Di Real Madrid, Kylian Mbappe Jadi Kylian “Mbapuk”

spot_img

Malam penganugerahan Ballon d’Or rencananya menjadi malam yang istimewa buat Kylian Mbappe. Walau tidak meraih penghargaan utama, pemain asal Prancis itu meraih trofi Gerd Muller, penghargaan untuk pencetak gol terbanyak. Ia berbagi penghargaan itu dengan Harry Kane. Namun, di malam yang indah, Mbappe tak menampakkan bibirnya.

Ketidakhadiran Mbappe di acara tersebut bisa dibaca sebagai sebuah simbol. Memang benar Mbappe mencetak banyak gol sepanjang tahun. Tapi kalau kita melihatnya hari ini, saat ia berseragam Real Madrid, Mbappe seolah kehilangan kemampuan untuk mencetak gol.

Mengapa hal bisa terjadi? Mengapa Mbappe justru seolah bapuk ketika berseragam Real Madrid? Mari kita membahasnya.

Kepingan Terakhir Real Madrid, Katanya

Awal lambat Kylian Mbappe di Los Galacticos bertolak belakang dari perkiraan banyak orang. Dulu, ya dulu, sebelum ia datang, tak sedikit orang yang mengatakan bahwa Mbappe akan menjadi kepingan terakhir yang dibutuhkan Real Madrid. Selama ini, sebelum era Mbappe dan sesudah kehilangan Karim Benzema, Los Blancos tak memiliki penyerang nomor “9”.

Jude Bellingham, Vinicius Junior, Rodrygo, hingga Federico Valverde dijadikan tenaga sementara untuk mencetak gol. Sementara kehadiran Joselu sekadar mampir, nyicipi gelar Liga Champions. Tak mengejutkan saat Mbappe datang, Real Madrid akan semakin kuat. Lini depan mereka juga bakal semakin tajam.

Rumor kepindahan Kylian Mbappe ke Real Madrid juga toh sudah bergulir sama lamanya dengan pembangunan MRT. Trofi Gerd Muller yang didapat tahun ini lebih dari cukup untuk menjelaskan kehebatan dan kelayakan Mbappe di Real Madrid.

Ketika Mbappe resmi ke Real Madrid, prediksi tim ini akan memenangkan kembali Liga Champions pun bergelora. Bahkan di kalangan maniak rental PS, aturan tentang memakai Real Madrid di-judicial review. Dari yang semula memperbolehkan memakai Real Madrid menjadi larangan memakai Real Madrid karena keberadaan Kylian Mbappe.

Menghancurkan Ekspektasi

Ah, sayangnya, di dunia sepak bola kenyataan acap kali tak sesuai ekspektasi. Harapan orang, terutama para demit pada Kylian Mbappe dihancurkan oleh Mbappe itu sendiri. Dan memang, benar kata Sayyidina Ali, yang paling pahit adalah berharap pada manusia.

Setidaknya sampai sejauh ini, Mbappe belum bisa memenuhi harapan. Musim ini, Mbappe sudah bermain dalam 10 pertandingan La Liga, dan mencetak enam gol. Kelihatan banyak, tapi separuh dari gol itu berasal dari titik putih. Yang itu berarti, jumlah gol Mbappe tanpa penalti kalah dari pemain Villarreal, Ayoze Perez (7 gol).

Selain itu, jumlah gol yang dicetak Mbappe di La Liga musim ini juga cukup untuk membuat Robert Lewandowski tertawa geli. Tiga gol yang dicetaknya itu tak sampai sepertiga golnya mas Lewy di La Liga musim ini (14 gol).

Tak sampai di sana.  Jika dibandingkan dengan pemain Las Palmas, Alberto Moleiro, Mbappe juga kalah. Moleiro sudah mengemas empat gol tanpa satu pun dari penalti. Kekeringan gol yang dialami Mbappe ini menimbulkan pertanyaan. Aslinya Mbappe tuh punya usaha nyetak gol, nggak sih?

Tidak Klinis di Lini Depan

Mengatakan Mbappe tidak punya usaha buat nyetak gol, jelas nonsense. Bergabung ke Real Madrid adalah cita-citanya, jadi yah, Mbappe akan berusaha semaksimal mungkin. Salah satunya buat nyetak gol.

Mari kita lihat apa yang terjadi di lapangan. Mbappe selalu beroperasi di lini depan. Setidaknya Ancelotti tak menyuruh Mbappe jadi penjaga gawang. Karena daerah operasinya di lini depan, kesempatan mencetak gol sangat terbuka. Dan memang itulah yang dialami Mbappe.

Dari segi nilai pengharapan gol, Mbappe cukup tinggi, yakni 7,74. Tapi dengan gol open play-nya yang cuma tiga, menandakan bahwa ketika peluang mencetak gol ada, mata Mbappe tiba-tiba siwer.

Maksudnya gimana, min? Begini, tong. Mbappe punya nilai pengharapan golnya 7,74. Artinya, paling tidak ia mencetak tujuh gol atau paling tidak yang mendekati. Enam gol misalnya, agar jarak dari nilai pengharapan gol tidak terlalu banyak dan dianggap masih oke. Tapi karena Mbappe cuma nyetak tiga gol, ya itu jauh sekali dari nilai pengharapan golnya.

Lalu, contoh yang bagus gimana, min? Ada nih, Raphael Dias Belloli alias Raphinha yang musim ini mencetak enam gol di La Liga tanpa satu pun dari penalti. Jumlah itu mendekati angka pengharapan golnya, yakni 6,40. Yang paling bagus, ada nggak min? Ada!

Lihat noh Lamine Yamal. Nilai pengharapan golnya cuma 3,03. Artinya paling tidak ia bisa mencetak dua gol atau maksimal tiga di La Liga. Tapi dik Yamal malah nyetak lima gol! Jumlah golnya melebihi nilai pengharapan golnya. Agak kenthir emang dik Yamal ini.

Kekalahan 4-0 dari Barca, Puncak Kebapukan Mbappe

Oke, kembali ke Kylian Mbappe. Selain seret gol di Liga Spanyol, Mbappe juga kepayahan buat nyetak gol di Liga Champions. Sejauh ini hanya sebiji gol melawan VfB Stuttgart yang bisa dibanggakan. Selebihnya, Mbappe baru bisa memberi satu asis di laga melawan Dortmund.

Mungkin di antara kamu ada yang bertanya, kok contohnya dari Barcelona? Ya memang sengaja. Pancaran kebapukan Mbappe kebetulan makin tampak tatkala Real Madrid digebuk Barcelona 4-0 di Santiago Bernabeu. Di laga itu, Mbappe mencetak gol, tapi di universe yang lain. Kenyataannya bukan gol, tapi offside.

Di laga tersebut, setidaknya delapan kali putra Fayza Lamari terjebak offside. Ya, delapan kali! Terbanyak sepanjang kariernya dan terbanyak di La Liga sejak 2009. Rekor delapan kali offside Mbappe menyamai pemain Elche, Jonathas saat melawan Athletic Bilbao pada Mei 2015.

Mbappe Tidak Cocok Jadi Penyerang Tengah

Orang bilang, keputusan pelatih adalah keputusan yang sudah disesuaikan dengan kondisi tim. Tapi keputusan Carlo Ancelotti untuk terus menempatkan Mbappe sebagai penyerang tengah, sepertinya keputusan yang tidak betul-betul menyesuaikan kondisi tim.

Keputusan itu hanya akan mengulangi kesalahan Luis Enrique di PSG dan Didier Deschamps di Timnas Prancis. Kedua pelatih bersikeras menempatkan Mbappe sebagai penyerang tengah. Padahal Mbappe jauh lebih efektif di sayap kiri. Jurnalis RMC Sport, Daniel Riolo dalam satu kesempatan bilang, Carletto masih terjebak dalam perangkap yang sama dengan dua pelatih tadi.

Diminta Fokus Nyetak Gol

Don Carlo sejauh ini memaksa Mbappe tetap di posisi nomor sembilan. Kemarin, setelah dihancurkan Barcelona, Carletto malahan mengkritik Mbappe karena ia ikut menekan lawan. Padahal Ancelotti menegaskan tugas Mbappe adalah mencetak gol. Terkait posisi sayap kiri, juga berkelindan dengan keberadaan Vinicius.

Baik Mbappe maupun Vini sama-sama nyaman di sayap kiri. Keduanya bisa sama-sama marah jika tidak ditempatkan di sana. Namun solusi yang dipakai Carletto masih sama: Mbappe mengisi nomor sembilan. Sayap kiri tetap milik Vinicius. Kadang keduanya malah diduetkan sebagai penyerang.

Kalau demikian keadaannya, Mbappe dituntut bisa beradaptasi. Tidak ada lagi istilah pelatih yang menuruti perkataannya, tapi Mbappe-lah yang mesti menuruti Ancelotti. Meski jelas bakal memakan waktu yang tidak sebentar. Legenda Barcelona, Patrick Kluivert sudah mewanti-wanti sejak lama.

“Tidak mudah menghabiskan seluruh kariernya di Prancis dan tiba di Spanyol, di mana liga sangat kuat dan tidak mudah beradaptasi,” kata Kluivert dikutip Marca.

Selain alasan tadi, ada asumsi lain bahwa Real Madrid membutuhkan sosok pengganti Toni Kroos. Nihilnya pemain seperti Kroos yang punya kualitas umpan bagus, membuat Mbappe tak mendapat suplai. Namun kalau melihat nilai pengharapan gol yang tinggi, rasanya masalah bukan terletak pada suplai, tapi Mbappe-nya saja yang tak bisa memaksimalkan peluang.

https://youtu.be/fkoe7cpgScw

Sumber: Forbes, TeamTalk, AS, Goal, TheAthletic, Eurosport, Sportskeeda, Goal

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru