Pindah dari satu klub ke klub lain bukanlah hal yang mudah. Butuh banyak adaptasi dan penyesuaian terhadap kondisi dan lingkungan yang baru. Hal ini tidak hanya berlaku bagi para pemain, tapi juga bagi para manajer.
Banyak pelatih berumur pendek karena tidak bisa memenuhi ekspektasi klub. Tidak sedikit pula pelatih yang membutuhkan waktu untuk bisa memberikan pengaruh yang signifikan. Tapi, pelatih-pelatih ini tidak butuh waktu lama untuk bisa berprestasi. Berikut daftar 7 pelatih yang langsung sukses di musim pertamanya.
Daftar Isi
Morten Olsen – Ajax 1997/98
Morten Olsen menaruh namanya dalam rekor pelatih Ajax yang paling sukses di musim pertamanya. Catatan kemenangannya pun cukup impresif, yaitu 2,45 poin per pertandingan. Artinya Olsen hampir selalu meraih kemenangan di setiap pertandingannya. Di tahun pertamanya ia menangani Ajax, Olsen membawa klub Amsterdam itu mendominasi kompetisi domestik. Ajax menjuarai Eredivisie Belanda dan KNVB Cup atau piala liga.
Morten Olsen’s Ajax team of 1997/98 by the seasons end they would win a league and cup double pic.twitter.com/aVfR8tZ6gz
— The Cult of football (@ChrisCuthbert19) May 8, 2020
Meskipun sukses, Morten Olsen hanya bertahan selama 18 bulan saja di Ajax. Ia dipecat setelah menelan kekalahan memalukan, 3-0 dari Porto di Liga Champions musim setelahnya. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa dipecatnya Olsen tidak lain dikarenakan oleh tidak harmonisnya suasana ruang ganti Ajax saat itu.
Posisi Olsen pun digantikan oleh Jan Wouters yang merupakan mantan pemain Ajax dan timnas Belanda. Di bawah kepemimpinan Jan Wouters performa Ajax menurun. Meskipun bisa mempertahankan gelar piala liganya, tapi Ajax hanya finis di peringkat 6 Eredivisie. Sementara untuk Morten Olsen, selepas dari Ajax ia memfokuskan dirinya sebagai pelatih timnas Denmark.
Andre Villas-Boas – Porto 2010/11
“The Next Jose Mourinho” itu sebutan Andre Villas-Boas ketika menahkodai Porto. Julukan itu dirasa tidak terlalu berlebihan. AVB memang banyak menimba ilmu ketika menjadi asisten pelatih Jose Mourinho. Ia bahkan ngikut Mou sebagai asisten sejak di Porto, Chelsea, dan Inter. Villas-Boas akhirnya lepas dari sang mentor di tahun 2009, untuk melatih Academica Coimbra di Portugal. Disitu ia membawa Academica yang sama sekali tidak pernah menang, bisa menghindari relegasi di akhir musim. Ia juga membawa klub itu ke semifinal piala liga.
Sihir AVB itu tercium oleh banyak klub. Tapi, Porto yang menjadi pelabuhan Villas-Boas selanjutnya. Tidak butuh waktu lama baginya untuk merenovasi susunan pemain Porto. Ia langsung membeli pemain-pemain berbakat untuk memperkuat formasinya. Saat itu AVB membeli Raul Meireles, James Rodriguez, Joao Moutinho, dan Nicolas Otamendi. Dan ia padukan dengan talenta yang sudah ada seperti Radamel Falcao, Hulk, dan Fredy Guarin.
Happy 41st birthday, André Villas-Boas.
AVB’s Primeira Liga record with Porto in the 2010/11 season:
WWWWWWDWWWWDWWWWWWWWWWWWWWWWDW
Only the second team in the league’s history to remain undefeated for an entire season. 🏆 pic.twitter.com/UzF4cahqq9
— Squawka (@Squawka) October 17, 2018
Hasilnya tidak sia-sia. AVB bisa menyelesaikan liga tanpa merasakan kekalahan sekalipun. Ia memenangi Liga Portugal dengan 27 kemenangan dari 30 pertandingan. Artinya ia meraih gelar Invincible dengan hanya tiga kali imbang. Kesuksesan AVB tidak hanya di liga, tapi juga di kompetisi Eropa.
Porto berhasil menjuarai Europa League setelah menang melawan Braga di final. AVB saat itu menjadi pelatih termuda yang pernah menjuarai kompetisi Eropa di usianya yang masih 33 tahun. Mereka juga memenangi Taca De Portugal untuk melengkapi ‘mini’ treble winner mereka di musim itu.
Youngest UEFA club competition final winning coach?
André Villas-Boas: 33 years, 213 days (Porto, 2011 #UEL ) pic.twitter.com/mL47wvm1V5
— UEFA Europa League (@EuropaLeague) February 11, 2016
Musim itu jadi musim debut sekaligus musim satu-satunya AVB di Porto. Setelah sukses di Portugal, ia hijrah ke Inggris untuk melatih Chelsea lalu Tottenham. Tapi sihir AVB seolah tidak bekerja di tanah Inggris. Tetap saja, musim debut AVB di Porto bisa dibilang salah satu musim debut pelatih terbaik sepanjang masa.
Carlo Ancelotti – Real Madrid 2013/14
Carlo Ancelotti mendapatkan mandat menjadi bos Los Blancos untuk menggantikan posisi Jose Mourinho setelah pelatih asal Portugal itu tidak bisa meraih satu gelar pun di musim 2012/13. Don Carlo bukanlah nama kaleng-kaleng. Sebelumnya, ia sudah bersinar bersama AC Milan dan Chelsea. Jadi, nama besar Don Carlo sudah cocok untuk memimpin Los Galacticos.
Dimulai dari pembelian pemain. Carlo Ancelotti memang jagonya melihat bakat dan membeli pemain yang diperlukan. Di musim pertamanya, ia memboyong Dani Carvajal, Isco, dan Casemiro. Tiga pemain itu menjadi aset berharga El Real. Tapi, sorotan utama adalah ketika Madrid memboyong Gareth Bale dan mengawali trio BBC yang melegenda.
Di tingkat domestik, prestasi Ancelotti memang tidak terlalu membanggakan. Ia gagal merebut gelar juara La Liga dan hanya duduk di peringkat ketiga di akhir musim. Ancelotti setidaknya mampu menjuarai Copa del Rey di musim pertamanya itu.
Carlo Ancelotti adalah sosok yang memutus penantian panjang La Decima bagi Real Madrid.
Periode 2013-2015:
🏆 Champions League
🏆 Copa del Rey
🏆 UEFA Super Cup
🏆 Club World CupPeriode 2021- … pic.twitter.com/EyiNZWsa9O
— SPORT7 (@sport7trans7) June 1, 2021
Tapi, catatan impresif adalah di kompetisi Eropa. Don Carlo memberikan trofi Liga Champions pertama Real Madrid sejak tahun 2002. Los Blancos akhirnya bisa buka puasa gelar Champions setelah 12 tahun. Torehan dua piala di musim pertama Don Carlo itu cukup untuk mengembalikan kedigdayaan Real Madrid.
Pep Guardiola – Bayern Munchen 2013/14
Kalau hebat atau tidaknya pelatih diukur dari banyaknya trofi yang didapatkan, maka tidak ada keraguan dalam menobatkan Pep Guardiola sebagai salah satu pelatih terbaik sepanjang masa. Ia selalu membawa kesuksesan untuk setiap klub yang dilatihnya. Bundesliga beruntung bisa merasakan kehebatan Guardiola ketika ia pertama kali datang di musim 2013/14.
13 Musim sebagai Pelatih, Pep Guardiola juara 10 gelar Liga Domestik:
2008-2012 Barcelona (3 🏆🏆🏆)
2013-2016 Bayern Munchen (3 🏆🏆🏆)
2016-2022 Man City (4 🏆🏆🏆🏆) pic.twitter.com/brPRMIGCPK— Siaran Bola Live (@SiaranBolaLive) May 24, 2022
Bagi Pep sendiri, bukannya tanpa beban. Menjadi pelatih klub sebesar Bayern Munchen itu bukan perkara mudah. Apalagi ia datang menggantikan Jupp Heynckes yang ingin pensiun setelah mempersembahkan treble winner. Musim pertama Pep diawali dengan menjuarai Piala Super Eropa dan Piala Dunia antar klub.
Kiprahnya di kompetisi domestik cukup menakjubkan. Ia memenangi Bundesliga dengan hanya dua kali kalah. Kekalahan itu juga didapat setelah Munchen dipastikan menang Bundesliga. Lalu, Pep juga membawa pulang piala DFB Pokal musim itu. Namun sayang ia tidak bisa melengkapi dua piala tersebut dengan trofi Liga Champions. Mereka terhenti di semifinal setelah kalah memalukan dengan agregat 5-0 dari Real Madrid.
Luis Enrique – Barcelona 2014/15
Tadi Pep Guardiola, kali ini Luis Enrique. Barcelona memang menghasilkan pelatih kenamaan. Sebelum Enrique masuk Barca, situasi Blaugrana masih tidak karuan. Barca sering gonta ganti pelatih saat itu. Dalam dua tahun, Barca sudah empat kali ganti pelatih. Direkrut dari Celta Vigo membuat banyak yang meragukan kemampuan Luis Enrique saat itu.
Diantara pelatih Barcelona sebelumnya, Enrique termasuk salah satu yang unik. Pasalnya, ketika ia masih berkarir menjadi pemain, ia pernah bermain untuk Real Madrid dan Barcelona. Hal itu juga yang membuat penunjukan Enrique sebagai pelatih Barca banyak menimbulkan perdebatan. Ya, karena dia dipandang punya ‘darah’ Real Madrid.
Hanya butuh satu musim bagi Enrique untuk menjawab keraguan itu dengan prestasi. Ia membawa Barcelona menjuarai La Liga setelah unggul dua poin dari Real Madrid. Ia juga menyabet gelar Copa del Rey setelah mengalahkan Athletic Club dengan skor 3-1. Enrique melengkapi koleksi pialanya dengan membawa pulang Liga Champions setelah menekuk Juventus dengan skor 3-1.
On Reflection: Are Luis Enrique’s Barcelona better than Pep Guardiola’s treble winners in ’09? http://t.co/SGB5vnDqwH pic.twitter.com/xkR7ApHAW5
— Eurosport (@eurosport) June 1, 2015
Zinedine Zidane – Real Madrid 2015/16
Nyatanya, punya predikat sebagai pelatih hebat tidak cukup untuk Real Madrid. Itu yang dirasakan Rafael Benitez pada awal musim 2015/2016. Meskipun sempat membawa Madrid tak terkalahkan di 10 pertandingan pertama di La Liga, ternyata dari segi permainan Madrid mengalami penurunan. Puncaknya, saat Madrid kalah memalukan pada laga El Clasico di kandang dengan skor 4-0. Saat itulah fans meminta Florentino Perez memecat Benitez sebagai pelatih. Belum semusim Benitez bertugas, ia pun dipecat pada bulan Januari 2016.
Selain karena performa yang menurun, faktor lain yang membuat Benitez gagal di Madrid. Yaitu ia tidak sanggup memegang kendali ruang ganti yang berisikan para mega bintang. Menilik alasan itu, penunjukan Zidane sebagai pelatih kepala dirasa tepat. Ia adalah legenda Los Merengues yang dihormati. Ia juga bagian dari skuad original Galacticos.
“Saya seorang Madridista, titik. Bicaralah dengan saya hanya tentang Madrid.”
-Zinedine Zidane, 2016 pic.twitter.com/wUq1THDFa0
— JIWA REAL MADRID (@jiwarealmadridd) July 5, 2022
Hasilnya tidak mengecewakan sama sekali. Sihir Zidane masih terasa layaknya ketika ia masih menjadi pemain. Real Madrid langsung mendapatkan kedigdayaannya lagi. Meskipun tidak mendapatkan gelar domestik, Zidane membawa gelar Liga Champions kembali ke pelukan Real Madrid. Magisnya pun tidak hanya ada di musim pertamanya. Musim setelahnya Zidane meraih gelar La Liga dan kembali menjuarai Liga Champions.
Hansi Flick – Bayern Munchen 2019/20
Hansi Flick mengambil alih kursi pelatih Bayern Munchen dari Niko Kovac, setelah Kovac hanya mampu membawa Munchen memenangi lima laga dari sepuluh pertandingan pembuka Bundesliga. Ya, standar Bayern Munchen se-begitu tingginya sampai-sampai menang lima laga dari sepuluh pertandingan dinilai sebagai performa yang buruk. Tapi juga karena Munchen dikalahkan Frankfurt dengan skor 5-1.
Menggantikan Niko Kovac ditengah musim 19/20 pada November lalu, Hansi Flick membuktikan dirinya layak menangani tim sekelas Bayern Munchen.
Raihan treble menjadi bukti nyata.
🏆 Bundesliga
🏆 DFB Pokal
🏆 UEFA Champions League#UCLFinal pic.twitter.com/dZkEmB5Jjj— Takisho ID (@takishoID) August 23, 2020
Awalnya, Hansi Flick ditunjuk hanya sebagai pelatih interim atau sementara. Tapi hasil yang ia bawa di atas ekspektasi semua orang. Ia membawa Bayern Munchen mendapatkan gelar treble winner kedua mereka sejak musim 2012/13. Istimewanya, Munchen meraih gelar Liga Champions dengan catatan 100% kemenangan. Flick mengubah Munchen menjadi klub terbaik saat itu hanya dalam satu musim.
Sumber referensi: 90min, Bundesliga, Pandit, Independent, Barcelona