Jerman Terlunta-Lunta, Akankah Gagal Lagi di Piala Dunia?

spot_img

Der Panzer kembali menjadi sorotan. Pasalnya menjelang Piala Dunia bergulir performa mereka masih belum konsisten. Ada banyak permasalahan yang harus dibenahi. Di sisi lain kalau berkaca dari tren prestasinya, Der Panzer ini rupanya semakin menurun sejak mereka menjadi yang terbaik di dunia 8 tahun silam.

Penurunan Prestasi

Pasukan Die Mannschaft dapat dikatakan seperti kehilangan nyali setelah mereka meraih mahkota juara dunia di Brazil 2014 silam. Dalam perjalanannya mereka tak konsisten.

Seperti di Piala Eropa 2016. Mereka awalnya sempat melempem di fase kualifikasi. Namun dengan selisih poin tipis, akhirnya mereka bisa lolos dari fase grup. Dan terbukti hasilnya, mereka benar-benar tak bisa mewujudkan tujuan untuk mengawinkan mahkota dunia dengan Eropa. Mereka akhirnya harus pulang di tangan tuan rumah Prancis di babak semifinal.

Di Piala Dunia 2018 bahkan nasib Der Panzer lebih mengenaskan lagi. Namun jika menilik di fase kualifikasinya, mereka sebenarnya menggila dengan rekor tak terkalahkan. Namun, setelah masuk putaran final yang sesungguhnya mereka malah loyo.

Satu grup dengan Meksiko, Korea Selatan, dan Swedia mereka harus menerima pil pahit finish di posisi juru kunci grup. Langkah Jerman terjegal oleh Meksiko dan Korea Selatan asuhan Shin Tae-Yong.

Di Piala Eropa 2020 pun mereka kembali tak konsisten. Meskipun di fase kualifikasinya mereka kembali mendominasi dan finish sebagai pemuncak grup, namun di putaran final yang sesungguhnya mereka justru gagal. Sempat susah payah lolos dari grup neraka ketika itu bersama Prancis dan Portugal, Der Panzer malah melempem di fase knockout. Langkah mereka terhenti di babak 16 besar oleh tuan rumah Inggris.

Transisi Pelatih

Melihat hasil yang tak optimal dari 3 perhelatan terakhir, Federasi Sepakbola Jerman (Deutscher Fussball-Bund) pun akhirnya mengevaluasi. Sebagai hasilnya, sang pelatih yang sudah sekitar 15 tahun lamanya mendampingi Der Panzer, Joachim Loew, akhirnya legowo dan memilih mundur.

Pelatih yang suka menghirup bau badannya sendiri itu, kini posisinya digantikan oleh Hansi Flick. Pelatih yang tak asing bagi publik Jerman. Ia pernah menjadi asisten pelatih di timnas Jerman sebelum kemudian ia dikenal sukses bersama Bayern Munchen.

Kita tahu DFB pasca pelatih Rudi Voller di tahun 2000-an awal, dalam perjalanannya terus meregenerasi pelatih. Dari Klinsmann, kemudian dilanjutkan Loew, dan kini ada Flick. Transisi dari pelatih satu ke pelatih lain pun tak selalu mulus begitu saja. Apalagi sekarang, bayang-bayang prestasi yang dicapai Loew selama 15 tahun lamanya terus menghinggapi Hansi Flick. Flick mau tidak mau harus kuat menanggung beban nama besar Jerman sepeninggal Loew.

Adaptasi Hansi Flick

Jerman di bawah Hansi Flick kini memiliki warna dan sentuhan yang berbeda. Racikan baru Flick pun seketika memunculkan harapan yang tinggi akan kesuksesan tatkala Jerman dibawanya dengan mode ngegas di 7 partai awalnya membesut timnas. Dari 7 laga itu, Die Mannschaft mampu mengemas 31 gol dan hanya kebobolan 2 gol.

Namun tunggu dulu, perlu diingat juga bahwa semua lawan yang dihadapinya adalah negara yang levelnya di bawah Jerman. Sebut saja Liechtenstein, Armenia, Islandia, Rumania maupun Makedonia Utara. Indikator pembuktian Flick sesungguhnya adalah di UEFA Nations League. Di mana ia akan menghadapi lawan yang sepadan.

Sebagai hasilnya, Jerman tampak keteteran berhadapan dengan tim yang sepadan kekuatannya seperti Italia maupun Inggris. Bahkan tim sekelas Hungaria pun pernah menjungkalkannya. Mereka pun akhirnya terseok di papan ketiga klasemen Nations League. Sebuah hasil yang tak mengenakan di tengah semakin dekatnya persiapan menuju Piala Dunia Qatar.

Regenerasi Pemain

Menurunnya Jerman sejak Piala Dunia 2014 juga lekat dipengaruhi oleh regenerasi pemain. Sejak angkatan Lahm, Klose, Schweinsteiger, Kroos, Khedira, praktis kini tinggal Neuer maupun Muller yang ada di skuad. Sisanya diisi oleh muka-muka baru. Termasuk yang tampil di edisi Piala Eropa 2020 yang lalu. Sebut saja generasi Sane, Gundogan, Goretzka, Kimmich, Werner, Gnabry maupun Havertz.

Perlu diakui, memang para pemain tersebut moncer dan berprestasi di klubnya masing-masing. Namun di tim nasional, generasi baru itu belum menunjukan prestasi yang mentereng seperti apa yang sudah dicapai para pendahulunya. Belum juga mengunduh hasilnya, generasi itu kini makin disesaki antrian para wonderkid yang terus dicoba macam Musiala, Adeyemi, Nmecha.

Mencari Striker Nomor 9

Selain belum mengunduh prestasi dari produk regenerasinya, Jerman juga punya PR besar lainnya. Mereka kehilangan sosok striker nomor sembilan yang haus gol. Sosok target man pembunuh yang dulu disandang Miroslav Klose kini tak lahir kembali.

Pencetak gol terbanyak sepanjang masa piala dunia itu kini perannya sangat dirindukan. Klose sendiri terakhir tampil di Piala Dunia 2014 saat Jerman menjuarai Piala Dunia.
Setelah era Klose, sempat dicoba Mario Gomez, Muller, kemudian kini Werner maupun Havertz, hasilnya masih tak sesuai harapan. Permasalahan ini sebenarnya terlihat simple. Namun keberadaanya sangat krusial bagi pola permainan Jerman.

Saking susahnya mencari pemain nomor 9, dulu bahkan sempat ada pengumpamaan jika Jerman mempunyai, atau bisa menaturalisasi seorang Robert Lewandowski saja, lengkaplah sudah Jerman.

Potensi Jerman Di Piala Dunia 2022

Nah, jika menilik dari beberapa permasalahan yang dialami Jerman. Bagaimanapun Jerman harus cepat mengevaluasi dan mencari solusi yang tepat. Mengingat putaran Piala Dunia makin dekat.

Kans Jerman untuk melaju jauh di Piala Dunia nanti pun masih terhitung samar-samar jika melihat penampilannya yang sampai sekarang belum konsisten. Memang di babak fase Grup E, praktis hanya Spanyol yang menjadi ganjalan. Sedangkan Jepang dan Kosta Rika secara kualitas masih di bawah keduannya. Seharusnya di atas kertas Jerman dan Spanyol mampu lolos mudah dari grup ini. Tinggal bagaimana di fase knockout nanti.

Namun, belajar dari peristiwa Piala Dunia Rusia 2018, ketika mereka terjegal justru oleh tim-tim kelas dua. Apakah kini kembali akan terulang dengan Jepang dan Kosta Rika? Seharusnya mereka sadar dan segera mampu keluar dari bayang-bayang kelam itu, kalau tidak ingin kembali kandas.

Sumber Referensi : dw.com, theguardian, sportsbrief

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru