi. Mereka meninggalkan Korean Ways dan merestrukturisasi badan pengelola timnas. Uniknya tidak ada orang Asia di petinggi Harimau Malaya, kecuali sang presiden.

Malaysia menunjuk pelatih kepala dari Australia, Peter Cklamovski. Rekam jejaknya pernah menjadi asisten Ange Postecoglou. Sementara di posisi direktur teknik, Malaysia masih percaya pada orang Australia, Scott O’Donnell yang datang dari tahun 2021. Untuk posisi pemimpin eksekutif, Malaysia menunjuk orang Kanada, Rob Friend yang pernah bermain di Eintracht Frankfurt.

Tidak cuma CEO, kepala kedokteran mereka yang baru juga dari Kanada, yakni dr Craig Duncan. Jadi boleh dibilang seluruh jabatan prestisius di Harimau Malaya dipegang orang asing. Bukan tidak mungkin, dengan dirtek dan pelatih kepala dari Australia, Malaysia akan beralih filosofi dari “Korean Ways” ke “Australian Ways”.

Beberapa hari setelah Malaysia mengumumkan pelatih baru, PSSI seolah latah ikutan mengganti pelatih. Shin Tae-yong dipecat, dan otomatis gerbong Korea-nya ikut hengkang. Setelah Malaysia, sepertinya giliran Indonesia yang akan tinggalkan kiblat Korea Selatan.

Dengan menunjuk Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala, Indonesia tampaknya akan berkiblat pada Belanda. Kita akan tunggu. Apakah Holland Ways akan lebih baik dari Korean Ways yang sudah lima tahun diterapkan Timnas Indonesia.

https://youtu.be/fxekUsp0MpI

Sumber: Tribunnews, HarimauMalaya, Bolacom, CNNIndonesia, Suara, SinarHarian, HarimauMalaya

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru