Final Liga Eropa: Ambisi Atalanta Jadi Klub Pertama yang Kalahkan Bayer Leverkusen

spot_img

Dublin, sebuah daerah di Republik Irlandia dengan eksotika alam yang indah akan menyambut laga panas perebutan tahta UCL rasa jeruk, alias Europa League. Aviva Stadium yang pernah jadi saksi final Europa League 2011 silam akan kembali bersolek jelang kedatangan tamu agung yakni Atalanta dan Leverkusen.

Ya, dua tim kuat asal Italia dan Jerman tersebut akan baku hantam demi misi mereka masing-masing. Lantas, siapa yang bakal tersenyum dan siapa yang bakal terkapar di Dublin nanti?

Sebelum membahas final panas Europa League tersebut, ayo subscribe dan nyalakan loncengnya agar tak ketinggalan konten menarik dari Starting Eleven Story.

Nasib Berbeda Jelang Laga

Pesta juara Bundesliga nan meriah di BayArena musim ini, menunjukan bahwa Bayer Leverkusen adalah tim yang superior. “Invincible” atau tak terkalahkan dalam satu musim Bundesliga bukan rekor yang main-main. Munchen saja belum bisa melakukan hal tersebut.

Euforia pencapaian Die Werkself tersebut masih menyelimuti pasukan Xabi Alonso jelang keberangkatannya ke Dublin. Dengan rasa penuh percaya diri, mereka menatap laga berikutnya guna membuktikan sebagai satu-satunya tim yang belum terkalahkan di Eropa saat ini.

Berbeda dengan sang lawan dari kota Bergamo, Atalanta. Meski mereka sudah memastikan tiket UCL musim depan saat menggasak Lecce di Serie A, namun masih ada luka yang melanda pasukan Gasperini.

La Dea masih belum terima dipecundangi Juventus di Final Coppa Italia. Satu gelar tersisa yang ada di depan mata mereka yakni Europa League, tak boleh lenyap begitu saja.

Ambisi Leverkusen dan Atalanta

Selain nasib yang berbeda, ambisi mereka memenangkan laga di Aviva Stadium nanti juga berbeda. Selain membalaskan kegagalan di Final Coppa Italia, La Dea juga punya ambisi lain. Kalau kata presiden mereka, Antonio Percassi, Atalanta ingin menjadi klub yang menodai keistimewaan Leverkusen musim ini. Percassi tak gentar sama sekali hadapi Die Werkself yang belum terkalahkan itu.

Namun bagi Leverkusen, menang melawan Atalanta bukan hanya meraih trofi. Melainkan melanjutkan ambisi meraih rekor yang belum satupun klub pernah melakukannya, yakni Invincible Treble. Ya, tinggal dua lawan lagi yang harus ditaklukan untuk meraih rekor fantastis tersebut. Selain melawan Atalanta di final Liga Eropa, Die Werkself akan melawan Kaiserslautern di final DFB Pokal.

Head To Head

Bagi Leverkusen, meraih ambisi tersebut tak semudah yang dibayangkan. Atalanta siap menjadi mimpi buruknya. Bukan mengada-ada, secara head to head, pasukan Gasperini ini nyatanya punya modal berharga.

Secara catatan pertemuan, Die Werkself belum bisa mengalahkan La Dea. Atalanta masih terlalu kuat bagi Leverkusen di dua pertemuan yang pernah terjadi. Pertemuan tersebut terjadi di babak 16 besar Europa League musim 2021/22.

Saat itu Leverkusen yang masih ditangani Gerardo Souane back to back dikandaskan oleh Atalanta racikan Gasperini. Di Atleti Azzurri d’Italia, La Dea unggul 3-2. Lalu di BayArena, La Dea unggul 0-1.

Dikutip dari Football Italia, dengan rekor tersebut, Gasperini jadi makin pede kembali hadapi Leverkusen. Sekalipun pelatihnya sudah berganti Xabi Alonso, pelatih berambut putih tersebut mengatakan bahwa sebenarnya ada celah menaklukan Leverkusen.

Gasperini vs Alonso

Adu taktik antara Gasperini vs Xabi Alonso akan sangat dinanti. Dua pelatih beda generasi tersebut akan saling beradu racikan. Menariknya lagi, dua pelatih ini punya banyak kesamaan, seperti mengandalkan gaya sepakbola menyerang dan memakai pola tiga bek. Bayangkan, di laga nanti kedua tim bakal jual beli serangan dan mungkin saja akan tercipta banyak gol.

Gasperini dengan format 3-4-2-1, punya keunggulan dengan cara menyerangnya yang berani. Saat menang besar melawan Liverpool dan Marseille, La Dea berani menempatkan tiga hingga empat orang pemain di kotak penalti lawan saat menyerang. Meski kalah penguasaan bola, namun La Dea saat itu menunjukan bahwa mereka efektif dalam menyelesaikan peluang.

Berbeda dengan pola 3-4-2-1 ala Xabi Alonso. Meski secara pola sama, namun permainan Leverkusen lebih banyak melakukan penguasaan bola. Selain itu, Die Werkself juga lebih sabar dalam membangun serangan dari bawah.

Kelebihan dan Kelemahan Atalanta

Atalanta bermain berani ditunjang dengan amunisi yang cukup memadai. Di lini depan, meski ditinggal pemain seperti Zapata maupun Hojlund, La Dea musim ini makin gacor dengan pemain seperti Scamacca, De Ketelaere, Ademola Lookman, Teun Koopmeiners, Marco Pasalic, maupun El Bilal Toure.

Inilah beberapa pemain yang bisa mengancam Leverkusen. Scamacca misal, ia telah terbukti jadi mimpi buruk Liverpool. Kalau tak bisa dijaga ketat, pemain buangan West Ham yang telah cetak 18 gol tersebut, bisa jadi ancaman serius gawang Lukas Hradecky.

Selain Scamacca, Atalanta juga punya Teun Koopmeiners. Meski sebagai gelandang, musim ini ia mampu disulap Gasperini jadi pemain produktif yang sudah cetak 12 gol. Granit Xhaka punya PR besar untuk menjaga ketat pergerakannya.

Selain beberapa kelebihan tersebut, La Dea sebenarnya juga punya kelemahan yang bisa dimanfaatkan Leverkusen. Atalanta terbukti sering frustasi saat tak bisa cetak gol. Misal saat menghadapi Juventus di Final Coppa Italia. Saat itu mereka gagal ciptakan gol, ketika tak ada satupun tendangan mereka yang tepat sasaran ke arah gawang Juve.

Kelebihan Dan Kelemahan Leverkusen

Kelemahan tersebut harusnya bisa dimanfaatkan Leverkusen dengan terus menggempur Atalanta sepanjang laga. Toh Leverkusen punya beberapa amunisi untuk melakukan itu. Striker Victor Boniface yang lama dibekap cedera, kini sudah kembali buas di depan gawang lawan. Sejak tampil lagi April lalu, keran gol striker Nigeria tersebut sudah kembali dengan cetak lima gol.

Selain Boniface, pemain seperti Florian Wirtz, Jonas Hofmann, maupun Patrik Schick juga tetap harus diwaspadai oleh Isac Hien dan kawan-kawan. Apalagi Patrik Schick juga punya pengalaman membobol gawang klub-klub Serie A saat berseragam AS Roma.

Jangan lupakan juga duet maut wing back produktif, Grimaldo dan Frimpong. Mereka juga harus dimatikan oleh wing back Atalanta seperti Rugerri dan Zappacosta. Total 26 gol dari dua wing back Leverkusen tersebut jadi bukti bahwa mereka bisa mengubah jalannya laga kalau dibiarkan leluasa.

Selain beberapa kelebihan, Die Werkself sebenarnya juga punya kelemahan. Belakangan ini pasukan Xabi Alonso acap kali ketinggalan lebih dulu, dan mereka membutuhkan waktu lama, bahkan di menit-menit akhir untuk mengejar ketinggalan gol. Kelemahan ini mestinya bisa dimanfaatkan oleh Atalanta. Mencuri gol lebih dulu akan sangat menguntungkan La Dea.

Meski ada kemungkinan Leverkusen mengejar ketinggalan, tapi setidaknya mentalitas Scamacca dan kolega bisa tergugah. Sementara bagi Leverkusen, ketinggalan lebih dulu di pertandingan final bisa merusak mental mereka. Meski mereka punya “Xabi Time” atau bisa mencetak gol di menit-menit akhir, tapi Atalanta adalah tim yang tangguh.

Sejauh ini pasukan Gasperini bahkan tak pernah kebobolan di menit 80 ke atas di fase gugur Liga Eropa. Sementara “Xabi Time” baru mulai bekerja di menit 87 ke atas. Itu artinya strategi Gasperini bisa menjadi penawar “Xabi Time”. Selain itu, harap diingat, Bayer Leverkusen sudah lama tak mencapai final di kompetisi Eropa apa pun.

Final tentu menawarkan sensasi yang berbeda. Kini tinggal apakah Atalanta mampu untuk menyelesaikan tugasnya. Leverkusen memang punya ambisi Invincible Treble. Tapi persetan dengan itu. Bagi Atalanta tidak ada kata lain selain “menang” di Dublin nanti.

Sumber Referensi : reuters, bundesliga, footballitalia, thewillnews, onefootball, aiscore

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru