Kita, para pencinta Timnas Indonesia, pernah memasuki era di mana berada di final Piala AFF menjadi sangat membanggakan. Harapan menjadi juara diletupkan seperti petasan di malam tahun baru. Walau justru berujung pada berderainya air mata.
Sementara kompetisi yang lebih besar lagi, seperti Piala Dunia dan Piala Asia terkesan sangat jauh. Kita hanya bisa bermimpi untuk kemudian bangun dan menghadapi kenyataan, bahwa yang tinggi adalah harga sembako, bukan prestasi Timnas Indonesia.
Namun, sesuatu yang seolah utopia belaka itu sekarang menanti di hadapan kita. Piala Dunia yang dulunya jauh, jaraknya kini seakan cuma sepelemparan batu saja. Piala Asia, kompetisi yang begitu sulit untuk diikuti Timnas Indonesia, kini menjadi semacam turnamen rutin, entah buat tim senior maupun kelompok umur. Untuk itu kita akan menjajaki perjalanan Timnas Indonesia, khususnya di Piala Asia.
Daftar Isi
Timnas Senior Selalu Lolos dari 1996-2007
Timnas Indonesia memulai perjalanan di Piala Asia pada tahun 1996. Tidak melalui jalur instan dengan menjadi tuan rumah, melainkan ikut dari babak kualifikasi. Indonesia diuntungkan setelah berhasil menjahit India dengan skor 7-1.
Sementara Malaysia, rival di Grup 4 babak kualifikasi hanya mampu menang 5-2 atas lawan yang sama. Indonesia pun lolos ke putaran final. Di putaran final, Indonesia tak kuasa meladeni badai serangan para begawan seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Korea Selatan.
Indonesia terhenti di fase grup akibat cuma mengoleksi satu poin. Tapi Piala Asia 1996 merupakan momen tak terlupakan, terutama bagi Widodo Cahyono Putro. Saltonya yang membuahkan gol ke gawang Kuwait menjadikannya pencetak gol terbaik Piala Asia sepanjang masa.
#OnThisDay 4 Desember 1996, gol salto bersejarah Widodo Cahyono Putro tercipta di Stadion Syekh Zayed, Uni Emirat Arab pada Piala Asia 1996.
Gol yang terjadi berkat umpan Ronny Wabia di menit ke-20 ini, dinobatkan sebagai Gol Terbaik Piala Asia versi voting AFC, pic.twitter.com/2V6Q5qAhkT
— Timnas Indonesia (@TimnasIndonesia) December 4, 2023
Setelah di edisi ‘96, Indonesia lolos lagi di Piala Asia 2000 dan 2004. Di edisi Lebanon, Indonesia lolos meyakinkan dengan tak satu pun menelan kekalahan. Tapi di putaran final Indonesia kembali menjadi juru kunci.
Kiprah Indonesia baru membaik di edisi 2004. Waktu itu, Indonesia yang lolos berkat finis di posisi kedua babak kualifikasi, mencuri tiga poin atas Qatar di putaran final. Ponaryo Astaman dan Budi Piton pemeran penting dalam kemenangan tersebut.
Di Piala Asia 2007, negara-negara Asia Tenggara yang terdiri dari Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Malaysia mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah bersama. AFC pun menyepakatinya. Sayangnya, bermain di depan pendukungnya sendiri, Indonesia kembali hanya meraih tiga poin dan terhenti di babak grup.
Mengingat Kembali Jersey Timnas Indonesia di Piala Asia 2007!
Sebuah utas. pic.twitter.com/R6j67q7hkX
— Football Fandom (@FandomID_) January 12, 2024
Tidak Lolos
Edisi 2007 menjadi satu-satunya Piala Asia yang diadakan di lebih dari satu negara. Setelah itu format tuan rumah bersama tak dipakai lagi. Berhentinya format tuan rumah bersama juga ternyata bersamaan dengan mulai absennya Timnas Indonesia di Piala Asia.
Dimulai tahun 2011. Indonesia yang bergabung dengan Oman, Kuwait, dan Australia, gagal lolos ke Piala Asia. Banyak yang bilang, kegagalan ini adalah kemunduran. Pelatih Timnas Indonesia saat itu, Benny Dollo juga mengiyakannya.
Kegagalan di Piala Asia 2011 menjadi pintu kegagalan di edisi berikutnya. Tahun 2015, timnas gagal lagi. Kalah 1-0 atas China menutup mimpi Indonesia ke Piala Asia. Waktu itu, Indonesia yang masih diperkuat kiper I Made Wirawan dan bomber Kaka Boci tak memetik satu pun kemenangan dan hanya mencetak dua gol di babak kualifikasi.
Hukuman FIFA Bikin Nelangsa
Timnas Indonesia makin terperosok ke jurang ketika pada 2015 dihukum FIFA. Induk sepak bola dunia itu menjatuhkan sanksi karena pemerintah Indonesia dianggap ikut campur dalam organisasi PSSI. Buntutnya, selain dilarang ikut Piala Dunia 2018, Indonesia juga dilarang tampil di Piala Asia 2019.
Tidak terlibat di Piala Asia 2019, bagi Indonesia sangat menyakitkan. Sebab pada waktu itu, dua negara Asia Tenggara lainnya, Thailand dan Vietnam ikut. Gagal tiga kali ke Piala Asia membuat pendukung Indonesia beralih ke kompetisi lain, yakni Piala AFF.
Piala Asia menjadi kompetisi yang sulit untuk diraih. Bukan hanya di level senior, tapi juga di level kelompok umur. Salah satunya di level U-23. Timnas Indonesia U-23 tak pernah berpartisipasi di Piala Asia U-23, dari tahun 2013 hingga 2022.
Upaya yang Tidak Membuahkan Hasil
Meskipun Piala Asia menjadi sesuatu yang sulit ditembus, terutama bagi tim U-23 dalam konteks saat itu, PSSI berupaya susah payah mencari solusinya. Misal, ketika Timnas Indonesia mengincar satu tempat di Piala Asia U-23 tahun 2018. Segala kebijakan dimunculkan demi mencapai gol tersebut.
Selain mendatangkan Luis Milla, bekas pemain Real Madrid, sebagai pelatih, PSSI yang kala itu dipimpin baginda Edy Rahmayadi meluncurkan program-program yang mendukung Timnas U-23. Salah satunya mewajibkan klub Liga 1 untuk menurunkan pemain di bawah usia 23 tahun di kompetisi teratas Indonesia, setidaknya selama 45 menit.
Pergantian pemain yang normalnya tiga, juga diubah menjadi lima, dengan syarat dua sisanya memasukkan pemain U-23. Aturan ini pernah kontroversial, karena pemain U-23 dianggap belum matang.
Namun, langkah ini terbilang visioner karena akhirnya, memudahkan Luis Milla menjaring calon pemain Timnas U-23. Kebijakan ini lalu ditangguhkan ketika Milla sudah mengantongi nama-nama untuk Timnas Indonesia U-23. Apa yang dilakukan PSSI, mirisnya justru hancur.
Indonesia gagal ke Piala Asia U-23 2018. Kebijakan yang menghasilkan pemain muda seperti Saddil Ramdani, Gavin Kwan Adsit, hingga Osvaldo Haay luruh, walau sempat membantai Mongolia 7-0 di babak kualifikasi.
Di Pandit Football, Ardy Nurhadi Shufi menulis, kegagalan Indonesia ke Piala Asia U-23 waktu itu disebabkan para pemain belum mencapai level untuk bermain di Piala Asia. Menit bermain yang diberikan klub pada pemain U-23 hanya untuk memenuhi regulasi belaka, tidak meningkatkan level permainan.
Sebut Namanya, Shin Tae-yong!
Namun, kehidupan tak selamanya sengsara. “Habis Gelap, Terbitlah Terang,” kata Kartini. Begitulah juga Timnas Indonesia. Tak selamanya lolos ke Piala Asia sulit. Memasuki penghujung tahun 2019, api harapan bagi Timnas Indonesia memercik.
Soal ini kita tak bisa tidak memasukkan nama Shin Tae-yong di dalamnya. Datang di PSSI era Iwan Bule, Shin Tae-yong menggantikan Simon McMenemy melatih Timnas Garuda. Awalnya Tae-yong dipercaya untuk tim muda.
Tak ayal jika Tae-yong menjadi lokomotif yang menarik Timnas Indonesia untuk beregenerasi. Di tangannyalah Piala Asia kembali bisa ditembus. Tanpa banyak polemik, Tae-yong meloloskan tiga timnas sekaligus ke Piala Asia. Yang paling mengejutkan adalah Piala Asia U-23, karena menjadi pertama kali bagi Indonesia.
Pria 53 tahun itu juga menggiring tim senior ke Piala Asia 2023, setelah dengan gagah menaklukkan Kuwait. Terakhir adalah di Piala Asia U-20. Dengan hadirnya generasi baru seperti Hokky Caraka dan Rabbani Tasnim, Timnas Indonesia U-20 melanjutkan tradisi lolos ke Piala Asia U-20.
Shin Tae Yong era:
• Lolos pertama kali ke Piala Asia via jalur kualifikasi
• Lolos pertama kali ke babak knock out Piala Asia
• Lolos semifinal untuk pertama kali Piala Asia U23
• Lolos Round 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026
• Lolos Piala Asia 2027My coach! 🥹 pic.twitter.com/awFamHUtRV
— The Reds Indonesia (@The_RedsIndo) June 11, 2024
Lolos Otomatis Cuy!
Benar, ketimbang senior dan U-23, Timnas U-20 sering mewakili Indonesia di Piala Asia dalam sedekade terakhir. Bahkan edisi 2023 merupakan kedua kalinya secara beruntun Timnas U-20 lolos ke Piala Asia usai disanksi FIFA. Kini, pada Piala Asia U-20 2025, Indonesia kembali melanjutkan tradisi sekaligus mencatatkan hattrick lolos ke Piala Asia U-20.
Memang bukan Shin Tae-yong pelatihnya, melainkan Indra Sjafri. Namun, sabodo teuing, yang penting Indonesia lolos. Itu di U-20, di level U-23 juga membaik. Regenerasi berjenjang dan strategi yang disusun Tae-yong, dan tentu dukungan dari langit, membuat Indonesia tak perlu susah payah melakoni babak kualifikasi.
Timnas Indonesia kembali mengukir sejarah setelah sebelumnya pada tahun ini mencatatkan sejarah dengan menembus babak 16 besar Piala Asia 2023 Qatar dan semifinal Piala Asia U-23 2024.
Kali ini, Garuda melaju ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia untuk pertama… pic.twitter.com/tVSVGeyk9E
— Asumsi (@asumsico) June 12, 2024
Indonesia otomatis ke putaran final Piala Asia U-23 tahun 2026 mendatang, setelah finis di posisi keempat di edisi sebelumnya. Di level senior, saat tim-tim Asia Tenggara lain mesti berjuang dari babak kualifikasi, Indonesia sudah otomatis lolos ke Piala Asia 2027.
Kini tinggal menunggu Timnas Indonesia U-17 menyusul kakak-kakaknya ke Piala Asia. Dengan regenerasi dan program naturalisasi yang jor-joran, kompetisi Piala Asia yang sebelumnya sulit digapai, mungkin saja kelak akan menjadi laksana turnamen rutin bagi Timnas Indonesia. Konsistensi semacam ini, kalau perlu dan memang perlu, mestinya sungguh-sungguh dirawat.
Sumber: DetikSport, AntaraNews, DetikSport, BolaSport, KBR, SindoNews