Apa skandal terbesar di dunia sepak bola yang kamu ingat? Kanjuruhan? Ah tidak, itu tragedi. Jika berbicara soal skandal terbesar dalam sepak bola, kasus Calciopoli yang menyeret beberapa klub besar di Italia pasti yang paling diingat. Kasus sebesar Calciopoli memang sulit untuk dilupakan. Namun, di dunia sepak bola, skandal bukan hanya Calciopoli.
Inggris, negara yang jadi kiblat sepak bola modern, juga tak bisa lepas dari keberadaan skandal. Salah satu yang cukup fenomenal adalah “Football for Sale” atau jika diartikan secara literal berarti “Sepak bola untuk dijual”. Skandal ini pernah meledak di Inggris dan sempat menggemparkan sepak bola pada 2016 silam.
Mantan pelatih Timnas Inggris yang musim lalu dipecat oleh Leeds United, Sam Allardyce terseret dalam kasus ini. Akibat kasus tersebut, Big Sam, sapaan Sam Allardyce hampir tamat kariernya sebagai pelatih. Kasus ini pun pada akhirnya membawa reputasi Big Sam sampai ke tepi jurang. Bagaimana kisahnya?
Daftar Isi
Investigasi Korupsi dari Daily Telegraph
Skandal Football For Sale bermula dari salah satu surat kabar dari Britania Raya, The Daily Telegraph atau di tempat lain hanya dikenal sebagai The Telegraph. Apa yang mereka laporkan? Surat kabar berhaluan sayap kanan ini melaporkan tindakan korupsi di sepak bola Inggris.
Pada tanggal 26 September 2016, The Daily Telegraph melaporkan bahwa Sam Allardyce, yang kala itu baru saja menjabat sebagai pelatih Timnas Inggris terlibat dalam kasus tersebut. Wartawan yang menyamar sebagai pebisnis fiktif dari Asia berhasil membongkar kasus ini.
My thoughts on the Sam Allardyce situation and the Daily Telegraph’s ‘sting’ pic.twitter.com/1YYDP1AcFT
— Dom (@NUFC__Dom) September 28, 2016
Dikutip The Guardian, menurut laporan yang dirilis The Daily Telegraph, ada beberapa poin pembicaraan antara Big Sam dengan si wartawan yang menyamar sebagai pebisnis fiktif tersebut. Salah satunya diduga ada upaya dari Sam Allardyce untuk mengakali aturan tentang kepemilikan pemain pihak ketiga yang diberlakukan di mana tempat ia bekerja.
Allardyce bisa terbang ke Hongkong dan Singapura dalam empat kali setahun untuk menemui investor di sebuah perusahaan yang ingin membeli pemain sepak bola. Untuk itu ia akan dibayar 400 ribu poundsterling per tahun (Rp7,6 miliar). Sederhananya barangkali begini, Allardyce melalui jalur gelap akan menawarkan kepemilikan seorang pemain kepada pihak lain.
Nantinya pemain tersebut bukan hanya milik agen sebagaimana mestinya, tapi juga bisa dimiliki oleh seorang pengusaha atau investor. Cara semacam ini kemudian disebut-sebut sama seperti perbudakan manusia.
Aturan Apa yang Dilanggar?
Ini adalah praktik yang kontroversial yang sudah dilarang oleh FIFA sejak tahun 2008. FIFA, sebagai induk sepak bola dunia telah menetapkan bahwa hal semacam itu dilarang di seluruh dunia, tak terkecuali di Inggris. Larangan itu diterapkan karena menurut FIFA, kepemilikan pihak ketiga hanya akan menguntungkan perusahaan.
Menurut laporan The Guardian, dalam temuan internalnya, FIFA telah menemukan bahwa kepemilikan pihak ketiga hanya akan membuat klub-klub terjebak dalam lingkaran setan utang dan ketergantungan, serta beresiko terhadap pemain dan integritas dalam permainan.
Karena terseret kasus itu, sebagai pelatih Timnas Inggris yang baru, Allardyce mesti menjelaskan itu semua kepada Federasi Sepak bola Inggris atau FA. Supaya FA bisa mengambil keputusan apakah harus memberhentikannya atau tidak. Well, Sam Allardyce sendiri sebelumnya pernah terlibat dalam kasus dugaan skema penipuan pajak di masa lalu.
Just think If the undercover reporters at the Telegraph had not mounted that sting on Sam Allardyce then Southgate would never have been manager. Yet another example of how cock ups change the course of history. pic.twitter.com/Lrrlv9x282
— Prof. Frank McDonough (@FXMC1957) July 11, 2018
Rekaman Lain
Disamping berencana untuk mengakali aturan, The Daily Telegraph juga berhasil merekam hal lain dari Sam Allardyce. Rekaman wartawan yang menyamar tersebut menyebutkan pula bahwa Big Sam juga mengejek pelatih Inggris sebelumnya, Roy Hodgson.
Sam Allardyce dalam laporan tersebut juga mengkritik permainan The Three Lions selama ditukangi Roy Hodgson. Ia berujar bahwa Roy Hodgson tidak memiliki kepribadian yang baik, sehingga ia tidak bisa mengendalikan para pemain Timnas Inggris dan akhirnya gagal di EURO 2016.
Allardyce juga menyalahkan Gary Neville, asisten pelatih Timnas Inggris yang memainkan Marcus Rashford di laga kontra Islandia. Ia juga mengucapkan kata-kata kasar dan ejekan kepada Gary Neville. Setelah sampai ke FA, pihak federasi sepak bola Inggris itu pun menyarankan agar Sam Allardyce mundur dari jabatannya sebagai pelatih Timnas Inggris.
Kasus yang mencuat ini menjadi pukulan telak baginya. Sebab posisi Big Sam sebagai pelatih Timnas Inggris baru seumur jagung. Ia baru ditunjuk pada Bulan Juli. Kurang dari tiga bulan Allardyce harus meletakkan jabatannya. Sehari setelah laporan itu mencuat, Sam Allardyce akhirnya mengundurkan diri. Tercatat ia cuma memimpin Timnas Inggris di satu laga, yakni saat menghadapi Slovakia di kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Eropa.
Presiden FA kala itu, Greg Clarke sebetulnya ingin mendalami kasus yang menyeret Sam Allardyce sebelum memutuskan masa depan sang pelatih. Namun, ternyata sehari setelah laporan itu, Big Sam memutuskan mundur dan surat pengunduran diri itu diterima oleh FA.
Barangkali ia tak mau mengganggu Timnas Inggris di kualifikasi Piala Dunia. Walhasil, pada waktu itu FA akhirnya menunjuk Gareth Southgate sebagai pelatih sementara. Kelak kita tahu Southgate memimpin The Three Lions bahkan hingga Piala Dunia 2022 di Qatar.
Tidak Berhenti di Sam Allardyce
Setelah pengunduran diri Sam Allardyce, proses investigasi dari The Daily Telegraph justru makin meluas. Harian itu kemudian menerbitkan laporan lebih lanjut tentang korupsi dengan meluaskan jangkauannya hingga ke klub-klub di bawah naungan FA. Akhirnya muncul pula bahwa ada sekitar delapan manajer yang diduga menerima suap untuk transfer pemain.
Salah satunya asisten manajer Barnsley, Tommy Wright. Ia diduga menerima suap sebesar 5 ribu poundsterling (Rp96 juta) agar klub membeli pemain dari perusahaan fiktif di Asia Timur. Tommy Wright pun akhirnya diskors oleh Barnsley menyusul penyelidikan lebih lanjut.
Barnsley have sacked assistant boss Tommy Wright over an allegation he accepted a £5,000 payment to use his influence to sign players. pic.twitter.com/2TaAVrlqQW
— Squawka Live (@Squawka_Live) September 29, 2016
Ternyata setelah ditelusuri kembali, kasus ini juga menyeret mantan pemain Chelsea, Jimmy Floyd Hasselbaink. Ia yang saat itu manajer Queens Park Rangers disinyalir terlibat dalam perusahaan fiktif di Asia Timur. Jimmy diduga memperoleh 55 ribu poundsterling (Rp1 miliar) sebagai imbalan kepemilikan pemain pihak ketiga.
Tidak hanya itu, Jimmy juga diduga menghindari pajak dengan melibatkan rekening banknya yang berada di Belanda. Namun, Jimmy membantah hal itu. Ia mengaku mendukung proses penyelidikan dari pihak klub. Selain dua nama itu, Ketua Leeds United saat itu, Massimo Cellino juga ditengarai menjual 20% saham klub demi mengatasi aturan kepemilikan pemain pihak ketiga.
OFFICIAL: QPR have appointed Jimmy Floyd Hasselbaink as manager on a rolling contract. pic.twitter.com/a3AdgJiYIP
— Squawka Live (@Squawka_Live) December 4, 2015
Tak berhenti sampai di situ. Asisten manajer Southampton kala itu, Eric Black juga diduga menyuap klub-klub di liga yang lebih rendah. Kasus ini juga merembet ke Belgia.
Pemilik klub OH Leuven dari Liga Belgia, Jimmy Houtput juga diduga menawarkan klubnya sebagai “saluran” untuk membantu perusahaan pihak ketiga dalam mendapatkan kepemilikan pemain sepak bola Inggris. Setelah terseret, keesokan harinya Houtput pun mengundurkan diri.
Sam Allardyce
Setelah dilakukan penyelidikan, direktur strategi FA waktu itu, Robert Sullivan mengkonfirmasi kepada Komite Pemilihan Budaya, Media, dan Olahraga Commons bahwa komentar Allardyce faktual dan benar sesuai hukum. Setelah ditinjau kembali oleh polisi Kota London, Allardyce bebas dari segala kesalahan.
The Daily Telegraph, surat kabar yang membuka kasus ini juga menyampaikan koreksinya. Bahwa mereka tidak bermaksud untuk menempatkan Sam Allardyce sebagai pihak yang melanggar hukum. Namun, melalui hasil wawancara dengan Sam Allardyce itu kasus Football For Sale pun terbongkar dan menemui jalan terang.
Sam Allardyce, Harry Redknapp and the full story of Football For Sale https://t.co/SW0JhSyZ4D pic.twitter.com/JmzlAq5CbF
— Orkidie News (@Orkidie) October 3, 2016
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Tommy Wright bersalah karena menerima suap. Ia dijatuhi hukuman 12 bulan dan diskors selama setahun pada 2020 lalu. Dua agen sepak bola, Giuseppe Pagliara dan Dax Price juga mendapat hukuman dari Pengadilan Southwark Crown.
Setelah uji tuntas, dilansir The Guardian, FA juga mengakui kalau tuduhan mereka kurang tepat ditujukan pada Sam Allardyce. Di sisi lain, Big Sam juga legowo, meminta maaf atas semua yang terjadi. Oh, Big Sam, Big Sam, malang sekali nasibmu.
https://youtu.be/4sJS0sns3Qc
Sumber: TheGuardian, BBC, PanditFootball, Telegraph, BBC