Il Grande Torino Raksasa Italia Yang Nasibnya Hancur Karena Tragedi Udara

spot_img

Torino saat ini masih menjadi tim yang terus berjuang untuk bisa bertahan di kompetisi Serie A. Klub yang bermarkas di Stadion Olimpiade Torino itu masih menjadi tim papan tengah yang bahkan tak jarang terjungkal ke posisi dasar.

Padahal bila menarik ulang kisah lama, Torino merupakan tim terbesar yang pernah dimiliki Italia. Ketika itu, mereka dengan sejumlah pemain andalan mampu menumbangkan seluruh lawan. Buktinya, sebanyak 7 gelar scudetto berhasil didapat. Jumlah itu tidaklah sedikit. Tujuh gelar yang dikumpulkan masih lebih banyak dari Napoli, Lazio, sampai AS Roma yang saat ini menjadi tim kuat yang selalu berjuang di tangga teratas.

Pada era 1940 an, Torino menjadi tim yang mendominasi Serie A. Tercatat, dari tahun 1943 sampai dengan 1949, Torino menjadi tim yang selalu menjadi juara. Maka, wajar bila sebagian besar pemainnya dipanggil untuk membela timnas Italia.

Memang ada banyak pemain bintang Italia yang tampil untuk Torino, dimana salah satunya adalah sang legenda sepakbola, Valentino Mazzola. Valentino Mazzola merupakan sosok inspirasional yang menjadi ayah kandung dari pemain hebat pula bernama Sandro Mazzola. Sepanjang karir, sebelum memasuki usia 30 tahun, Valentino Mazzola sudah berhasil mencetak sebanyak 100 gol. Hal itu jelas menjadi sedikit pembuktikan dari betapa hebatnya pemain yang berposisi sebagai seorang penyerang sayap ini.

Valentino Mazzola tidak hanya menjadi sosok yang disegani di Torino, namun juga timnas Italia. Selama berstatus sebagai penggawa Gli Azzurri, Valentino Mazzola ditunjuk sebagai kapten tim berkat kharisma luar biasa yang dimiliki.

Menjadi jawara beruntun di kompetisi Italia tentu bukan perkara mudah. Apalagi, dahulu kekuatan tim disana tergolong sudah cukup baik. Kegemilangan Torino ketika itu lantas tersalurkan dalam sebuah laga yang dijalani timnas Italia.

Tepat pada 11 Mei 1947, di laga persahabatan antara timnas Italia melawan Hungaria, Vittorio Pozzo selaku pelatih Italia menurunkan sebanyak 10 pemain Torino sekaligus. Tanpa ragu, menghadapi Hungaria yang dahulu dikenal kuat, Italia berhasil menang dengan skor 3-2.

Dengan fakta tersebut, sampai saat ini, belum ada lagi tim yang mampu mengirimkan sebanyak 10 pemain ke dalam skuad Italia.

Nahas, gelar juara yang diraih secara beruntun itu seketika sirna, setelah sebuah tragedi kelam merenggut seluruh pemain inti Torino.

Adalah tragedi Superga. Seluruh pecinta sepakbola, khususnya yang berada di Italia, tentu tidak asing dengan kisah kelam ini. Setiap tanggal 4 Mei, dunia mengenang tragedi tersebut yang terjadi pada 4 Mei 1949.

Tragedi tersebut melibatkan sebuah pesawat FIAT G.212CP yang membawa seluruh pemain Torino dalam sebuah perjalanan udara. Pesawat itu jatuh di bukit Superga sehingga diberi nama dengan sebutan Tragedi Superga. Dalam insiden yang sangat memilukan itu, terdapat sebanyak 31 korban tewas, dimana 18 diantaranya adalah penggawa andalan il Toro.

Tragedi itu bermula ketika Valentino Mazzola menerima ajakan bintang Benfica, Francisco Jose Ferreira, dalam sebuah pertandingan persahabatan untuk acara perpisahannya dengan klub Portugal. Setelah mendapat izin dari Federasi Sepakbola Italia (FIGC), Torino langsung membawa sebanyak 18 pemain untuk terbang ke Portugal pada 3 Mei 1949.

Meski bertajuk laga persahabatan, Francisco Jose Ferreira tetap meminta Torino untuk mengerahkan seluruh pemain terbaiknya. Jose Ferreira beralasan bahwa di pertandingan terakhirnya, dia benar-benar ingin bertanding dengan skuad Torino sesungguhnya yang dikenal terbaik pada masanya.

Praktis, demi menghormati undangan tersebut, Torino membawa sebanyak 18 pemain inti, ditambah dengan lima staf pelatih. Setelah seluruh persiapan telah dilakukan, sampailah kedua tim pada laga tersebut di malam harinya. Dikabarkan sekitar 40 ribu penonton memadati stadion.

Laga berjalan sangat sengit, hingga pada akhirnya tuan rumah berhasil menang dengan skor tipis 4-3.

Setelah berhasil memenangkan pertandingan tersebut, yang meski hanya bertajuk persahabatan, Benfica, khususnya Francisco Jose Ferreira, merasa sangat bangga. Dia tidak akan pernah melupakan momen tersebut, karena klub sekelas Torino berhasil diundang sekaligus dikalahkannya dalam sebuah pertandingan menarik.

Setelah laga usai, atau tepat pada keesokan harinya, seluruh rombongan Torino langsung melakukan perjalanan pulang. Tanggal 4 Mei 1949 menjadi hari dimana mereka melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat jurusan Barcelona-Turin yang transit di Lisbon. Selain para pemain andalan il Toro, ada tiga jurnalis lainnya bernama Renato Casalbore (pendiri Tuttosport), Luigi Cavallero (La Stampa), Renato Tosatti (Gazzetta del Popolo), serta lima awak pesawat seperti Pierluigi Meroni (pilot), Antonio Pangrazi, Celestino D’Inca, Cesare Biancardi, dan Andrea Bonaiuti, yang berada di dalam pesawat.

Dilaporkan, perjalanan melewati rute Cap de Creus, Toulon, Nice, Albenga, dan Savona. Setelah itu, sampailah mereka pada teritori Italia, dimana saat perjalanan tinggal menyisakan 30 menit lagi, sebuah bencana yang tak diinginkan tiba.

Di daerah Superga, badai tiba-tiba muncul. Hujan lebat serta angin kencang mengiringi perjalanan pesawat yang ditumpangi para pemain Torino. Pandangan pilot ketika itu tak sampai menjangkau radius 40 meter.

Kekacauan pun terjadi di dalam pesawat. Sekitar tujuh menit lamanya para penumpang dibuat panik bukan main. Tak lama kemudian, muncul kabar bahwa ada pesawat yang menabrak bukit Superga. Seluruh pemain dan orang lainnya yang berada di dalam pesawat dilaporkan tewas. Tidak ada yang tersisa. Semua telah sirna, termasuk kejayaan Torino yang sebelumnya dipuja.

18 pemain yang ikut berangkat dalam pertandingan melawan Benfica tewas, kecuali Sauro Toma yang tidak ikut dalam perjalanan karena cedera, plus kiper kedua Renato Gandolfi. Selain itu, presiden Torino, Ferruccio Novo, juga selamat karena tidak ikut dalam perjalanan akibat tengah mengalami flu.

Pasca kejadian mengerikan itu, kiprah Torino di kompetisi Serie A benar-benar sirna. Mereka sulit naik ke panggung juara, sebelum pada musim 1975/76, mereka kembali berhasil meraih gelar juara Liga Italia.

Meski sempat kembali juara, sampai saat ini, tidak ada lagi juara beruntun yang diciptakan Torino. Tragedi yang sungguh mengerikan itu seolah terkubur bersama dengan kumpulan piala yang sebelumnya didapat. Bahkan, tidak hanya Torino saja yang alami kerugian, namun juga timnas Italia yang baru bisa bangkit kembali setelah 33 tahun lamanya, dimana mereka berhasil menjuarai trofi Piala Dunia tahun 1982.

Di satu sisi, kapten Benfica, Francisco Jose Ferreira, yang disebut sebagai dalang kehancuran sepakbola Italia terus terpuruk dalam rasa penyesalan. Dikabarkan, dia menjalani hidup dengan kondisi trauma berat sampai ajal menjemput.

 

Sumber referensi: markingthespot, ligalaga, tirto id

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!

Glory Glory Manchester United v.2

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp125,000
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp125,000
Obral!

Magnificent 7 Manchester United v.2

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp125,000
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp120,000
Obral!

Cristiano Ronaldo Back Home Manchester United

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp120,000

Artikel Terbaru