Grup B Piala Dunia: Dari Politik hingga Penantian Panjang

spot_img

Lengkap sudah penghuni Grup B Piala Dunia Qatar 2022 yang baru saja kedatangan penghuni terakhirnya yakni Wales. Setelah mengalahkan Ukraina 1-0 di babak playoff.

Sudah lama beredar kabar, bahwa grup ini bukan soal teknis sepakbola saja yang dijual. Namun dari segi sejarah dan politik juga “sangat seksi” untuk dijual. Pasalnya di sini ada Iran, Amerika Serikat maupun Inggris, yang secara sejarah dan politik punya cerita tersendiri.

Iran vs Amerika

Grup ini mempertemukan Iran dan Amerika Serikat. Dua negara yang notabene secara hubungan politik selalu mengalami kerenggangan. Hubungan politik yang renggang antara Iran dan Amerika sudah terjadi dalam kurun waktu 40 tahun lebih. Tentunya tak terhitung berapa banyak konflik antar dua negara tersebut sejak revolusi Iran yang menggulingkan presiden Shah Reza Pahlevi yang dianggap sebagai boneka Amerika pada 1979.

Hasil undian yang mempertemukan keduanya di Grup B Piala Dunia Qatar 2022 ini seakan mengingatkan pada cerita di Piala Dunia Prancis 1998 . Di mana Iran dan Amerika ketika itu juga bertemu di grup. Dalam laga tersebut pihak Amerika menyebut pertandingan tersebut dengan julukan “The Mother of All Game“.

Pertandingan itu diwarnai dengan kejadian negosiasi berulang kali terkait urusan jabat tangan sebelum pertandingan. Iran secara regulasi harus menyalami Amerika ketika itu sebelum kickoff. Akan tetapi regulasi tersebut ditentang oleh pemimpin tertinggi Iran, Khomeini, yang kala itu memerintahkan agar pemain Iran tidak menyalami pemain Amerika.

Di luar itu, juga terjadi rumor yang mengatakan bahwa kurang lebih 7.000 tiket dari 42.000 tiket yang disediakan telah dibeli oleh kelompok yang terkait terorisme “Mujahedin Khalq“. Kelompok teroris yang akan menyusupi pertandingan antar negara tersebut untuk menyabotase dan menyebarkan propaganda politik.

Apakah kejadian pada Piala Dunia 1998 itu akan kembali terulang di Qatar 2022? Tentu saja jangan. Mengingat pertandingan yang dilaksanakan dengan “bertukar bunga” ketika itu di 1998 sudah menjadi bukti bahwa sepakbola dibuat untuk perdamaian.

Pertandingan itu pun berakhir dengan skor 2-1 untuk Iran. Kekalahan AS itu membuat AS tersingkir. Brian McBride, yang mencetak gol bagi AS sekarang menjadi manajer umum tim nasional. Mehdi Mahdavikia, yang mencetak gol kedua Iran ketika itu pun kini ada di staf pelatih Iran. Sungguh pertandingan yang menarik untuk dinanti.

Bagi AS, ini akan menjadi yang ke-11 mereka tampil di panggung Piala Dunia. Tim besutan Gregg Berhalter, kali ini datang ke Qatar dengan sejumlah bakat-bakat muda yang cukup untuk bersaing lolos dari grup. Pulisic, Gio Reyna, Weston McKennie, Serginho Dest patut menjadi ancaman tim-tim lain di grup ini.

Sedangkan bagi Iran, ini adalah putaran final Piala Dunia ketiganya secara berturut-turut sejak 2014. Tim asuhan pelatih asal kroasia, Dragan Skocic ini, lolos ke babak final 2022 dengan penuh percaya diri, menang 8 kali, seri 1 kali dan kalah 1 kali di babak kualifikasi zona Asia.

Penyerang Porto, Mehdi Taremi, kreator Feyenoord, Alireza Jahanbakhsh dan penyerang Bayer Leverkusen, Sardar Azmoun membuat Iran sangat berbahaya di sektor penyerangan kali ini dan patut dijadikan underdog Grup B.

Penantian Panjang Wales

Kemudian ada Wales yang membuktikan bahwa grup ini lebih dari sekedar sepakbola. Kali ini mereka akhirnya bercerita tentang sebuah penantian panjangnya. Timnas Wales mempunyai capaian tersendiri yang akan selalu dikenang publik negaranya.

Ini adalah kali kedua The Dragons lolos ke Piala Dunia sejak 64 tahun silam. Di mana Wales terakhir kali tampil di Piala Dunia pada tahun 1958. Ketika itu, mereka mampu melaju hingga babak perempat final.

Kelolosan mereka ke Qatar tahun ini merupakan prestasi menakjubkan, mengingat keadaan sepakbola Wales sempat mengalami krisis kecil pada 2021. Legenda yang didewa-dewakan fans MU Ryan Giggs, yang menggantikan Chris Coleman pada 2018 sebagai pelatih, diskors setelah didakwa melakukan pelanggaran terkait kekerasan dalam rumah tangga.

Dengan itu Federasi sepakbola Wales langsung menunjuk asistennya Rob Page. Page berhasil membuat Wales lolos dari Grup A Piala Eropa 2020 yang dihuni Italia, Swiss, dan Turki, meskipun di 16 besar mereka dicukur Denmark 4-0.

Kiprah Wales yang mampu mencapai semifinal di Piala Eropa 2016 juga jangan dianggap remeh. Meskipun sudah tidak bersama pelatih yang dulu, namun beberapa pemainnya masih berada di skuad Page kali ini, seperti bintang mereka Gareth Bale, Wayne Hennessey, Joe Allen, Aaron Ramsey, dan Ben Davies. Bagaimanapun tim ini patut untuk dinanti kiprahnya di Qatar nanti.

Pembuktian Inggris

Kemudian yang terakhir ada si paling unggulan di grup ini yakni timnas Inggris. Kalau tim yang satu ini tak usah ditanya lagi kiprahnya di Piala Dunia. Tim ini hampir selalu dijagokan menjadi juara di tiap edisinya. Bahkan mereka dulu sejak jaman Lampard, Gerrard, Beckham, sempat dielu-elukan sebagai “the dream team”, meski hasilnya ya… begitulah.

Namun, kini Inggris datang ke Qatar dengan semangat baru. Dibangun oleh Southgate sejak mereka tampil di Piala Dunia 2018 hasilnya terbilang terus meningkat. Mereka berhasil menjadi semifinalis di Rusia, sedangkan di Piala Eropa 2020 mereka hampir saja juara. Kali ini di Qatar, wajar kalau mereka menargetkan sebagai juara.

Kisah Inggris ini sebenarnya hampir mirip dengan apa yang dialami oleh MU. Ketika MU di Liga Inggris mampu mencapai peringkat 3 di 2020, runner up di 2021, dan kita tahu hasilnya seperti apa di 2022. Inggris tak boleh bernasib seperti itu, Inggris harus belajar, tak boleh jumawa dan menganggap dirinya besar di Qatar nanti.

Terlepas dari itu, inilah saatnya pembuktian generasi baru Inggris dengan sebagian besar diisi para pemuda yang mampu kolektif secara tim. Pertarungan sengit mungkin akan terjadi dengan AS. Di mana Inggris dan AS kali ini akan bertemu yang ketiga kalinya di turnamen resmi setelah kekalahan Inggris 1-0 di Piala Dunia 1950 dan hasil imbang 1-1 di Piala Dunia Afrika 2010 dengan cerita blundernya kiper Inggris, Robert Green.

Namun, Wales dan Iran juga jangan dianggap sepele. Wales yang saudara serumpun Britania Raya sudah pasti tau kelemahan Inggris. Sedangkan Iran, yang dengan semangat sejarah dan politiknya bukan tidak mungkin akan menyulitkan.

Inggris bersama Southgate sekali lagi akan dihadapkan pada penantian panjang sejarah negaranya. Di mana terakhir kali gelar Piala Dunia mampir ke negeri Ratu Elizabeth itu pada tahun 1966. Artinya sudah menginjak 56 tahun. Kapan “It’s Coming Home” Lagi?

Berkaca dari peluang di grup ini, hanya Inggris yang di atas kertas mungkin bisa lolos dari grup. Namun AS, Iran, dan Wales mempunyai peluang yang sama untuk saling adu jotos berebut tiket lolos. Yang jelas, terlepas dari hasilnya, paling tidak bumbu-bumbu sedap yang datang dari sejarah dan politik mampu menjadi warna-warni tersendiri yang menyertai persaingan sengit Grup B ini.

https://youtu.be/qCLsGlDCXto

Sumber Referensi : sportingnews, euronews, theathletic

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru