Kala Portsmouth Hidup dari Uang Haram

spot_img

Tak ada yang menyangka, gol Nwankwo Kanu ke gawang Cardiff City di laga final Piala FA musim 2007/08, bakal jadi gol yang memorable. Itu bukanlah gol biasa. Gol tersebut membawa Portsmouth FC mencetak sejarah dengan menjuarai kompetisi tersebut. Setelah sepuluh musim sebelumnya didominasi oleh klub Big Six, FA Cup akhirnya melahirkan juara baru.

Portsmouth yang kala itu masih ditukangi oleh Harry Redknapp tampil perkasa di kompetisi tersebut. Mereka bahkan sukses mengalahkan Manchester United. Sayangnya, kebahagiaan itu terasa singkat lantaran kurang dari lima bulan kemudian, klub yang berjuluk The Pompey itu justru mengalami fenomena aneh yang menyebabkan mereka bangkrut.

Menarik Investor Uni Emirates Arab

Di era tersebut, Portsmouth FC memang baru berbenah. Dengan modal yang tak sedikit dari pemiliknya, yakni Alexandre Gaydamak, The Pompey mendatangkan beberapa pemain untuk meningkatkan kualitas tim. Di tangan pengusaha asal Prancis itu, Portsmouth menjelma tim yang berisikan pemain dengan kualitas bintang lima.

Tak tanggung-tanggung, kala itu pemain sekaliber Sulley Muntari, Jermain Defoe, Lassana Diarra, hingga gerbong pemain kesayangan Redknapp, Peter Crouch dan Niko Kranjcar diboyong. Dengan materi pemain seperti itu, menjadi pesaing gelar Liga Inggris musim berikutnya bukan suatu hal yang mustahil.

Dongeng kesuksesan Portsmouth bahkan terdengar hingga Jazirah Arab. Banyak pengusaha Arab yang ingin berinvestasi. Salah satu yang paling serius datang dari Uni Emirate Arab. Dia adalah Sulaiman Abdul-Karim Mohammed Al-Fahim, atau yang lebih dikenal dengan Sulaiman Al-Fahim.

Siapa Al-Fahim?

Pengusaha asal Uni Emirat Arab ini memiliki segudang prestasi di negeri asalnya. Spesialis utama dari usaha yang dibangun Al-Fahim adalah real estate mewah. Tak cuma jago dalam berbisnis, dirinya juga mengenyam pendidikan tinggi.

Sulaiman Al-Fahim menerima beberapa gelar sarjana, termasuk sarjana di bidang pemasaran dari Universitas Al-Ain di Uni Emirat Arab. Selain itu, Al-Fahim juga telah menempuh pendidikan S2 dan mengantongi gelar master Kogod School of Business, Washington DC.

Al-Fahim sendiri diketahui pernah menjabat sebagai CEO Hydra Properties Real Estate Development Company yang berbasis di Abu Dhabi. Ia juga sempat menyandang status Presiden Arab Union for Real Estate selama dua periode pada medio 2009 hingga tahun 2013 dan 2013 hingga 2017.

Prestasi Al-Fahim di bidang pengembangan properti sulit untuk dicapai oleh perusahaan mana pun dalam waktu singkat. Alhasil, The Arabian Business menjadikan Sulaiman Al-Fahim orang keempat dalam daftar tokoh paling berpengaruh di Arab setelah Al-Walid bin Talal, Mohammed Al-Abbar, dan Muntadhar Al-Zaidi.

Al-Fahim juga dikabarkan memiliki kedekatan dengan bos Manchester City, Sheikh Mansour. Dirinya yang menjadi perantara dalam proses pengakuisisian Manchester City pada tahun 2008. Al-Fahim adalah sosok yang mengamankan satu slot lelang pembelian klub dan akhirnya menawarkan Sheikh Mansour untuk membayar penuh kesepakatan itu.

Resmi Mengakuisisi Portsmouth, Tapi…

Sukses besar di bisnis jual beli properti, Sulaiman Al-Fahim ingin mengikuti jejak Sheikh Mansour untuk berbisnis di bidang olahraga. Langkah awal yang diambil cukup menarik. Al-Fahim awalnya melebarkan sayap ke dunia catur. Ia beberapa kali menjadi sponsor di turnamen catur yang diselenggarakan di Uni Emirat Arab.

Dari catur, Al-Fahim kembali mencoba peruntungan dengan menginvestasikan uangnya di sepakbola. Beberapa klub Eropa pun masuk dalam daftarnya. Ia ingin mencari klub yang potensial namun harganya lebih murah dari Manchester City.

Muncul beberapa nama dan salah satu yang paling menarik adalah Portsmouth. Singkat cerita, negosiasi dengan perwakilan Portsmouth pun dilaksanakan. Pemilik klub saat itu, Alexandre Gaydamak pun terbuka dengan negosiasi ini. Jika dalam diskusi harganya cocok, Gaydamak tak keberatan untuk melepas seluruh sahamnya.

Setelah beberapa kali pertemuan, pada pertengahan tahun 2009 Gaydamak akhirnya setuju untuk menjual Portsmouth kepada Al-Fahim. Portsmouth yang diwakili oleh Peter Storrie pun akhirnya merampungkan kesepakatan di Roma, Italia. Dilansir The Guardian, Roma dipilih karena menjadi venue final Liga Champions musim 2008/09. 

Namun, dalam kesepakatan ini timbul sebuah kejanggalan. Prosesnya penuh kerahasiaan. Peter Storrie enggan menyebutkan berapa jumlah uang yang dibayar oleh Al-Fahim. Pihak The Pompey seakan menutup-nutupi rincian kesepakatan mereka dengan pengusaha asal Uni Emirat Arab tersebut.

Nilainya simpang siur. Ada yang mengatakan bahwa Al-Fahim menggelontorkan dana sekitar 50-60 juta pound. Namun, BBC justru memberitakan kalau Al-Fahim hanya membayar uang muka senilai 5 juta pound atau sekitar Rp100 miliar untuk menyegel kesepakatan.

Janji yang Tak Ditepati

Meski demikian, kesepakatan tetap diresmikan. Pers dan fans Portsmouth tiba-tiba hanya diberikan tanggal peresmian yakni 6 Agustus 2009. Dalam deklarasinya, Sulaiman Al-Fahim menyampaikan beberapa visi-misi dan janji yang membuat para fans menaruh harap lebih pada Al-Fahim. Salah satunya menjanjikan dana besar untuk membeli pemain-pemain bintang.

Layaknya politikus yang sedang mencari suara, iming-iming uang jutaan euro pun hanya omong kosong. Ketika bursa transfer masih dibuka, alih-alih mendatangkan pemain hebat seperti apa yang dijanjikan di awal, Al-Fahim justru menjual beberapa pemain penting. Fokusnya kala itu melepas pemain Portsmouth yang bergaji tinggi.

Jelas, ini membuat senyuman fans berubah menjadi dahi yang mengernyit. Sejumlah fans bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang direncanakan Al-Fahim? Pasalnya, pemain seperti Peter Crouch, Glen Johnson, Niko Kranjcar, Younes Kaboul, hingga Asmir Begovic semuanya dijual.

Tak sampai di situ, kejanggalan demi kejanggalan lain pun perlahan mulai menampakan batang hidungnya. Saldo cadangan yang dimiliki The Pompey justru kian menyusut. Padahal, kala itu musim 2009/10 baru saja dimulai. Pada awal Oktober bahkan beberapa pemain dan staf mengaku belum mendapat gaji dari pihak klub.

Hancur Seketika

Setelah tak menemui titik terang, para penggemar pun menyerah dengan keadaan dan menyebut bahwa mereka telah ditipu oleh pria Abu Dhabi yang mengaku punya banyak uang tersebut. Permasalahan gaji belum selesai, media-media Inggris kembali memunculkan isu tak sedap.

The Pompey terlilit hutang. Imbas dari buruknya pengelolaan uang di era Al-Fahim, hutang klub menggelembung jadi 60 juta pound. Bukannya mencari solusi, Al-Fahim justru lari dari masalah. Pria yang berasal dari UAE tersebut justru berusaha menjual sahamnya di Portsmouth kepada orang lain.

Dilansir Mirror, pada 4 Oktober 2009 melaporkan bahwa Al-Fahim sedang memulai proses penjualan saham Portsmouth kepada Ali Al-Faraj, pengusaha dari Arab Saudi. Kesepakatannya pun cukup gila. Al-Fahim ingin melepas 90% sahamnya kepada Al-Faraj dan hanya ingin menyisakan 10% saja untuknya.

Setelah hanya dua bulan memimpin klub, Al-Fahim melepas saham mayoritas ke Al-Faraj. Langkah ini dinilai jadi satu-satunya cara untuk mendapat dana tambahan demi menghindari kebangkrutan. Nahas, perkiraan itu meleset. Permasalahan keuangan yang teramat kronis telah menghadirkan masalah yang jauh lebih besar.

Pada paruh kedua musim 2009/10, The Pompey dijatuhi hukuman pengurangan sepuluh poin karena ketidakmampuan membayar hutang. Sanksi tersebut membuat Portsmouth terdegradasi dan harus turun kasta setelah menempati posisi buncit klasemen akhir Liga Inggris musim 2009/10.

Al-Fahim Tersandung Kasus

Selang beberapa tahun kemudian, tiba-tiba terdengar kabar bahwa Sulaiman Al-Fahim dijatuhi hukuman lima tahun oleh pengadilan Uni Emirat Arab atas tuduhan pencurian uang sebesar lima juta pound dari istrinya sendiri. Usut-punya usut, uang yang dicuri itu digunakan untuk membayar DP dalam proses pembelian saham Portsmouth FC.

Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, kasus terungkap. Pengadilan juga menghukum manajer bank tempat istrinya menyimpan uang karena bersekongkol dengan Sulaiman Al-Fahim dalam pemalsuan dokumen dan penggunaan dokumen palsu. 

Terungkap pula, bahwa Al-Fahim ternyata tak pernah melunasi sisa biaya pembelian saham kepada Alexandre Gaydamak. Berita ini mengguncang publik Portsmouth. Itu berarti selama ini The Pompey hidup dari uang haram hasil curian. Betapa kejinya Al-Fahim. Setelah kejadian ini Portsmouth terpuruk.

Sejak diakuisisi Al-Fahim, The Pompey dinyatakan bangkrut sebanyak dua kali. Klub juga menderita tiga kali degradasi dan memiliki tujuh pemilik berbeda yang semuanya tak mampu menebus dosa Al-Fahim. Sang juara FA Cup 2008 kini hanya berlaga di kasta ketiga Liga Inggris.

Sumber: The Guardian, Standard, Libero, AS, BBC

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru