Beranda blog Halaman 329

Klub Sultan Baru Nih Bos! Rencana Gila Newcastle Beli The Next Pirlo Sandro Tonali

Newcastle melakukan langkah yang tak terduga di bursa transfer musim panas ini. Sepertinya mereka tidak mau malu-malu lagi dalam beli pemain incaran. Tampaknya Newcastle ingin mengumumkan diri sebagai klub sultan baru di Premier League dengan mendatangkan nama pemain elit Eropa. Terbaru adalah Sandro Tonali.

Newcastle sudah melayangkan tawaran kepada bintang AC Milan itu. Jumlahnya pun tidak sedikit. Dilansir dari the guardian Newcastle sudah siapkan dana sekitar 60 juta pounds. Itu belum ditambah beberapa biaya tambahan seperti bonus dan lainnya.

Newcastle Butuh Gelandang

Posisi gelandang memang jadi fokus utama Eddie Howe sebagai manajer Newcastle. Ia ingin memperkuat lini tengah the magpies di musim depan. Apalagi mengingat Newcastle bertarung di Liga Champions dan berpotensi masuk grup neraka.

Sandro Tonali awalnya bukan target utama Newcastle. Target awal mereka adalah Nicolo Barella dari Inter Milan. Tapi Inter mematok harga yang cukup tinggi untuk finalis Liga Champions itu. Nerazzurri menolak tawaran Newcastle yang senilai 30 juta pounds untuk pemain berusia 26 tahun itu.

Inter mendatangkan Barella dengan harga 40 juta pounds dari Cagliari di tahun 2019. Inter tidak ingin rugi dengan menjual Barella di bawah harga beli mereka. Untuk itu Inter dikabarkan mematok harga sekitar 80 juta pounds untuk gelandang tersebut.

Newcastle menganggap kalau harga segitu masih terlalu mahal. Apalagi mengingat usia Barella yang sudah 26 tahun. The Magpies tidak ingin membeli Barella dengan harga yang lebih mahal dari 50 juta pounds.

Tawar menawar yang alot itu membuat Newcastle memilih untuk mundur dari proses negosiasi. Eddie Howe berpikir jika mereka harus mengeluarkan uang lebih dari 50 juta pounds, maka pemain yang didatangkan harus pemain yang menjanjikan.

Dari situ, Newcastle mulai memalingkan pandangan ke Sandro Tonali dari AC Milan. Eddie Howe menganggap kalau Tonali adalah prospek yang lebih menjanjikan daripada Barella. Usianya masih 23 tahun tapi sudah jadi gelandang andalan AC Milan dan jadi salah satu yang terbaik di Serie A.

Sandro Tonali si The Next Pirlo

Tonali sudah jadi sensasi di Serie A sejak sebelum datang ke Milan. Ia adalah gelandang muda berbakat yang dimiliki oleh Brescia. Itu adalah klub yang juga pernah Andrea Pirlo bela sebelum datang ke Milan. Ia juga bermain di posisi yang sama dengan Pirlo. Tak ayal, media Italia langsung melabeli Tonali sebagai the next Pirlo pada saat itu.

Ia awalnya datang ke Milan dengan status pinjaman di tahun 2020. Menyandang status the next Pirlo, Tonali malah meminta untuk memakai jersey nomor 8 peninggalan Gennaro Gattuso. Tonali bilang kalau ia sudah dapat izin langsung dari legenda Italia itu.

Di musim pertamanya bersama Milan, Tonali masih belum menunjukan kapasitas maksimalnya. Ia banyak menerima kritik dan dinilai masih belum pantas bermain untuk Milan. Kenyataannya ia memikul beban yang berat. Menyandang status the next Pirlo, memakai jersey peninggalan Gattuso dan bermain di San Siro. Itu terlalu berat untuk remaja yang saat itu masih berusia 20 tahun.

Untungnya Milan dan Stefano Pioli tidak hilang keyakinan pada Tonali. Pioli sadar kalau Tonali hanya butuh waktu untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Di tahun 2021, Milan pun mempermanenkan Tonali dengan biaya transfer 14 juta euro.

Di musim kedua ini Tonali semakin berkembang. Ia tampil di hampir semua laga Serie A Milan. Dari 36 penampilannya ia mencetak 5 gol dan 3 assist. Catatan yang tidak buruk sama sekali untuk seorang gelandang bertahan. AC Milan juga dapat gelar scudetto musim itu.

Cocok Untuk Newcastle

Musim 2022/23 kemarin Tonali masih jadi andalan untuk Milan. Ia tampil sebanyak 48 pertandingan di semua kompetisi. Tonali mencetak 2 gol dan 7 assist untuk Milan di Serie A. Di Liga Milan memang tidak terlalu beruntung. Mereka finis di peringkat ke-4.

Tapi Tonali tampil cukup memuaskan di Liga Champions. Ia berhasil bawa rossoneri sampai ke semifinal sebelum kalah melawan rival sekota mereka, Inter. Di Champions League itu Tonali bermain di 12 pertandingan dan mencatatkan 3 assist.

Kemampuan Tonali dalam menciptakan assist itu bakal jadi aset berharga Newcastle. Tapi tidak hanya itu. Newcastle juga membutuhkan seorang gelandang yang memiliki insting bertahan kuat seperti Tonali.

Sejak Jonjo Shelvey meninggalkan Newcastle di bulan Januari kemarin klub memiliki lubang yang menganga di lini tengah. Eddie Howe tidak memiliki gelandang dengan kecakapan bertahan yang cukup baik. Akibatnya ia memainkan Bruno Guimaraes sedikit lebih bertahan. Padahal itu bukan posisi alami Guimaraes.

Gelandang Brasil itu memang masih tampil bagus dengan berkontribusi pada 10 gol Newcastle. Namun dengan adanya Sandro Tonali, Guimaraes bisa memaksimalkan potensinya. Ia bisa kembali fokus berperan jadi gelandang box-to-box yang lebih cair di atas lapangan.

Tidak hanya itu, Guimaraes dan Tonali juga bisa membantu menciptakan peluang-peluang untuk lini serang Newcastle. Tonali berada di peringkat 14% teratas sebagai pemain yang menciptakan peluang terbanyak di Eropa.

Pemain Incaran Lainnya

Newcastle sudah mencapai kesepakatan pribadi dengan Tonali sejak tanggal 22 juni kemarin. Tonali setuju untuk bergabung dengan Newcastle setelah Milan merestui penjualan Tonali di bursa transfer musim ini.

Newcastle menawarkan 60 juta pounds kepada Milan. Tapi Milan memberikan tawaran balasan sebesar 70 juta Pounds. Mengingat kebutuhan mendesak Eddie Howe, seharusnya itu nominal yang masih bisa dijangkau Newcastle.

Namun Newcastle kabarnya tidak akan berhenti sampai di Tonali saja. Eddie Howe masih ingin memperkuat lini tengahnya dengan membeli pemain lain. Prioritas utama lainnya adalah James Maddison.

Eddie Howe membutuhkan seorang gelandang serang sekaligus playmaker. James Maddison adalah orang yang tepat. Ia sudah mengumumkan kalau dirinya ingin pindah dari Leicester yang kini terdegradasi.

Jika rencana Eddie Howe berhasil maka lini tengah Newcastle akan mengerikan. Dengan Toneri dan Guimaraes berpadu di belakang James Maddison. Itu bakal jadi trio gelandang yang legendaris di Premier League.

Tapi Newcastle tidak sendiri dalam perburuan James Maddison. Tottenham Hotspurs juga jadi klub yang menginginkan jasa gelandang berusia 26 tahun itu. Tapi Newcastle harusnya jadi pilihan yang lebih memikat. Sebab Spurs tidak akan bermain di Liga Champions musim depan.

Meskipun begitu, Newcastle masih memiliki beberapa alternatif lain jika gagal mendapatkan Maddison. Salah satunya adalah James Ward-Prowse dari Southampton. Ia berkontribusi pada 16 gol Soton musim lalu.

Sama seperti Maddison, klubnya terkena degradasi dan ingin terus bermain di Premier League. Selain itu ia juga pasti ingin melanjutkan rekornya untuk jadi pencetak free kick terbanyak di Premier League melebihi David Beckham.

Sumber referensi: Athletic, Guardian, Independent, One, Sempre, Express

Sama-Sama Kaya, Mengapa Manchester City Bisa Sukses, Sedangkan PSG Tidak?

0

Raihan treble Manchester City memperlihatkan bahwa pepatah uang bisa membeli kesuksesan itu benar belaka. Zaman sekarang, klub akan sulit bersaing kalau tidak punya uang. Seumpama ingin juara, meraih trofi yang tidak sedikit, maka klub itu harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit pula.

Tanpa uang, klub sama sekali tak kompetitif, kurang menggigit, dan prestasinya begitu-begitu saja. Sayangnya, kredo tersebut hanya bekerja di Manchester City, tidak dengan Paris Saint-Germain. Klub asal Kota Paris itu juga sebenarnya kaya. Jika Manchester City dikuasai taipan Abu Dhabi, PSG dikuasai konglomerat dari Qatar.

Namun, PSG masih kalah sukses dari Manchester City. Les Parisiens belum sanggup meraih gelar Liga Champions, sedangkan Manchester City sudah menyabetnya. Bahkan menghasilkan treble. Pertanyaannya, mengapa bisa seperti itu?

Sama-Sama Kuat Secara Finansial

Bos Manchester City dan presiden Paris Saint-Germain adalah dua manusia yang bergelimang harta. Menurut laporan Goal, seperti dikutip Give Me Sport, pemilik PSG, Nasser Al-Khelaifi sedikitnya mempunyai total kekayaan 6,3 miliar poundsterling atau sekitar Rp120 triliun per Mei 2023.

Sementara, menurut laporan The Sun, pemilik Manchester City, Sheikh Mansour bin Zayed al-Nahyan memiliki kekayaan lebih banyak dari Nasser, yaitu 17 miliar poundsterling atau kalau dirupiahkan sekira Rp324,1 triliun.

Baik Manchester City maupun PSG juga punya total nilai skuad yang sangat tinggi. Mengutip data dari Transfermarkt, total nilai skuad PSG mencapai 882,55 juta euro atau setara Rp14,4 triliun. Sedangkan Manchester City 1,09 miliar euro atau Rp17,8 triliun.

Kedua tim ini juga masuk dalam jajaran 10 tim dengan pengeluaran transfer tertinggi selama lima musim terakhir. PSG menempati posisi tujuh dengan total pengeluaran transfernya menyentuh 658 juta euro (Rp10,8 triliun). Kalau The Citizens berada di posisi lima dengan total mengeluarkan 708 juta euro (Rp11,6 triliun) untuk transfer.

Memang, dari data-data tadi menunjukkan bahwa Manchester City lebih digdaya soal finansial daripada Les Parisiens. Namun, itu tidak menutup fakta bahwa kedua tim ini kekayaannya hampir sepadan. Sayangnya, PSG tidak maksimal dalam memanfaatkan kekayaan itu.

Manchester City Cepat, PSG Tidak

Kendati demikian, baik PSG maupun Manchester City sama-sama telah membuktikan keperkasaanya di liga domestik. Dalam enam musim terakhir, Les Parisiens berhasil menjadi juara Ligue 1 sebanyak lima kali, persis seperti Manchester City.

Lalu di kompetisi domestik, dalam lima musim terakhir, Manchester City sukses menyabet dua kali gelar Piala FA. Begitu pula PSG. Les Parisiens sudah dua kali meraih gelar Coupe de France dalam lima musim terakhir.

Namun, kalau melihat perjalanan keduanya di kompetisi domestik, Piala FA maupun Coupe de France, PSG tidak konsisten. Dalam lima musim terakhir, Les Parisiens memang meraih dua gelar, tapi dalam dua musim terakhir mereka hanya bisa sampai di fase 16 besar.

Sementara, dalam lima musim terakhir, City selalu sampai ke partai semifinal. Di Liga Champions pencapaian PSG juga sangat timpang dibandingkan City. Bukan hanya karena City sudah meraih gelar juara, tapi dalam enam musim terakhir saja PSG kerap terhenti di babak 16 besar.

Nah, The Citizens sejak musim 2017/18 selalu sampai ke babak perempat final Liga Champions. Ini membuktikan, meski dengan kekuatan finansial yang besar, Manchester City dan PSG punya hasil yang berbeda.

Pendekatan City Lebih Jelas

Hasil yang berbeda itu berkaitan dengan cara atau pendekatan dari kedua tim yang berbeda. Bisa dikatakan apa yang dilakukan Manchester City lebih jelas daripada PSG. Setelah mengakuisisi Manchester City, Sheikh Mansour punya rencana jangka panjang dengan tujuan meraih setiap trofi yang ada. Demi mencapai tujuannya itu, ia melihat proyek yang diterapkan Barcelona.

Ia merasa cocok dengan apa yang dilakukan Barcelona. Tim tersebut cukup sukses pada saat itu. Sheikh Mansour makin yakin dengan cetak biru yang dipakai Barcelona setelah tim itu sukses meraih sextuple dan menjadi tim pertama yang melakukannya.

Pada tahun 2012 pun, City Football Group yang menguasai Manchester City, “mencuri” otak kesuksesan Barcelona. City mendatangkan Ferran Soriano yang pernah menjadi wakil presiden Joan Laporta selama lima tahun.

The Citizens juga mendatangkan Txiki Begiristain, direktur olahraga yang bekerja di Barcelona dari 2003 hingga 2010. Puncaknya, pada tahun 2016, Manchester City merekrut Josep Guardiola, pelatih peraih sextuple bersama Barcelona. Txiki Begiristain, Ferran Soriano, dan Josep Guardiola adalah perpaduan maut yang akhirnya mengantarkan City meraih treble bersejarah.

Proyek PSG Tak Jelas

Sementara itu, PSG memang menunjuk Direktur Olahraga Leonardo Araujo tahun 2011. Ia adalah mantan manajer Inter dan AC Milan. Pernah juga menjadi direktur teknik AC Milan. Namun, PSG seolah tak punya rencana yang jelas. Buktinya, tahun 2013 Leonardo justru dipecat.

Lalu pada tahun 2019, PSG mempekerjakan Leonardo lagi sebagai direktur olahraga. Kemudian dipecat lagi dan digantikan Luis Campos. Kemampuan manajemen Leonardo maupun Campos sebenarnya tidak buruk. Namun, karena tak punya proyek pasti sebagaimana Manchester City yang mengadopsi cara Barcelona, PSG akhirnya kerap gonta-ganti pelatih.

Manchester City juga demikian. Tapi karena rencananya jelas dan bertahap, setiap pelatih yang didatangkan sering nyetel. Nah, PSG acap kali memecat pelatih sembarangan. Carlo Ancelotti yang memberi gelar Ligue 1 yang 19 tahun tak pernah diraih saja dipecat. Sebelumnya Antoine Kombouare juga dipecat.

Laurent Blanc yang cukup sukses tapi tidak mampu di Liga Champions juga dipecat. Unai Emery yang jago di kompetisi Eropa pun didepak PSG. Mauricio Pochettino yang pernah membawa Tottenham ke final Liga Champions juga dipecat. Apalagi Christophe Galtier. Total ada tujuh pelatih yang dipecat PSG sejak 2011.

Sementara Manchester City selama diakuisisi Sheikh Mansour hanya dilatih empat manajer utama: Mark Hughes, Roberto Mancini, Manuel Pellegrini, dan Josep Guardiola. City juga tidak memecat Guardiola saat gagal di final Liga Champions 2021. Hal yang tidak dilakukan PSG terhadap Thomas Tuchel.

Pembelian Pemain yang, Ah Sudahlah…

Wajar kalau City tidak memecat Guardiola saat gagal di final. Sebab Guardiola adalah target mereka sejak lama. Okelah, mari lanjut pembahasannya ke soal pemain. Kedua tim tak bisa ditampik bahwa aktif membeli pemain berbanderol mahal.

Ingat bagaimana PSG membayar pemain Barcelona, Neymar dengan banderol 222 juta euro (Rp3,6 triliun) ? PSG juga membeli Kylian Mbappe dari AS Monaco dengan mahar sampai 135 juta euro (Rp2,2 triliun). PSG juga membeli Lionel Messi. Sebelumnya ada Edinson Cavani, Marquinhos, Angel Di Maria, Ibrahimovic, Verratti, Lucas Moura, Lavezzi, dan masih banyak lagi.

Masalahnya, PSG membeli pemain mahal tapi tidak mempertimbangkan situasi jangka panjang. Manchester City mempertimbangkan itu. Bahkan tidak hanya untuk solusi jangka panjang, dalam merekrut pemain, City lebih mempertimbangkan kebutuhan manajer.

City tidak membutuhkan pemain dengan nama besar, meskipun mereka juga pernah mendatangkannya. Yang dilakukan City membeli pemain sesuai kebutuhan, namun dibayar dengan nominal yang mencekik leher. Misalnya, Bernardo Silva yang dibeli 50 juta euro (Rp819 miliar). Padahal waktu itu Bernardo bukan pemain bintang.

Kevin de Bruyne yang disia-siakan Chelsea dan “hanya” bermain di Wolfsburg bahkan dibeli Manchester City dengan banderol 76 juta euro (Rp1,2 triliun). Padahal De Bruyne walau tampil apik, bukan pemain bintang waktu itu.

Tapi baik Bernardo maupun De Bruyne adalah pemain yang dibutuhkan Manchester City. Keduanya berperan penting, seperti halnya dalam meraih trigelar. Minimnya pemain berlabel bintang yang bersarang di Manchester City, membuat pelatih mudah untuk mengaturnya.

Nah, hal inilah yang gagal di PSG. Banyaknya pemain bintang, tim menjadi sulit diatur. Maka benar saja kalau pada akhirnya, Manchester City menjadi lebih sukses daripada Paris Saint-Germain.

Sumber: Chaseyoursport, Goal, Eurosport, Khelnow, RT, Transfermarkt

Tak Disangka, Para Bintang Top Dunia Ini Sempat Jebol Gawang GBK

Sejak era 2000-an, Stadion Utama Gelora Bung Karno kerap dijajal oleh para bintang top dunia. Bahkan akhir-akhir ini juara dunia Argentina pun sempat menjajal rumput stadion bersejarah milik Indonesia ini.

Yang menarik, tak jarang pula para bintang top dunia yang sudah mengoyak jala gawang Gelora Bung Karno. Nah, berikut adalah nama-nama bintang top dunia tersebut.

Toni Kroos

Dimulai dari tahun 2008. The Bavarians melakoni uji coba melawan timnas Indonesia. Munchen datang ke Jakarta dalam rangka tur Asia mereka selain ke India dan Tiongkok.

Sayang, sang raja Bundesliga itu tak membawa beberapa pemain pilarnya seperti Frank Ribery, Miroslav Klose, Bastian Schweinsteiger, maupun Lukas Podolski. Beberapa bintang yang hadir ke Jakarta hanya ada Ze Roberto, Oliver Kahn, maupun Mark Van Bommel.

Namun siapa sangka, yang mampu menjebol jala gawang GBK adalah Toni Kroos. Kroos justru ketika itu masih berstatus sebagai wonderkid yang masih coba dimatangkan pelatih Ottmar Hitzfeld. Gol dari pemain yang masih bernomor punggung 39 itu, sekaligus melengkapi kemenangan Die Roten atas Timnas Indonesia 5-1.

Suarez dan Cavani

Tak hanya klub, level negara pun pernah menyambangi Jakarta. Ya, timnas Uruguay pernah dijajal timnas Indonesia pada tahun 2010. Timnas ketika itu sengaja mengundang Uruguay sebagai ajang pemanasan skuad besutan Alfred Riedl jelang Piala AFF 2010.

La Celeste yang berstatus sebagai semifinalis Piala Dunia 2010, banyak dinanti kedatangannya. Namun sayang, skuad besutan Oscar Tabarez tersebut tak membawa serta bintangnya, Diego Forlan.

Menariknya, para bintang masa depan macam Luis Suarez dan Edinson Cavani tak terlalu dinanti oleh para fans di Indonesia. Maklum, ketika itu Suarez masih di Ajax dan Cavani masih di Palermo.

Justru pada saat pertandingan, dua bomber itulah yang mampu melesakan golnya ke jala gawang GBK. Laga yang berkesudahan telak 7-1 untuk kemenangan La Celeste tersebut, beberaan dari duet striker maut Uruguay itu. Suarez dan Cavani tak disangka sama-sama mengukir hattrick.

Coutinho

Beralih ke tahun 2012, Jakarta kembali kedatangan klub besar Eropa yakni Inter Milan. Kedatangan Inter Milan ketika itu masih dalam kisruh dualisme PSSI. Inter Milan asuhan Andrea Stramaccioni itu datang ke Indonesia untuk melakoni dua laga yang dihelat di GBK.

Menariknya, Nerazzurri hanya akan melawan timnas yang diisi bukan dari pemain Indonesia Super League (ISL). Maka tak heran dalam skuad besutan Nilmaizar itu tak ada nama Bambang Pamungkas maupun Cristian Gonzales.

Inter sendiri datang ke Jakarta dengan membawa banyak bintangnya termasuk Diego Milito, Maicon, Cambiasso, maupun Javier Zanetti. Namun saat laga berlangsung, justru yang bisa mencetak gol di GBK hanya Coutinho.

Pemuda Brazil yang ketika itu masih berstatus sebagai wonderkid. Mantan bintang Liverpool, Barca, dan Munchen itu menceploskan dua gol di jala gawang GBK di kemenangan 4-2 atas Timnas Indonesia.

Arjen Robben

Selang setahun tepatnya pada Juni 2013, kembali ada negara kuat yang menjajal rumput GBK. Mereka adalah timnas Belanda. Laga bertajuk FIFA Matchday tersebut dijadikan Belanda ajang pemanasan skuadnya untuk mengejar tiket Piala Dunia 2014. Maklum, mereka baru saja absen di EURO 2012.

De Oranje ketika itu datang ke Indonesia dengan skuad lengkap asuhan Louis Van Gaal. Ada Van Persie, Dirk Kuyt, Arjen Robben, hingga Sneijder. Menggunakan jersey khasnya, timnas Belanda menjajal kekuatan Indonesia All Star yang dipimpin pelatih Jacksen F Tiago.

Laga tersebut berjalan alot dan hanya berakhir dengan skor 3-0 saja. Menariknya, dari sederet bintang yang dimainkan Van Gaal, hanya ada satu yang bisa mengoyak jala gawang GBK. Ia adalah Arjen Robben, yang ketika itu masih bermain di Munchen. Sedangkan dua gol sisanya, dicetak pemain medioker Sim De Jong.

Giroud dan Podolski

Selang sebulan dan masih di tahun 2013, setidaknya ada tiga klub sekaligus dari Liga Inggris yang menjajal rumput stadion GBK. Yang pertama ada Arsenal pada 14 juli 2013. The Gunners datang ke Jakarta menjalani tur asia mereka selain ke Vietnam dan Jepang.

Pasukan Arsene Wenger membawa serta beberapa bintang seperti Arteta, Walcott, Rosicky, Podolski, hingga Olivier Giroud. Menggunakan jersey away-nya yang berwarna kuning, The Gunners menjajal timnas Indonesia All Star yang dihuni pemain naturalisasi, seperti Victor Igbonefo maupun Sergio Van Dijk. Laga itu berkesudahan telak 7-0 untuk kemenangan Meriam London.

Tak semuanya bintang Arsenal bisa mengoyak jala gawang GBK. Yang mampu hanya striker andalan AC Milan sekarang, Olivier Giroud, mantan striker andalan timnas Jerman Lukas Podolski, dan mantan sayap lincah Inggris, Theo Walcott. Sisanya, gol dicetak oleh para pemain muda.

Coutinho dan Sterling

Masih di bulan Juli, giliran Liverpool yang datang ke Jakarta. Sama dengan Arsenal, The Reds juga datang dalam rangka lawatan tur Asia mereka selain ke Australia dan Thailand. The Reds di bawah asuhan Brendan Rodgers membawa beberapa bintang mereka. Diantaranya Daniel Agger, Kolo Toure, dan tentu saja sang kapten Steven Gerrard.

Menggunakan jersey away berwarna ungu, The Reds menjajal kekuatan Indonesia All Star yang dibesut oleh pelatih Jacksen F Tiago. Tak seperti ketika melawan Arsenal, laga justru berjalan ketat dan berakhir hanya dengan skor 2-0 saja.

Tapi menariknya dua gol The Reds itu lahir dari bintang masa depan mereka, Coutinho dan Raheem Sterling. Kedua pemain namanya belum terkenal seperti sekarang. Mereka berdua masih berstatus wonderkid yang sedang berkembang di Anfield.

Terry, Lukaku, dan Hazard

Masih di tahun yang sama 2013, Chelsea didatangkan ke Jakarta juga sebagai bagian dari lawatan tur Asia mereka selain di Malaysia dan Thailand. The Blues ketika itu masih diasuh oleh Jose Mourinho.

Tim besutan The Special One tersebut datang ke Jakarta untuk menjajal tim Indonesia All Star yang dilatih oleh Rahmad Darmawan. The Blues ke Jakarta membawa serta beberapa bintangnya. Diantaranya ada John Terry, Eden Hazard, Ashley Cole, maupun Michael Essien.

Laga yang berlangsung timpang tersebut, akhirnya berakhir dengan skor telak 8-1. Parade gol Chelsea itu salah satunya dicetak oleh bintang mereka Eden Hazard dan Michael Essien. Beberapa gol lainnya bahkan dicetak oleh beberapa pemain muda Chelsea. Salah satunya yang kini menjadi bintang Inter Milan, Romelu Lukaku.

Pirlo dan Tevez.

Selang setahun tepatnya di 2014, giliran Juventus yang hadir ke Jakarta. La Vecchia Signora datang dalam lawatan tur Asia mereka selain ke Australia dan Singapura. Juventus kala itu masih dipegang Max Allegri. Banyak bintang yang diikutsertakan dalam tur asianya ini, termasuk Pogba, Pirlo, Buffon, Bonucci, Chiellini, maupun Tevez.

Juventus kala itu bertanding melawan ISL All Star asuhan pelatih asing Stefan Hansson. Laga itu berjalan timpang dengan hasil telak 8-1 untuk kemenangan Bianconeri.

Yang bisa mencetak gol di GBK diantara para bintang Juventus itu adalah Pirlo dan Tevez. Masing-masing dari mereka menyumbang satu gol. Gol lainnya di borong pemain macam Llorente, Giovinco, Koman, dan juga Simone Pepe.

Paredes dan Romero

Yang terakhir yang baru saja terjadi, PSSI menjalani laga FIFA Match Day di GBK melawan sang juara Piala Dunia 2022, Argentina. Sayang, Argentina asuhan Lionel Scaloni tak membawa serta bintangnya Lionel Messi, Dybala, Di Maria, maupun Lautaro Martinez.

La Albiceleste menjajal kekuatan Timnas Indonesia asuhan Shin Tae-Yong yang lagi bersiap menuju Piala Asia. Laga yang disaksikan jutaan pasang mata dunia itu akhirnya berkesudahan dengan skor 2-0.

Dari sederet bintang yang diharapkan mampu membobol jala gawang GBK seperti, Julian Alvarez, maupun Garnacho, namun nyatanya keduanya justru mandul. Yang bisa menjebol jala gawang GBK hanya pemain Juventus, Leandro Paredes dan pemain Spurs, Christian Romero.

Sumber Referensi : kompas, tempo, bola.com, detik, bola.com, detik, bola.com

Sempat Berseteru, Kenapa Persija Kembali Datangkan Simic?

0

Bocornya informasi transfer pemain pernah jadi konsep yang dipakai Bali United saat mendatangkan Hariono. Tapi yang dilakukan Persija Jakarta beda lagi. Ini cenderung seperti blunder dari salah satu tim media Persija. Soalnya, sebelum pihak klub mengeluarkan pernyataan resmi, video Marko Simic mengenakan jersey Persija bocor melalui postingan akun bernama @aallffaarraabbyy

Sontak video tersebut ramai diperbincangkan. Langkah yang diambil Persija cukup mengejutkan. Karena klub kebanggaan warga Jakarta itu memiliki kenangan buruk dengan Marko Simic. Keduanya pernah berselisih hebat tahun lalu sehingga mengakibatkan Persija didenda miliaran rupiah oleh FIFA. Lantas apa yang membuat Persija mau bekerjasama lagi dengan Simic? 

Padahal Pernah Berseteru

Di era keemasannya, sulit memisahkan nama Marko Simic dengan Persija. Sang pemain begitu dicintai oleh publik Jakarta, begitupun sebaliknya. Simic seperti menemukan rumah di Persija Jakarta. Maka dari itu, meski kompetisi sempat terhenti karena Covid-19, ia tetap bertahan di Persija.

Namun, pandemi justru memunculkan benih-benih konflik antara Marko Simic dan Persija. Desclaimer saja, Simic ini tipikal pemain yang tak bisa dijauhkan dari hal-hal berbau kontroversi. Ia bahkan sempat tersandung beberapa kasus pelecehan yang salah satunya melibatkan pedangdut kondang, Via Vallen pada tahun 2018.

Nah, konflik yang paling parah terjadi pada tahun 2022. Dia mengaku gajinya tak dibayar oleh klub ketika kompetisi mandek karena pandemi. Akhirnya, Simic pun mengakhiri kontrak secara sepihak. Penyerang berusia 35 tahun itu juga mengaku mendapatkan ancaman dari beberapa pihak yang tak bertanggung jawab.

Pihak Persija pun membantah tuduhan tersebut. Kata Presiden Persija, Mohamad Prapanca, Persija merupakan klub yang taat hukum. Ia mengklaim kalau Simic tetap mendapatkan gaji yang sesuai dengan keputusan PSSI terkait pemberhentian kompetisi karena adanya pandemi Covid-19. 

Dalam Surat Keputusan PSSI bernomor SKEP/69/XI/2020, pihak klub berhak memotong gaji pemain sebesar 75% selama kompetisi dihentikan. Dan Simic sepakat untuk itu. Namun, seiring berjalannya waktu, sang pemain memiliki pemahaman yang berbeda untuk adendum berikutnya. 

Tidak menemukan jalan tengah, Simic pun membawa permasalahan ini ke FIFA. Setelah mengumpulkan bukti-bukti, FIFA pun mengabulkan tuntutan Simic. Persija dicap bersalah atas perselisihan ini dan akhirnya dihukum oleh FIFA untuk membayar kewajibannya sebesar Rp7 miliar kepada Simic.

Pernah Gacor Pada Masanya

Pernah terlibat konflik yang cukup bikin kantong Persija terkuras, kenapa mereka masih mau bekerjasama lagi dengan mantan pemainnya itu? Banyak faktor yang mendasari Persija mau mengontrak Marko Simic lagi. Salah satunya karena track record yang baik selama empat setengah tahun bersama.

Saat membela Persija dari tahun 2017 hingga 2022, Simic dikenal sebagai penyerang yang haus gol. Bermodalkan badan yang kekar dan ketajaman di depan gawang, Simic menjelma jadi mimpi buruk bagi pertahanan tim-tim Liga 1 Indonesia saat itu.

Ketajaman mantan rekan Dejan Lovren ini sudah terlihat sejak Piala Presiden tahun 2018. Simic jadi pemain terbaik sekaligus top skor ajang tersebut dengan torehan 11 gol. Kecemerlangannya pun terus berlanjut ke kompetisi Liga 1 tahun 2018.

Di musim perdananya tampil di Liga Indonesia, Simic mencetak 18 gol dari 30 penampilan. Belum lagi, pada saat itu Persija juga tampil di AFC Cup. Memainkan tujuh pertandingan di kompetisi tersebut, Simic mencetak sembilan gol. Itu catatan yang luar biasa untuk debutan di Liga Indonesia.

Simic mengakhiri musim debutnya dengan manis. Ia berhasil mengawinkan gelar Piala Presiden dengan gelar juara Liga 1 tahun 2018. Bukannya mengendur, Simic justru makin gacor di musim-musim berikutnya. 

Membangun koneksi yang luar biasa dengan Riko Simanjuntak, jumlah gol Simic kian melonjak. Ia bahkan dinobatkan menjadi top skor Liga 1 tahun 2019 dengan catatan 28 gol. Sayangnya, Persija tak bisa mempertahankan gelar di musim tersebut.

Tingginya Standar Thomas Doll

Persija bahkan berani kembali mengontrak Simic selama dua tahun. Itu akan membuat dirinya bertahan hingga berusia 37 tahun. Tapi kenapa Marko Simic? Dia kan udah tua? Kabarnya, Persija cukup kesulitan mencari pemain yang sesuai dengan kriteria Thomas Doll. Sekalinya ada, harganya sangat mahal.

Nah, seperti yang sudah disampaikan tadi, rekam jejak Simic di Liga Indonesia jadi pertimbangan. Bermain 111 pertandingan di semua kompetisi, Simic telah mencatatkan 73 gol selama membela Macan Kemayoran. 

Jika kita mengesampingkan seluruh kontroversinya, Simic merupakan striker jempolan di Liga Indonesia. Jadi pihak Persija merasa Simic bisa memberikan jaminan gol ketimbang harus bertaruh pada penyerang baru yang kualitasnya belum teruji di persepakbolaan Indonesia

Musim Lalu Jadi Evaluasi

Selain itu, Persija juga sedang mengubah sistem transfer mereka. Melihat pemain yang sudah didatangkan, mereka tampaknya cukup trauma dengan pemain-pemain asing berbandrol tinggi di musim lalu. Jadi, Persija baru mendatangkan pemain yang kualitasnya sudah terbukti di Indonesia.

Mereka adalah Rizky Ridho dari Persebaya dan Ryo Matsumura yang pernah bermain di Persis Solo. Manajemen Persija tentu banyak belajar setelah mendapatkan hasil yang tak maksimal meski sudah menggelontorkan dana miliaran rupiah untuk mendatangkan empat pemain asing berlabel bintang.

Sebut saja Hanno Behrens, pemain Jerman yang ditebus hampir Rp3,5 miliar dari klub kasta kedua Liga Jerman, Hansa Rostock. Awalnya Behrens tampil sangat baik. Ia bahkan jadi andalan Thomas Doll di sektor tengah. Namun, sang pemain bermasalah dengan cuaca dan makanan di Indonesia. Menurutnya, makanan Indonesia sering membuat Behrens sakit perut dan itu mengganggu performanya di lapangan.

Selain itu ada Michael Krmencik. Usut punya usut, pemain ini jadi penandatanganan termahal dalam sejarah Persija. Menurut situs Transfermarkt, harga transfernya dirahasiakan. Tapi melansir laporan Sportstars, Persija harus merogoh kocek hingga 1,5 juta euro atau Rp23 miliar untuk menebus Krmencik dari Club Brugge. Itu jadi angka yang tak sebanding dengan performanya selama musim 2022/23.

Menghabiskan puluhan miliar rupiah tapi kalah saing sama PSM yang menggunakan pemain seadanya, tentu bikin manajemen Persija tepok jidat. Mereka tak mau asal mengiyakan permintaan Doll lagi. Macan Kemayoran sedikit berhati-hati dalam mendatangkan pemain anyar musim ini dan Simic jadi opsi paling masuk akal.

Win-win Solution?

Ada faktor non teknis yang muncul ketika Persija mengumumkan kedatangan Simic. Dilansir Goal, kesepakatan ini adalah win-win solution mengingat mereka pernah berkonflik tahun lalu.

Transfer ini merupakan siasat untuk mengatasi hukuman FIFA. Persija yang diperkirakan enggan membayar Rp7 miliar kepada Simic akhirnya mendatangkan kembali sang pemain karena mereka tahu, kalau Simic masih mencintai Persija.

Hanya saja, jika benar demikian, itu bukanlah keputusan yang menyenangkan semua pihak, terutama untuk Jakmania. Semua mengakui Simic striker bagus, tapi banyak yang beranggapan masanya sudah lewat. Image Simic di mata beberapa fans juga sudah buruk saat memutuskan kontrak secara sepihak.

Simic Buka Suara

Melihat respons yang kurang baik, Simic pun angkat bicara. Menurutnya, ada urusan yang belum selesai dengan Persija. Ia merasa masih ada target-target yang harus dicapai bersama Macan Kemayoran. Simic juga menyinggung rencana besar yang dicanangkan oleh Persija. Mengingat tim akan berlaga di kompetisi Asia musim depan.

Apa pun latar belakang keputusan Persija mendatangkan kembali Simic, harus dilihat dari hasilnya. Keduanya harus saling berkomitmen untuk membuktikan bahwa reuni ini adalah perwujudan dari slogan “To The Next Level”, bukan karena nggak ada opsi lain.

Sumber: Goal, Sportstars, Tempo, CNN, Bolasport

Bagaimana Remaja Gila Pesta Jadi Juara Treble Winner

Maret 2019 di pertandingan Second City Derby yang mempertemukan Aston Villa dan Birmingham City. Seorang penyusup lapangan memukul wajah Jack Grealish yang masih bermain untuk Aston Villa. Grealish pun tersungkur di tanah dengan kebingungan.

Itu jadi pengalaman yang hina untuk Jack Grealish. Dipukuli seorang penonton saat dirinya bahkan tidak bermain di Premier League. Ya, Aston Villa saat itu bermain di kasta rendahan, divisi kedua Liga Inggris. Tapi kita semua tahu itu bukan akhir dari kisah Jack Grealish.

Ia mampu menemukan momentumnya sendiri untuk mekar. Tak lebih dari empat tahun setelah kejadian memalukan itu, Grealish jadi pemain Inggris termahal dan bermain untuk klub tersukses di Premier League. Dan di tahun 2023, Ia bisa berpesta gila-gilaan setelah dapat treble bersama Manchester City.

The Villans Sejati

Padahal jadi pemain Manchester City atau tim Premier League lain mungkin tidak terbayangkan oleh Grealish sebelumnya. Sebab Grealish lahir dari keluarga pendukung setia Aston Villa. Ayahnya adalah fans berat the Villans sejak lama. Grealish bahkan sudah bergabung dengan tim akademi Aston Villa sejak usianya masih 6 tahun.

Bakat Grealish memang sudah terlihat sejak usia muda. Skillnya membuat Grealish selalu menonjol di setiap tim kelompok usia. Ia bukan pemain dengan fisik di atas rata-rata. Tapi tubuhnya yang kecil membantunya untuk berlari dan selalu lolos dari cengkraman lawan.

Alasan lain yang membuatnya menonjol mungkin cara ia memakai kaos kaki. Sejak jadi pemain muda Aston Villa, Grealish memiliki ciri khas menggunakan kaos kaki pendek. Itu bukan sekedar untuk gaya-gayaan. Ada makna dibalik kaos kaki pendek Grealish.

“Di suatu musim, kaos kaki yang saya miliki menyusut karena dicuci. Saya dulu bukan pemain tim utama, jadi saya sungkan untuk meminta kaos kaki baru. Jadi saya tetap memakai kaos kaki yang kecil itu. Ternyata di musim itu saya mulai bermain dengan bagus. Jadi saya anggap ini sebagai jimat” Ungkap Grealish dikutip dari fourfourtwo.

Ketika usia Grealish menginjak 16 tahun, ia mulai benar-benar memikat perhatian manajer tim utama Aston Villa, Alex McLeish. Bagi McLeish, Grealish adalah pemain muda yang menjanjikan. Ia sudah tahu bahwa Grealish akan jadi aset yang sangat berharga untuk klub.

Tapi bukan McLeish saja yang berpikiran seperti itu. Klub-klub lain juga sudah mulai mengendus bakat Grealish. Salah satu yang paling serius adalah Manchester United. McLeish dan staf tim akademi harus berusaha kuat untuk mencegah Grealish ke MU.

Untungnya McLeish tahu kalau Grealish adalah penggemar berat Aston Villa, sama seperti ayahnya. Jadi dari situ McLeish mengundang Grealish dan ayahnya datang ke kantornya di Villa Park. McLeish bahkan memberikan kesempatan Grealish yang belum berusia 17 tahun itu duduk dibangku cadangan di laga lawan Chelsea pada Premier League musim 2011/12.

Pembuktian di Akademi

Usaha McLeish itu berhasil. Grealish mau menandatangani kontrak profesional pertamanya bersama Aston Villa. Tapi itu jadi musim terakhir McLeish di Villa Park. Setelah membawa the villans duduk di peringkat ke-16 di musim 2011/12, Alex McLeish dipecat. Posisinya digantikan Paul Lambert.

Pergantian pelatih ini membuat Grealish harus menunggu lebih lama lagi untuk debut di tim utama. Ia hanya dipromosikan naik ke tim U-19 Aston Villa oleh Lambert. Tapi disitulah Grealish punya kesempatan untuk membuktikan kemampuannya.

Di musim 2012/13 Jack Grealish membawa Aston Villa jadi juara di ajang UEFA Youth League, yang saat itu masih bernama NextGen Series. Ini semacam kompetisi UEFA Champions League versi U-19.

Meskipun membanggakan, Paul Lambert masih tak sudi memanggil Grealish ke tim utama. Padahal usianya sudah 18 tahun saat itu. Biasanya di usia segini para pemain hebat sudah melakukan debut di Premier League bersama tim utama. Tapi tidak dengan Grealish. Ia justru dipinjamkan ke tim divisi ketiga Liga Inggris, Notts County.

Sebenarnya kesepakatan peminjaman Grealish itu hanya sampai pertengahan musim 2013/14. Tapi Grealish memilih untuk memperpanjang masa peminjamannya di League One. Padahal saat itu Aston Villa menginginkannya kembali. Ia juga punya kesempatan untuk bermain di klub yang kastanya lebih tinggi.

Alasan utamanya adalah Notts County berada di dasar klasemen sampai pertengahan musim 2013/14. Grealish ingin membantu Notts County terbebas dari jurang degradasi. Misinya tuntas di akhir musim 2013/14. Notts County berhasil terhindar dari degradasi. Dengan begitu, Grealish akhirnya bisa pulang ke Aston Villa dengan perasaan bangga.

Masuk Tim Utama

Meskipun begitu, Paul Lambert tetap jarang memainkan Grealish di awal musim 2014/15. Lambert berdalih kalau ini untuk kebaikan Grealish sendiri. Ia tak mau terlalu mengeksploitasi Grealish yang masih muda dan rawan cedera.

Terlepas dari kepedulian Lambert, ia dipecat pada pertengahan musim 2014/15. Tepatnya bulan Februari 2015 atau pekan ke-25 setelah bawa Aston Villa ke jurang degradasi. Posisinya digantikan oleh Tim Sherwood.

Berbeda dengan Lambert, mantan pelatih Spurs ini tak ingin menjadikan Grealish sebagai pemanis bangku cadangan saja. Di bawah asuhan Sherwood, Grealish mulai sering jadi starter di laga penting. Salah satu momen paling diingat adalah penampilannya di laga lawan Liverpool pada babak semifinal FA Cup 2014/15.

Grealish tampil sebagai starter dan sukses bikin report bek the reds. Ia bahkan terlibat langsung dalam dua gol Aston Villa di laga itu. Termasuk satu assistnya kepada Fabian Delph di gol kedua Aston Villa. The Villans akhirnya menang dengan skor 2-1 dan melaju sampai final. Sayangnya Aston Villa kalah telak lawan Arsenal di final dengan skor 4-0.

Meskipun begitu, Jack sudah bisa membuktikan dirinya pantas berada di tim utama the villans. Bahkan Aston Villa menawarinya kontrak sepanjang 4 tahun. Sekaligus untuk menangkal Chelsea dan klub elit lain yang saat itu berminat memboyongnya.

Masa Kegelapan

Musim 2015/16 jadi awal mula titik terendah Jack Grealish. Ia tak bermain di dua laga pembuka liga karena cedera. Kemudian saat dirinya sudah pulih, giliran Aston Villa yang sakit. Meskipun Grealish hampir selalu tampil sebagai starter, the villans malah kalah di tujuh pertandingan berturut-turut.

Tim Sherwood pun dipecat dan digantikan oleh Remi Garde. Tapi pergantian pelatih tak membuat Aston Villa membaik. Di pekan ke-13 mereka dibantai Everton 4-0. Itu adalah kekalahan ke-10 dan membuat mereka terbenam di dasar klasemen.

Jack yang saat itu masih berusia 20 tahun melampiaskan kesedihannya pada hal yang salah. Ia ketahuan berpesta di klub malam di London. Garde yang tahu langsung menghukumnya dengan membuat Grealish bermain di tim U-21.

Sebenarnya itu bukan pertama kali manajer harus ikut mengintervensi hobi berpesta Grealish. Tim Sherwood sebelumnya juga pernah dibikin pusing setelah foto Grealish terkapar di jalanan karena mabuk tersebar di Internet di tahun 2015.

Aston Villa juga sama bobroknya dengan Grealish musim itu. Sampai musim 2015/16 berakhir, mereka hanya mampu mengoleksi 17 poin setelah hanya 3 kali menang dan 8 kali imbang. Aston Villa tenggelam di dasar klasemen. Dan untuk pertama kalinya dalam 28 tahun, Aston Villa turun kasta ke divisi dua.

Ada ketakutan dari fans Aston Villa saat itu. Mereka takut Jack Grealish memilih hengkang daripada main di kasta kedua. Tapi Jack membuktikan kalau ia memiliki darah Midland sejati. Grealish memilih untuk tinggal di klub dan bertekad untuk membantu Aston Villa kembali promosi.

Tapi tekad kuat saja tidak cukup. Musim pertama the villans bermain di Championship, yaitu musim 2016/17 mereka finis di urutan ke-13. Di musim setelahnya, 2017/18 mereka juga gagal promosi setelah kalah di babak play off. Meskipun begitu, kebiasaan berpesta Grealish tidak berkurang. Ia masih suka kena marah para pelatih dan staf karena ketahuan mengunjungi klub malam.

Captain Jack

Musim 2018/19 juga tidak mudah dilalui oleh Aston Villa. Mereka duduk di peringkat ke-15 di pekan ke-12 Championship. Pelatih mereka, Steve Bruce pun dipecat. Posisinya digantikan oleh Dean Smith.

Setelah mengganti pelatih, performa Aston Villa jadi sedikit membaik. Tapi tidak dengan Grealish. Ia bahkan menderita cedera parah. Itu membuatnya harus absen selama tiga bulan.

Tapi Dean Smith punya ide brilian untuk bisa mendapatkan potensi penuh Grealish. Yaitu dengan menjadikannya sebagai kapten setelah ia pulih nanti. Dean Smith tahu kalau pada dasarnya Grealish adalah seorang fans Aston Villa sejati. Mengenakan ban kapten klub kesayangannya adalah suatu kehormatan. Itu tidak akan jadi beban untuknya. Malah membuat Grealish jadi lebih termotivasi.

“Itu keputusan yang mudah bagi saya. Saya tahu ban kapten tidak akan jadi beban untuk Jack. Ia adalah fans Aston Villa, dia akan menikmatinya. Lagipula kehebatannya di lapangan sudah jadi contoh untuk pemain lainnya. Menjadikan Jack kapten bisa meningkatkan kualitas itu”

Dean Smith benar. Begitu Jack kembali bermain di pekan ke-35 sebagai kapten, Aston Villa selalu menang di 10 pertandingan selanjutnya. The Villans pun berhasil merangkak naik ke posisi ke-5. Aston Villa akhirnya dapat promosi setelah mengalahkan Derby County di final babak play off.

Pemain Inggris Termahal

Musim 2019/20, Jack berhasil membawa the villans melaju sampai final Carabao Cup. Sayangnya mereka kalah melawan Manchester City di final. Di liga nasib Aston Villa juga tidak terlalu baik. Mereka finis di peringkat ke-17, hanya berjarak satu poin dari zona degradasi.

Meskipun begitu, Grealish bermain di hampir semua laga Aston Villa sebagai kapten. Ia mencatatkan 41 penampilan di semua kompetisi sekaligus mencetak 10 gol dan 8 assist. membuatnya jadi pencetak gol terbanyak di klub musim itu.

Menjelang musim 2020/21 Grealish semakin diminati klub Inggris lainnya. Aston Villa pun harus membuat klausul kontrak yang mematok harga 100 juta pounds untuk Grealish.

Aston Villa mengawali musim 2020/21 dengan meyakinkan. Mereka menang empat kali dalam lima pertandingan pembuka. Termasuk membantai Liverpool 7-2, dimana Grealish mencetak dua gol dan tiga assist.

Musim itu Grealish juga tampil di ajang Euro 2020. Dimana debut Euro pertamanya bersama timnas senior. Penampilan di Euro itulah yang membuat Pep Guardiola yakin untuk memboyongnya ke Manchester City. Di bulan Agustus, Pep pun resmi menjadikan Jack Grealish sebagai pemain Inggris pertama yang dibeli seharga 100 juta pounds.

Perdebatan soal loyalitas vs trofi memang topik yang ruwet di dunia sepak bola. Banyak fans Aston Villa yang mencaci Grealish setelah pergi ke Manchester City. Tapi yang perlu diketahui, meninggalkan Aston Villa juga jadi keputusan yang berat untuk Grealish.

Ia adalah orang Aston Villa sepanjang hidupnya. Dan itu tidak akan berubah meski ia bermain untuk Manchester City atau klub manapun. Hal lain yang tak berubah dari Grealish adalah hobinya dalam berpesta. Bedanya jika di tahun 2015 ia kedapatan terkapar mabuk di jalanan, di tahun 2023 ia berpesta untuk merayakan keberhasilannya mendapatkan treble.

Sumber referensi: Reuters, 442, Daily, Vavel, Mirror, Aston Villa

Berita Bola Terbaru 21 Juni 2023 – Starting Eleven News

BERITA BOLA TERBARU DAN TERKINI

HASIL PERTANDINGAN

Dari ajang kualifikasi Piala Eropa 2024, Timnas Belgia sukses menghancurkan Estonia tiga gol tanpa balas, Rabu dini hari tadi. Bermain sebagai tim tamu, Belgia membuka skor di menit 37 melalui Romelu Lukaku. Berselang tiga menit kemudian Lukaku mencetak gol keduanya. Sedangkan gol ketiga Belgia di cetak oleh Johan Bakayoko di menit 90. Atas hasil ini Belgia mengoleksi 7 poin dan nangkring di posisi kedua klasemen grup F.

Di kualifikasi grup J, Timnas Portugal menang tipis 1-0 atas tuan rumah Islandia. Satu-satunya gol tercipta melalui kaki sang mega bintang Cristiano Ronaldo di menit ke-89. Dengan hasil ini, Portugal semakin kokoh di puncak klasemen dengan koleksi 12 poin dari empat pertandingan.

Dari pertandingan FIFA matchday, tuan rumah Euro 2024 Jerman kembali gagal tuai kemenangan. Setelah di laga sebelumnya di tahan imbang 3-3 Ukraina, kali ini Jerman dipaksa menyerah 0-2 oleh Kolombia, Rabu dini hari tadi.  Dua gol kemenangan Kolombia di tanah Jerman seluruhnya tercipta di babak kedua, masing-masing lewat aksi Luis Diaz dan eksekusi penalti Juan Cuadrado.

Sementara itu, Timnas Senegal meraih kemenangan 4-2 atas Brasil pada FIFA Matchday di Stadion José Alvalade, Portugal. Empat gol Senegal dibuat oleh Sadio Mane yang mengemas dua gol. Dua gol lainnya dicetak oleh Habib Diallo dan bunuh diri bek Tim Samba Marquinhos. Sementara gol Brasil tercipta berkat Lucas Paquetá dan Marquinhos.

RONALDO CETAK GOL UNTUK PORTUGAL DI HARI SPESIAL

Kapten Timnas Portugal, Cristiano Ronaldo, mengemas rekor sebagai pemain pertama yang menembus 200 laga di kancah internasional sepakbola pria. CR7 pun menerima penghargaan dari World Guinnes Of Record. Tak hanya itu, Ronaldo turut mencetak gol untuk Portugal di hari spesialnya itu kala mempecundangi Islandia 1-0. Itu adalah gol internasional ke-123 bagi Ronaldo, yang mempertajam rekor dunia miliknya.

CHELSEA RESMIKAN TRANSFER NKUNKU

Melalui laman resminya,Selasa (20/6) Chelsea mengumumkan secara resmi perekrutan Christopher Nkunku dari klub Jerman, RB Leipzig. Pemain asal Prancis itu dikontrak selama enam tahun yang efektif berlaku pada 1 Juli mendatang. Chelsea dilaporkan merogoh kocek sebesar 52 juta pounds atau setara Rp 997 miliar untuk mendapatkan tanda tangan Nkunku.

N’GOLO KANTE RESMI GABUNG AL ITTIHAD

Klub papan atas Liga Arab Saudi, Al Ittihad telah mengonfirmasi mendatangkan N’Golo Kante dengan status bebas transfer setelah kontrak sang pemain dengan Chelsea berakhir bulan ini. Dikutip dari laporan jurnalis dan pakar transfer sepak bola Eropa, Fabrizio Romano, Kante mendapat gaji 25 juta euro atau Rp 409 miliar per musim dan diikat kontrak hingga 2027. Pemain murah senyum itu akan setim bareng Karim Benzema.

LEWANDOWSKI SIAP AKHIRI KARIR DI BARCELONA

Robert Lewandowski saat ini telah berusia 34 tahun. Penyerang andalan timnas Polandia itu bakal berusia 38 tahun ketika kontraknya bersama Barcelona habis pada akhir musim 2025/26 mendatang. Ia pun tidak menutup peluang menutup karir profesionalnya bersama Blaugrana. “Sangat mungkin saya mengakhiri karier profesional bersama Barca. Saya dan keluarga sangat nyaman tinggal di sini,” ucapnya.

SON TAK TERTARIK DENGAN UANG, PILIH BERTAHAN DI TOTTENHAM

Penyerang Tottenham Hotspur Son Heung Min diincar Al Ittihad. Klub Arab Saudi kabarnya siap mengeluarkan biaya sebesar 50 juta pounds atau sekitar Rp 955 miliar demi mendapatkan Son. Akan tetapi, pemain berkebangsaan Korea Selatan itu tetap ingin bertahan di Tottenham Hotspur meski ada tawaran besar dari klub peserta Liga Arab Saudi. Son dengan tegas mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak mempermasalahkan uang untuk saat ini.

WOLVES LEPAS NEVES KE AL HILAL

Ruben Neves semakin dekat dengan pintu keluar Wolverhampton Wanderers menuju klub Arab Saudi, Al Hilal. Kedua klub sudah menyepakati harga transfernya. Seperti dilansir Sky Sports, Wolves dan Al Hilal mencapai kata sepakat untuk Neves dengan harga transfer sebesar 47 juta pounds atau sekitar Rp 902,8 miliar. Ruben Neves kini tinggal mencapai kesepakatan personal untuk pindah ke Al Hilal.

TERUNGKAP GAJI MESSI DI INTER MIAMI

Mengutip Diario AS, memilih Inter Miami sudah tepat bagi Lionel Messi. Karena dia bisa mendapatkan total bayaran mencapai 50 juta dolar AS atau setara dengan Rp 751 miliar per tahunnya. Messi sendiri menandatangani kontrak selama dua setengah tahun dengan Inter Miami. Jika di total, dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 2,2 triliun, termasuk saham kepemilikan di klub.

MANCHESTER CITY SEGERA AMANKAN JASA MATEO KOVACIC

Pakar transfer Eropa, Fabrizio Romano membeberkan update seputar masa depan Mateo Kovacic. Ia menyebut gelandang Chelsea itu sedikit lagi akan pindah ke Manchester City. Kovacic dilaporkan sudah mau bergabung dengan klub peraih Treble Winners tersebut. Ia sudah menyepakati kontrak pribadinya bersama The Citizens. Alhasil sang gelandang kini menunggu kepastian dari City dan Chelsea sebelum nantinya ia akan berkemas.

LIVERPOOL SIAP TEBUS SOFYAN AMRABAT

Raksasa Liga Inggris, Liverpool, siap menebus gelandang Fiorentina, Sofyan Amrabat, 30 juta euro atau  hampir Rp 500 miliar. Masa bakti Sofyan Amrabat di Fiorentina sendiri bakal berakhir pada musim panas 2024 mendatang walaupun masih ada opsi perpanjangan kontrak selama setahun. Akan tetapi, lelaki asal Maroko itu bersikeras ingin berpetualang ke klub besar sehingga La Viola mau tidak mau harus menjualnya di bursa transfer musim panas 2023 ini dengan harga 30 juta euro.

MBAPPE: SAYA PANTAS MENANG BALLON D’OR

Kylian Mbappe tak dianggap sebagai unggulan utama untuk meraih penghargaan Ballon d’Or 2023. Pasalnya, Lionel Messi dan Erling Haaland lebih dijagokan usai masing-masing dari mereka menjuarai Piala Dunia dan mempersembahkan treble untuk Manchester City di 2022/23. Tapi, Mbappe merasa dirinya layak memenangkan Ballon d’Or 2023 setelah kembali mencatatkan musim yang apik bersama PSG dan Prancis. Selain raih gelar Ligue 1, Mbappe juga mencetak 54 gol untuk PSG dan Les Bleus sepanjang 2022/23.

NEYMAR NGEBET PULANG KE BARCELONA, TAPI….

Neymar dikaitkan dengan kepindahan dari PSG musim panas ini setelah mengalami musim yang mengecewakan. GOAL sekarang melaporkan bahwa Neymar sangat ingin kembali ke Barcelona. Ia ingin perkuat klub yang dibelanya pada 2013 hingga 2017 itu, tetapi kesepakatan itu akan menjadi rumit. Sebab, Xavi sebelumnya mengindikasikan tak akan merekrut Neymar. Pesepakbola Brasil itu tak masuk dalam rencana Xavi bersama El Barca.

DIKRITIK NETIZEN, WITAN ANGKAT BICARA

Penampilan Witan Sulaiman, dalam laga kontra Argentina dianggap kurang memuaskan ketika turun di babak kedua, dan banyak kritik pedas yang ditujukan kepadanya melalui media sosial. Setelah pertandingan itu, Witan akhirnya memberikan tanggapannya. Witan berjanji untuk tampil lebih baik dan siap bekerja keras menghadapi pertandingan selanjutnya. “Pengalaman yang sangat berharga. Saya akan bekerja keras lagi dan saya akan lebih baik lagi kedepannya. Sampai ketemu di liga,” tulis Witan di Instagram miliknya.

BOS BORNEO KECEWA LILIPALY TAK DIMAINKAN STY

Presiden Borneo FC Samarinda, Nabil Husein, mengkritik keputusan pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong yang tidak menurunkan Stefano Lilipaly di pertandingan kontra Palestina dan Argentina. Bukan hanya Lilipaly, kata Nabil, pada dasarnya semua pemain yang dipanggil membela Timnas Indonesia pun, diyakininya pasti ingin bermain. Terlebih ini merupakan laga persahabatan. “Mudah-mudahan Shin Tae-yong bisa perbaiki semuanya,” ucap Nabil Husein.

DIINCAR BAYERN, CITY PAGARI KYLE WALKER

Mengetahui Kyle Walker diincar Bayern Munchen, Manchester City pasang badan. Manajemen City telah menyiapkan kontrak baru untuk bek asal Inggris tersebut. Menurut postingan Fabrizio Romano, City telah menghubungi perwakilan Walker untuk membicarakan soal perpanjangan kontrak. Pembicaraan akan terus berlanjut meski ada minat dari Bayern. The Citizens yakin Walker bahagia di Manchester.

AL-NASSR GODA SAUL NIGUEZ

Setelah berusaha menggoda Marcelo Brozovic, Al-Nassr berusaha mendekati pemain Atletico Madrid, Saul Niguez. Menurut cuitan Fabrizio Romano, pihak Al-Nassr sedang mempelajari kemungkinan untuk mendatangkan Saul musim panas ini. Kabarnya, ini bukan kesepakatan pinjaman, melainkan transfer permanen. Belum ada respons dari Atletico maupun Saul. Tapi tawaran Al-Nassr sudah siap dikirimkan.

DIAMBANG KESEPAKATAN DENGAN DISNEY, BEGINI UNIKNYA JERSEY ATLETICO MADRID

Atletico Madrid dikabarkan tengah mencari sponsor utama baru untuk jerseynya musim depan. Dilansir Footy Headlines, klub asal Kota Madrid itu tengah berada dalam negosiasi dengan salah satu layanan streaming online, Disney Plus. Kabarnya, pihak Atletico akan dengan senang hati apabila Disney ingin mempromosikan film di jerseynya. Jika kesepakatan ini terjadi maka sponsor Atletico bisa berubah-ubah setiap pertandingan. Mereka bisa mengenakan jersey berlogo “Toy Story”, “The Little Mermaid”, atau mungkin film-film Disney lainnya.

DIDEKATI INTER, JUVE, DAN MILAN, LAZIO PASANG HARGA BUAT MILINKOVIC-SAVIC

Sergej Milinkovic-Savic kembali jadi rebutan beberapa klub Serie A. Kali ini, Inter Milan, Juventus, dan AC Milan dikabarkan siap menebus sang pemain dari Lazio. Dilansir Football Italia, mengetahui hal itu, Lazio pun pasang harga. Klub Ibukota Italia tak akan melepas sang pemain apabila tawarannya di bawah 40 juta euro (Rp656 miliar). Kabarnya, Sergej lebih tertarik untuk bergabung dengan Juventus, tapi belum ada kesepakatan yang tercapai.

BAYERN DAN LIVERPOOL REBUTAN CHIESA

Sayap Juventus, Federico Chiesa dikabarkan tak bahagia di Juve. Oleh karena itu, sang pemain terbuka untuk meninggalkan klub musim panas ini. Dilansir Express, Liverpool dan Bayern Munchen jadi yang terdepan untuk mendapatkan Chiesa. Belum ada update lebih lanjut, tapi keduanya dikabarkan siap bersaing untuk mendapatkan tanda tangan mantan punggawa Fiorentina tersebut.

BOS NOTTINGHAM FOREST KEPINCUT BELI AC MONZA

Mendengar kabar kalau AC Monza akan dijual, pemilik Nottingham Forest, yakni Evangelos Marinakis tergiur untuk membelinya. Dilansir Football Italia, setelah meninggalnya Silvio Berlusconi, keluarganya berniat untuk menjual AC Monza. Kabarnya, bos Nottingham Forest dan Olympiacos itu berniat untuk menebusnya. Keluarga Berlusconi belum menetapkan harga, tapi taipan dari Yunani itu terdepan untuk mengakuisisi Monza nantinya.

RASHFORD BAKAL JADI PEMAIN DENGAN GAJI TERTINGGI DI MU

Penyerang Manchester United, Marcus Rashford dikabarkan bakal menjadi pemain dengan gaji tertinggi di skuad asuhan Erik ten Hag. Dilansir Football Transfers, hal itu akan terjadi apabila Rashy menyepakati kontrak baru yang disodorkan oleh manajemen United. Kabarnya, di kontrak barunya nanti Rashford akan mendapatkan 375 ribu pound (Rp7,2 miliar) per pekan. Itu lebih tinggi dari David De Gea yang hanya mendapat 350 ribu pound (Rp6,7 miliar) per pekan.

TEGA! BOURNEMOUTH PECAT O’NEIL HANYA MELALUI TELEPON

Bournemouth resmi memecat pelatih mereka musim lalu, Gary O’Neil. Namun, beredar kabar kalau cara memecatnya sangat tidak menunjukan rasa hormat kepada sang pelatih. Dilansir Mirror, O’Neil terkejut karena dipecat melalui panggilan telepon di jam enam pagi. Padahal, sang pelatih lah yang menyelamatkan The Cherries dari degradasi. Kini Bournemouth telah menunjuk pelatih baru yang bernama Andoni Iraola.

SCOTT PARKER CALON PELATIH LEEDS YANG BARU

Setelah dipecat dari Club Brugge pada Maret lalu, kini Scott Parker dirumorkan jadi bakal calon pelatih baru Leeds United musim depan. Dilansir Daily Mail, Leeds sedang mencari pelatih baru selepas kepergian Sam Allardyce. Nama Scott Parker pun muncul sebagai salah satu opsi. Namun, Parker bukanlah satu-satunya opsi. Kabarnya, Leeds juga sedang menghubungi Daniel Farke dan Patrick Vieira.

GERRARD TEPIS RUMOR LATIH KLUB ARAB SAUDI

Beberapa hari lalu, tersiar kabar kalau legenda Liverpool Steven Gerrard bakal melatih salah satu tim di Liga Arab Saudi. Namun, kini kabar itu diragukan kebenarannya. Karena Gerrard sudah angkat bicara soal hal tersebut. Dilansir BBC, Gerrard mengakui kalau salah satu klub Arab, Al-Ettifaq menawarinya pekerjaan. Namun, setelah dipikir-pikir itu bukan tawaran yang bagus untuk karir kepelatihannya. Jadi, ia tak mengambil kesempatan tersebut.

Real Madrid Pinjam Joselu, Langkah Tepat Atau Blunder?

0

Ditinggal secara mendadak oleh Karim Benzema jelas membuat Real Madrid repot di bursa transfer. Tadinya, Madrid hanya berencana untuk mencari striker pelapis saja. Namun dengan hengkangnya Benzema, langkah lebih besar pun harus diambil.

Los Blancos kemudian kembali dikaitkan dengan Kylian Mbappe. Kebetulan, Mbappe baru saja menolak opsi perpanjangan kontrak dengan PSG. Selain Mbappe, Madrid juga dikaitkan dengan Harry Kane.

Akan tetapi, setelah dikaitkan dengan Mbappe dan Kane, Madrid membuat dahi banyak orang berkerut. Pasalnya, Florentino Perez justru menjatuhkan pilihannya kepada striker gaek, Joselu. Striker berusia 33 tahun ini baru saja diresmikan sebagai pemain anyar Real Madrid dengan status pinjaman dari Espanyol.

Transfer tersebut tentu mengundang tanda tanya. Bagi Joselu, itu merupakan peningkatan karier. Namun, apakah ini sebuah langkah yang tepat atau justru berpotensi menjadi blunder bagi Real Madrid?

Joselu: Si Anak Hilang

Sebelum menganalisisnya, mari sejenak kita bahas profil dari Joselu yang sebetulnya bukanlah wajah asing bagi publik Santiago Bernabeu. Pemain dengan nama lengkap José Luis Mato Sanmartín itu bisa dibilang “Si Anak Hilang”, sebab dulunya Joselu sudah pernah merasakan berseragam El Real di era “Galacticos Jilid 2”.

Joselu yang lahir di kota Stuttgart, Jerman Barat pada 27 Maret 1990, didatangkan Real Madrid dengan mahar €1,5 juta dari akademi Celta de Vigo di musim panas 2009. Kala itu, ia disebut-sebut sebagai pemain muda yang menjanjikan dan prospek cerah bagi timnas Spanyol kelompok usia.

Joselu tak langsung masuk skuad Los Galacticos, tetapi lebih dulu disekolahkan di Real Madrid Castilla. Selama musim 2010/2011 hingga 2011/2012, Joselu tampil menonjol bagi Real Madrid Castilla dengan torehan 40 gol dan 8 asis.

Selama penampilan impresifnya di Real Madrid Castilla, Joselu juga sempat merasakan 2 kali tampil bersama skuad Los Galacticos asuhan Jose Mourinho. Hebatnya, di dua penampilan minim menit bermain itu, Joselu selalu berhasil mencetak gol. Uniknya, 2 caps dan 2 gol Joselu bersama Real Madrid tersebut sama-sama didapat usai dirinya masuk menggantikan Karim Benzema.

Sayangnya, setelah itu ia tak lagi mendapat kesempatan. Meski jadi top skor di skuad Castilla, Joselu tak mendapat tempat di skuad Galacticos dan dilepas Madrid di musim panas 2012.

Kini, setelah 11 tahun berlalu, Joselu “Si Anak Hilang” kembali ke Santiago Bernabeu. Tentu, ia tak lagi muda, tetapi tempaan hidup sejak dibuang “Galacticos Jilid 2” telah membuat Joselu pulang kembali Madrid dengan status “Si Tua Keladi”.

Joselu: Makin Tua Makin Jadi

Setelah terbuang dari skuad Los Galacticos, Joselu pulang ke tanah kelahirannya di Bundesliga Jerman. Tiga musim ia habiskan membela 3 klub berbeda, yakni Hoffenheim, Eintracht Frankfurt, dan Hannover 96. Selama periode tersebut, ia mencatat 79 penampilan di Bundesliga dan mencetak 22 gol dan 8 asis.

Petualangan karier Joselu kemudian berlanjut di tanah Inggris. Ia bergabung dengan Stoke City di musim panas 2016. Sempat dipinjamkan semusim di Deportivo La Coruna, Joselu kemudian membela Newcastle United dari musim 2017 hingga 2019.

Selama 3 musim di Premier League, Joselu bisa dibilang sebagai “pemain flop”. Total dari 79 penampilannya bersama Stoke City dan Newcastle United, Joselu hanya sanggup menghasilkan 11 gol dan 6 asis saja.

Joselu kemudian terlahir kembali usai pulang kampung ke Spanyol di musim panas 2019 dan membela Alavés. Di dua musim pertamanya, ia berhasil mencetak 11 gol di tiap musimnya. Bukannya meredup, Joselu yang sudah berkepala tiga justru makin tajam. Terbukti dengan torehan 14 golnya di musim 2021/2022.

Joselu kemudian pindah ke Espanyol di musim panas 2022 usai Alavés terdegradasi dari La Liga. Bagai de javu, Espanyol juga terdegradasi dari La Liga. Namun, penampilannya di musim 2022/2023 bisa dibilang sebagai titik tertinggi dalam karier Joselu.

Di usianya yang sudah menyentuh 33 tahun, Joselu berhasil mencetak 16 gol di La Liga. Sebuah prestasi yang mengantarkannya meraih penghargaan Zarra Trophy, sebuah trofi yang diberikan setiap tahun oleh harian Marca, kepada pemain domestik Spanyol dengan jumlah gol terbanyak di La Liga. Secara total, Joselu menjadi top skor ketiga La Liga musim lalu di bawah Robert Lewandowski dan Karim Benzema.

Performa apik itu pun berbuah panggilan ke timnas Spanyol asuhan Luis de la Fuente. Bagai di alam mimpi, tepat dua hari sebelum usianya genap 33 tahun, Joselu yang turun sebagai pemain pengganti di laga melawan Norwegia sukses mencetak 2 gol di laga debutnya.

Selain jadi debutan tertua yang mencetak gol bagi La Furia Roja sejak September 2006, Joselu juga tercatat sebagai pemain Spanyol pertama yang berhasil mencetak dua gol dalam debutnya sejak Fernando Morientes melakukannya pada Maret 1998.

Penampilan apik itu lalu berlanjut di ajang UEFA Nations League. Joselu jadi penentu kemenangan Spanyol atas Italia di partai semifinal. Ia juga jadi salah satu penandang penalti yang sukses mengantar Spanyol meraih trofi UEFA Nations League 2023.

Joselu: Solusi Jangka Pendek atau Panjang?

Tiga gol dalam 4 caps bersama La Roja yang dicetak hanya dalam 135 menit bermain jadi bukti kalau Joselu merupakan striker yang efektif. Namun, yang jadi pertanyaan, apakah Joselu pengganti sepadan bagi Karim Benzema?

Dari statistik gol, Benzema jelas lebih unggul dengan 19 gol berbanding 16 gol. Dari Expected Goals, Joselu juga kalah, yakni 14,5 berbanding 21,5 milik Benzema. Selain lebih tajam, Benzema yang menit bermainnya lebih sedikit juga terbukti lebih efektif.

Selain gol, Benzema juga unggul dalam urusan mengirim umpan. Akurasi umpan Benzema mencapai lebih dari 86%, sementara Joselu hanya sekitar 60% saja. Asis dan umpan memang jadi kelemahan Joselu.

Dari catatan FBref, Benzema juga jauh lebih banyak menghasilkan ancaman ketimbang Joselu. Benzema juga lebih banyak menggiring bola hingga kotak penalti lawan.

Satu-satu keunggulan Joselu dari Benzema adalah statistik bertahan sang striker. Bermain untuk tim yang berjuang di zona degradasi membuat Joselu memiliki catatan tekel, blok, dan intersep yang jauh meninggalkan Benzema. Ini mungkin bagus untuk lini depan Madrid. Joselu bisa menjaga possession dan merebut kembali bola di area pertahanan lawan.

Namun, dari perbandingan tersebut, kita tentu setuju kalau kualitas Joselu tak lebih baik dari Benzema. Dari perbandingan ini pula, kita bisa mengambil kesimpulan sementara kalau Joselu kemungkinan hanya akan jadi solusi jangka pendek.

Joselu dipinjam Real Madrid dengan harga murah. Los Blancos hanya membayar €500 ribu kepada Espanyol. Terdapat klausul pembelian tidak wajib sebesar €1,5 juta. Hanya dipinjam semusim hingga Juni 2024, Joselu juga bersedia mengurangi gajinya, sebuah good deal yang dilakukan Madrid dan Florentino Perez.

Melihat detail kontrak tersebut tentu makin menguatkan asumsi kalau Joselu hanya akan jadi solusi jangka pendek. Bisa jadi, musim depan Madrid baru akan memburu striker yang sesungguhnya dan tidak menutup kemungkinan kalau target mereka adalah Kylian Mbappe yang akan habis kontrak pada Juni 2024.

Rekrut Joselu, Tepat atau Blunder?

Jadi, apakah ini merupakan langkah tepat atau blunder? Seperti yang sudah disinggung, peminjaman Joselu adalah good deal yang dilakukan Real Madrid. Mendapat striker lokal tertajam dengan harga murah adalah sebuah kemenangan.

Apalagi, Joselu memiliki satu keunggulan yang tak bisa disaingi Benzema, yakni kesehatan. Joselu terbilang jarang cedera. Musim lalu, ia hanya absen 2 kali, kontras dengan Benzema yang melewatkan 15 pertandingan.

Selain itu, Joselu bisa memberi warna berbeda bagi lini depan Madrid. Dengan tinggi badan dan kekuatan fisiknya, ia unggul dalam duel udara. Joselu juga bisa mencetak gol dari kedua kakinya dan merupakan seorang penembak penalti dan penendang jarak jauh.

Joselu mungkin tak akan banyak membawa bola seperti Benzema, tetapi kemampuannya mencari ruang kosong membuatnya sering mendapat gol mudah. Kemampuan bertahannya yang bagus juga bisa menguntungkan Carlo Ancelotti saat Madrid dalam fase pressing. Kemampuannya ini juga bisa membantu Madrid dalam fase bertahan maupun menghadapi situasi bola mati.

Jadi, walaupun mungkin ia hanya akan jadi solusi jangka pendek, tetapi Joselu merupakan pembelian yang tepat. Jika dirinya tak jadi striker utama yang dituntut jadi keran gol Madrid, setidaknya Joselu bisa menjadi seorang supersub, peran yang sudah ia buktikan bersama timnas Spanyol.

Satu-satunya keraguan yang masih mengganjal adalah pengalaman Joselu di level kompetisi yang lebih tinggi. Namun, melihat pengalaman hidupnya yang ditempa di berbagai situasi, rasanya Joselu bisa mengatasinya.

Perjalanan karier Joselu juga jadi bukti kalau ia telah lama bersabar dan tak mudah menyerah. Pembuktian sudah jadi makanan harian bagi Joselu. Jadi, mari kita beri ruang untuk Joselu membuktikan diri. Siapa tahu, Madrid kepincut dan menjadikannya striker permanen dengan jangka waktu yang panjang.


Referensi: FBref, Real Madrid, Goal, Football-Espana, Dirfut, DailyMail.

Sepak Terjang Para Tangan Kanan Pep Guardiola, Bagaimana Nasibnya Sekarang?

Berbagai prestasi telah banyak diraih oleh Pep Guardiola selama menjadi pelatih. Tapi seiring dengan prestasi yang diraihnya itu, orang sering lupa bahwa ada banyak bantuan dari rekan yang bertugas sebagai asistennya. Nah, berikut Starting Eleven merangkum beberapa asisten yang menemani Pep selama ini. Dan bagaimana pula, nasib para asisten ini setelah banyak menimba ilmu dari Pep?

Tito Vilanova

Yang menjadi asisten pelatih pertama Pep dalam debutnya menjadi pelatih pada 2008 di Barcelona adalah Tito Vilanova. Tito adalah asisten sekaligus teman dekatnya sejak melatih Barca B.

Kolaborasi pasangan Pep dan Tito selama 2008 hingga 2012 di Barca, sudah banyak meraih trofi. Namun terdapat perselisihan antara keduanya setelah Pep pergi dari Barca. Pep menilai Tito tak setia mengikutinya ke Bayern. Tito malah menerima pinangan menjadi pelatih Barca selanjutnya.

Dengan menimba ilmu selama di dekat Pep, Tito akhirnya mampu meraih rekor 100 poin bersama Blaugrana di musim 2012/13. Tito berhasil meraih kembali gelar La Liga dengan permainan yang masih mengadopsi tiki-taka ala sahabatnya itu.

Namun musibah besar seketika menimpa dirinya. Ia yang sempat intens dirawat karena penyakit kanker tenggorokan, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada bulan April 2014.

Domenec Torrent

Ketika menginjakan kaki di Bayern Munchen, Pep tak lupa membawa orang kepercayaannya sebagai asisten, yakni Domenec Torrent. Torrent ini juga sama seperti Tito, ikut Pep sejak di Barca B.

Posisinya dulu sebagai asisten kedua Pep setelah Tito. Torrent ini salah satu orang yang setia mendampingi Pep kala meraih banyak gelar, baik selama di Barca, Munchen, maupun City.

Torrent ini khusus dipekerjakan untuk melakukan transisi sistem permainan atau gaya main sebuah klub kala ditangani Pep. Hal itulah yang sama diterapkan ketika Pep datang ke Munchen maupun City.

Namun kesetiaan Torrent diuji kala ia pergi dari samping Pep pada 2018. Ia disuruh pindah tugas oleh City Football Group menangani klub sister city mereka, New York City. Pasca ia hengkang dari samping Pep, tiba-tiba karirnya redup. Terbukti, bahwa ia mungkin hanya cocok sebagai asisten, bukan pelatih. Pasca tak bertahan lama di New York City, ia sempat dipecat kala menangani Flamengo dan Galatasaray.

Mikel Arteta

Selain Torrent, orang pertama yang ditunjuk asisten ketika Pep menginjakkan kakinya di Etihad adalah Mikel Arteta. Mantan gelandang Everton dan Arsenal itu ditunjuk karena pemahamannya tentang sepakbola inggris yang matang. Maklum, Arteta ini sudah lama bermain di Liga Inggris.

Selain tentu sesama Spanyol, Arteta secara pemahaman taktik juga punya kemiripan dengan Pep. Artinya, mereka satu visi. Tugas Arteta di City adalah mengaplikasikan detail taktik dari Torrent langsung kepada pemain pada saat sesi latihan.

Pembelajaran itulah yang ia terapkan ketika hijrah ke Arsenal. Karir Arteta kini meroket bersama Arsenal dengan permainan yang menyerupai Pep. Ia terbukti sebagai salah satu mantan asisten Pep yang mampu berproses menjadi pelatih hebat.

Brian Kidd

Asisten berikutnya yang berada di samping Pep adalah Brian Kidd. Kidd adalah sosok senior yang sudah malang melintang menjadi asisten pelatih di Liga Inggris. FYI aja, ia pernah juga lho menjadi asisten Sir Alex Ferguson dari tahun 1988 hingga 1998.

Sama-sama beraliran sepakbola menyerang, ia sempat dipertahankan Pep hingga 2021 meski Pep membawa banyak asisten macam Torrent maupun Arteta. Kidd dianggap Pep sebagai sosok senior yang tau luar dalam, serta sifat para pemain di Liga Inggris.

Asal tahu saja, Kidd ini sudah berada di City sejak 2009. Ia bahkan sempat menjadi asisten di empat pelatih berbeda yakni Mark Hughes, Roberto Mancini, Manuel Pellegrini, hingga Pep Guardiola. Tapi di tahun 2021, ia memutuskan untuk pensiun dari dunia sepakbola.

Juanma Lillo

Nama berikutnya yang pernah ada di samping Pep adalah Juanma Lillo. Lillo adalah sosok senior ahli taktik yang sudah berpengalaman melatih beberapa klub. Pep sangat mengidolakan sosok Lillo. Saking mengidolakannya, Pep di akhir karirnya sebagai pemain sempat memilih untuk menjadi anak asuh Lillo ketika membela klub Meksiko, Dorados Sinaloa.

Kedekatan Lillo dan Pep akhirnya berlanjut ketika Lillo dipercaya menjadi asisten Manchester City menggantikan Arteta. Lillo selama dua musimnya di Etihad sangat banyak membantu Pep dari segi taktik sepeninggal Torrent.

Setelah ia berhasil bekerja sama bersama Pep, pada tahun 2022 ia memutuskan untuk pisah. Ia menerima pinangan melatih klub Qatar, Al Sadd. Bahkan, hingga kini ia masih bertahan di sana.

Sejak kepindahannya ke Al Sadd, ia juga tetap berkontak dengan Pep. Bahkan ia sering dimintai saran, termasuk di semifinal Liga Champions musim ini ketika melawan Real Madrid. Di final pun ia kedapatan datang ke Istanbul untuk bereuni dan bertukar pikir dengan Pep di pinggir lapangan.

Rodolfo Borrell

Yang masih ada sampai sekarang bersama Pep di pinggir lapangan adalah Rodolfo Borrell. Borrell ini sudah sejak lama bersama Pep, yakni sejak di Barca B. Ialah yang dulu melatih Messi, Iniesta, maupun Fabregas, ketika awal menimba ilmu di La Masia.

Sebelum ke City, ia sempat melancong ke Inggris dengan membantu rekan sesama Spanyol, Rafael Benitez. Ia bertugas mengawasi perkembangan pemain muda seperti Raheem Sterling, Jordon Ibe, maupun John Flanagan.

Borrell ini bahkan datang ke City sebelum Pep datang, yakni tahun 2014. Tapi posisinya ketika itu masih jadi pencari bakat. Nah ketika Pep datang pada 2016, ia kemudian dipindah tugaskan sebagai asisten pelatih.

Sebagai asisten, Pep sangat setia padanya. Bahkan dari beberapa asisten Pep, Borrell-lah yang terbukti masih mendampingi Pep hingga sekarang. Namun, kontraknya di City sebagai asisten akan berakhir pada Juni 2023. Pertanyaannya, apakah Pep masih akan menunjuknya sebagai asisten lagi di musim depan?

Carlos Vicens

Asisten Pep berikutnya yang hingga kini masih bertahan adalah Carlos Vicens. Vicens ini banyak dikenal sebagai pelatih yang sukses menangani pemain muda. Buktinya, sejak direkrut oleh City pada tahun 2017, ia lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai pelatih tim Youth dan U-18 Manchester City.

Prestasi terbaiknya adalah kala membawa tim U-18 City menjadi juara Piala FA U-18 pada musim 2020/21. Nah, ketika Brian Kidd, Torrent, maupun Arteta hengkang, Pep akhirnya kepincut talenta Vicens untuk dijadikan sebagai asistennya. Kepiawaiannya membentuk para pemuda di skuad senior City seperti Foden, Palmer, Alvarez, maupun Lewis, membuat Pep sangat membutuhkannya.

Kini pertanyaannya sama seperti Borrel. Kontraknya akan habis pada Juni 2023. Apakah ia juga akan diperpanjang masa baktinya di City?

Enzo Maresca

Salah satu asisten City yang habis kontraknya di Juni 2023 ini adalah Enzo Maresca. Pelatih plontos asal Italia itu bahkan kini sudah meninggalkan Pep. Ia menerima pinangan menjadi pelatih baru Leicester City musim depan untuk mengarungi Championship.

Penikmat Serie A di era 2000-an, pasti tahu mantan gelandang Juventus ini. Maresca itu sebenarnya datang ke City pada 2020, namun hanya sebagai pelatih U-23. Sebelum ditunjuk sebagai asisten oleh Pep, Maresca sempat menjadi pelatih kepala di Parma.

Profilnya yang dianggap Pep sangat detail dalam mengamati pertandingan, membuatnya direkrut sebagai asisten Pep pada Juli 2022. Waktu itu, posisi asisten Pep berkurang, setelah ditinggal Juanma Lillo yang hijrah ke Qatar.

Kedekatan Maresca dengan Roberto De Zerbi secara pemahaman taktik, juga menjadi faktor Pep memilihnya sebagai asisten. Terbukti, setelah satu musim bersama Pep, tuah Maresca mampu membawa The Citizens merengkuh gelar Liga Champions.

Sumber Referensi : goal, transfermarkt, thesun, theathletic, skysports, theguardian