Nicolo Zaniolo jadi pahlawan AS Roma di final Liga Konferensi Eropa 2022. Pemain berusia 23 tahun itu mencetak satu-satunya gol ke gawang Feyenoord yang membuat Roma menang tipis 1-0.
Golnya di menit ke-32 itu sukses mengantarkan AS Roma memenangi edisi pertama Liga Konferensi Eropa. Tak hanya itu, gol kemenangan yang dipersembahkan Zaniolo juga sukses mengakhiri dahaga gelar Roma selama 14 tahun dan membuat Giallorossi kembali merengkuh trofi Eropa setelah 30 tahun berpuasa.
Tak ayal, berkat kontribusi besarnya itu, nama Nicolo Zaniolo langsung dielu-elukan pendukung AS Roma. Gol kemenangan ke gawang Feyenoord itu juga seperti kembali menasbihkan Nicolo Zaniolo sebagai “Pangeran Baru Roma”.
Zaniolo dan Kisah Cintanya di Kota Roma
Sejak kedatangannya ke ibukota Italia pada musim panas 2018, nama Nicolo Zaniolo memang sudah jadi harapan baru pendukung AS Roma. Pemain kelahiran Kota Massa, Tuscany, 2 Juli 1999 itu datang ke Olimpico dari Inter Milan sebagai bagian dari transfer Radja Nainggolan.
Ada sesuatu tentang Zaniolo yang membuat pendukung Giallorossi jatuh cinta. Bahkan, kecintaan mereka kepada remaja 19 tahun itu langsung terjadi pada pandangan pertama.
Secara tak terduga, pelatih Roma kala itu, Eusebio Di Francesco memberi debut kepada Nicolo Zaniolo saat AS Roma bertandang ke markas Real Madrid di babak grup Liga Champions. Debut itu tentu saja tak terduga, sebab Zaniolo yang belum pernah mentas di Serie A langsung dipasang sebagai starter. Momen tersebut juga terjadi tak lama setelah nama Zaniolo mendapat panggilan timnas senior Italia.
Memang, di laga tersebut Roma kandas 3-0, tetapi penampilan Nicolo Zaniolo membuat pendukung Giallorossi jatuh hati. Diberkahi postur 190cm, Zaniolo terlihat bermain eksplosif, tanpa keraguan, tanpa rasa takut, dan begitu percaya diri. Sebuah hal yang mereka rindukan pasca pensiunnya Francesco Totti.
Pelatih Eusebio Di Francesco sendiri mengaku puas dengan kualitasnya, sementara sporting director Roma kala itu, Monchi, menyebut Zaniolo sebagai “prospek paling menarik di sepak bola Italia”.
Singkat cerita, Nicolo Zaniolo langsung jadi idola baru dan dikultuskan oleh sebagian pendukung AS Roma sebagai “Pangeran Baru Roma”. Dengan cepat, ia juga langsung menjadi pemain inti Il Lupi dan menyumbang 6 gol dan 3 asis di musim debutnya.
Di musim berikutnya, 8 gol dan 3 asis berhasil dicetak Zaniolo. Namun, setelah itu, perkembangan karier Zaniolo di Roma terganggu cedera ACL. Tak hanya sekali, tetapi dua kali.
Yang pertama terjadi pada Januari 2020 saat Zaniolo mencoba melewati hadangan pemain Juventus. Manuvernya saat itu membuat lutut kanannya terkena cedera ACL dan meniscus yang memaksanya absen 5 bulan lamanya.
Belum sembuh benar dari trauma, pada September 2020, cedera ACL kembali merenggut kakinya, kali ini giliran lutut kiri yang jadi korban. Itu terjadi saat Zaniolo tampil bersama timnas Italia. Cederanya saat itu lebih parah hingga membuatnya absen sepanjang musim 2020/2021 dan membuatnya absen di Euro 2020.
Di tengah kondisi terpukul itu, pendukung AS Roma tetap setia mendukung Nicolo Zaniolo. Puncaknya, kemenangan di final Liga Konferensi Eropa 2022 seperti menjadi balasan cinta Zaniolo kepada Roma beserta pendukungnya.
Akan tetapi siapa yang menyangka, 8 bulan setelah kemenangan di Albania, kisah cinta keduanya kandas secara tragis. Zaniolo yang meminta dijual akhirnya pergi meninggalkan Stadio Olimpico dan meningalkan seribu pertanyaan. Apa yang terjadi dengan Nicolo Zaniolo dan AS Roma?
Kronologi Zaniolo Dibebukan Hingga Dibuang AS Roma
Hubungan Zaniolo dengan Roma memang berakhir sangat buruk. Di hari kepergiannya, hanya 3 mantan rekannya yang memberi Zaniolo salam perpisahan. Ketiganya adalah Chris Smalling, Tammy Abraham, dan Leonardo Spinazzola. Ini jadi tanda kalau ada keretakan hubungan dengan rekan-rekan setim lainnya. Lebih daripada itu, keretakan juga terjadi dengan manajemen Roma dan para pendukungnya.
Selama 18 bulan terakhir sejak Roma ditangani Jose Mourinho, Nicolo Zaniolo memang mengalami pasang surut performa. Ia hanya mencetak 10 gol dan 12 asis dalam 59 penampilan. Bahkan dalam 17 laga terakhir, ia hanya menyumbang 2 gol dan 3 asis.
Performa buruknya itu kemudian mendapat kritik dari dua legenda Roma, Francesco Totti dan Vincent Candela yang mengharap lebih kepada Zaniolo. Ironisnya, Zaniolo juga jadi objek cemooh pendukung Roma di laga 16 besar Coppa Italia kontra Genoa, 12 Januari lalu.
Meski tengah dihujani kritik, Mourinho tetap membela Zaniolo di depan media dan menekankan kalau anak asuhnya itu berlatih secara profesional di Trigoria, pusat latihan Giallorossi. Sementara itu, AS Roma tetap yakin untuk memperpanjang kontrak Zaniolo. Negosiasi inilah yang disinyalir jadi awal mula keretakan hubungan Zaniolo dengan Roma.
Kontrak gelandang serang berusia 23 tahun itu akan habis pada Juni 2024. Sejak tahun lalu, Roma sudah membuka pembicaraan untuk memperpanjang kontrak Zaniolo. Bahkan, negosiasi sempat mengalamai penundaan pasca final Liga Konferensi Eropa. Namun, hingga bulan Januari, kedua belah pihak belum menemui kata sepakat.
Di saat itulah, secara mengejutkan, Nicolo Zaniolo justru meminta dijual. Tak ayal, keputusannya itu membuat semua pihak di AS Roma terkejut. Apalagi, itu terjadi saat agennya, Claudio Virgorelli, diperkirakan akan bertemu dengan pihak Roma untuk melanjutkan negosiasi.
Seketika, nasib Zaniolo di ibukota Italia berubah 180 derajat. Mourinho yang tadinya dipihak Zaniolo berbalik mengkritiknya secara terbuka. Ini terjadi setelah Zaniolo meminta untuk tidak dimainkan pada pertandingan kontra Spezia dan Napoli.
Sementara itu, sekelompok penggemar ekstrem Roma dilaporkan mengikuti mobil yang dikendarai Zaniolo sampai ke depan rumahnya. Mereka kemudian menghina Zaniolo, memintanya meninggalkan klub, bahkan mengancamnya dengan kematian.
Situasi itu kemudian makin runyam ketika tawaran transfer mulai berdatangan. Roma mendapat tawaran menggiurkan dari 4 klub Premier League, yakni Tottenham Hotspur, West Ham United, Bournemouth, dan Nottingham Forest. Bournemouth jadi pihak yang paling serius dengan tawaran sebesar 30 juta euro.
Roma menyetujui proposal tersebut. Namun, Zaniolo menolak. Ia hanya mau pindah ke AC Milan. Zaniolo disebut sudah menyepakati kesepatakan personal usai berbicara langsung dengan Paolo Maldini.
Akan tetapi, Roma tak mau menjual Zaniolo ke Milan yang hanya mengajukan proposal peminjaman dan tak sanggup membayar sesuai dengan nominal Bournemouth. Roma hanya mau melepas Zaniolo apabila ada tim yang sanggup menyamai tawaran Bournemouth. Mereka kemudian mengultimatum Zaniolo dan mengancam akan membekukannya dari skuad apabila tak segera angkat kaki dari Stadio Olimpico.
Singkat cerita, Bournemouth mundur usai mendapat Hamed Traore dari Sassuolo. Zaniolo gagal pindah hingga bursa transfer musim dingin di Eropa ditutup. Para penggemar kemudian menyalahkan Zaniolo yang dianggap tak memikirkan kepentingan klub.
Seperti yang kita tahu, Nicolo Zaniolo akhirnya justru berlabuh ke Galatasaray. Di klub yang bermarkas di Nef Stadium itu, Zaniolo meneken kontrak berdurasi 4 tahun hingga 2027 dan mendapat gaji 3,5 juta euro pertahun.
Zaniolo yang baru saja diresmikan sebagai pemain baru, pindah ke klub asal Turki tersebut dengan kesepakatan senilai 16,5 juta euro serta tambahan bonus senilai 13 juta euro. Dalam kesepakatan tersebut, juga terdapat klausul pelepasan senilai 35 juta euro dan klausul penjualan sebesar 20% untuk AS Roma.
Transfer tersebut sebetulnya bukanlah transfer yang diinginkan, tetapi sama-sama menguntungkan dua pihak. Pasalnya, tawaran Galatasaray adalah satu-satunya opsi realistis yang tersisa karena bursa transfer di Turki baru akan ditutup pada 18 Februari 2023 menyusul bencana gempa yang terjadi. Di sisi lain, Zaniolo bisa angkat kaki secepatnya dari Olimpico.
Akan tetapi, meski sudah meninggalkan ibukota Italia, AS Roma dan para pendukungnya sepertinya masih sakit hati dan terus melampiaskan kekesalan mereka kepada Nicolo Zaniolo. Salah satu yang memberi Zaniolo kritik paling pedas adalah Zbigniew Boniek, mantan striker Roma era 80an.
“Jika dia telah memutuskan untuk tidak bermain untuk Roma, maka lebih baik dia tidak usah terlibat. Masalahnya tetap sama, jika dia tidak mengubah sikapnya, maka dia akan menimbulkan masalah di klub mana pun,” kata Boniek dikutip dari Football Italia.
Keputusan Zaniolo untuk meninggalkan AS Roma mungkin saja telah mengkhianati cinta kasih AS Roma dan para pendukungnya. Zaniolo yang dulu diidolakan, kini menjalani hari-hari berat sebagai public enemy Roma. Dicap toxic, overrated, hingga pernah dijadikan kambing hitam di setiap kekalahan yang diderita Giallorossi.
Namun, bagaimana jika kita balik. Apakah perlakuan fans Roma yang mengolok-oloknya bahkan ada yang sampai mengancam nyawanya dapat dibenarkan? Siapa pula yang sejak muda memberi Zaniolo beban yang begitu berat untuk menggendong Serigala Ibukota yang memang sulit berprestasi?
Bagaimanapun juga, Zaniolo berhak untuk melanjutkan kariernya. Terlebih lagi pelatih timnas Italia, Roberto Mancini adalah salah satu pihak yang mendukung kepindahannya. Namun, Mancio meminta Zaniolo agar tak menyia-nyiakan lagi bakatnya.
“Saya percaya dia adalah pemain dengan kualitas hebat, dia harus berada di tim yang bisa mengembangkan bakatnya,” kata Mancini dikutip dari One Football.
Kini, yang jadi pertanyaan adalah apakah benar Nicolo Zaniolo memiliki attitude yang buruk dan menyia-nyiakan talentanya seperti yang selama ini disangakakan fans Roma kepadanya?
Sayangnya, pertanyaan ini tak bisa terjawab sekarang. Perjalanan kariernya di Galatasaray akan jadi jawabannya.
Referensi: Goal, Ultimo Uomo, Football Italia, Sportbible, Mozzartsport, One Football, Football Italia.