Dari Bawah Mistar Hingga Belakang Meja, Van Der Sar Tetap yang Terbaik

spot_img

Setelah Peter Schmeichel memutuskan untuk hengkang dari Manchester United dan bergabung dengan Sporting Lisbon pada tahun 1999. Sir Alex Ferguson mendapat tugas sulit untuk menemukan pengganti yang cocok untuk menjadi tembok pertahanan terakhir Manchester United.

Dari Mark Bosnich sampai Fabian Barthez semuanya dianggap tak memenuhi standar Sir Alex. Hingga pada akhirnya muncul sosok penjaga gawang yang sudah tua namun berbakat, Edwin Van Der Sar. Sejak dirinya direkrut dari Fulham pada tahun 2005, pertahanan MU membaik. 

Namun, datang di usia 34 tahun membuat waktunya di United tak lama. Meski begitu, ia dianggap lebih baik dari kiper-kiper sebelumnya. Bahkan setelah pensiun dan hanya bekerja di belakang layar, Van Der Sar masih jadi salah satu yang terbaik. Benarkah demikian?

Dari Ajax

Karir persepakbolaan Edwin Van Der Sar memang cukup panjang. Semuanya berawal dari klub lokal Belanda, Ajax Amsterdam tahun 1990. Klub raksasa Eredivisie inilah yang memupuk potensi sang penjaga gawang hingga kemampuannya diakui oleh jutaan pasang mata di seluruh belahan dunia.

Mungkin hanya sedikit klub yang bisa menjadi tempat lebih baik untuk mengasah bakat selain di Ajax. Van Der Sar pun menyerap banyak ilmu di sana. Di bawah asuhan Louis van Gaal, Van Der Sar perlahan namun pasti berubah dari penjaga gawang minim pengalaman menjadi penjaga gawang hebat.

Van Gaal menyuruh asistennya, Frans Hoek selaku pelatih kiper untuk memberikan perhatian khusus pada Van Der Sar. Pelatih yang juga berasal dari Belanda itu yakin kalau penjaga gawang kurus dan culun itu punya potensi besar. Dan benar saja, tak butuh waktu lama bagi Van Der Sar yang masih berusia 20 tahun untuk menjadi kiper utama Ajax kala itu.

Van Der Sar bahkan menjadi bagian penting Ajax dalam meraih kejayaan di tahun 90-an. Sembilan tahun membela Ajax, ia telah memenangkan banyak gelar termasuk empat gelar juara Eredivisie dan tiga Piala KNVB. Namun, yang paling memorable adalah ketika Van Der Sar membantu Ajax menguasai Eropa dengan menjuarai Liga Champions musim 1994/95.

Tersesat di Serie A

Kepiawaiannya dalam menjaga pertahanan terdengar sampai ke Negeri Menara Pisa. Pada tahun 1999, Van Der Sar yang sudah memenangkan banyak trofi di Belanda akhirnya bergabung dengan Juventus. Ini jelas sebuah peningkatan karir, mengingat Juve merupakan klub yang mendominasi Serie A saat itu.

Meski memainkan 88 pertandingan di semua kompetisi bersama Juventus, Turin nyatanya tak pernah jadi tempat yang cocok untuk Van Der Sar. Seperti yang kita ketahui, selama di Ajax, ia diperbolehkan mengambil lebih banyak resiko dengan memainkan bola atau maju ke depan untuk menghalau serangan.

Namun, ketika di Juve kebolehannya justru dibatasi. Juve menuntut sang penjaga gawang untuk tetap berada di area kotak penalti. Juve lebih sering mengalirkan bola di area tengah dan sepertiga pertahanan lawan ketimbang pertahanannya sendiri untuk memancing lawan seperti Ajax.

Si Nyonya Tua sempat berjanji akan mengubah gaya bermainnya demi sang kiper. Tapi kesepakatan tidak tertulis itu telah diingkari. Ketika kemampuannya diredam, kepercayaan diri Van Der Sar mulai menurun. Blunder dan kesalahan-kesalahan elementer pun mulai tercipta darinya.

Melihat itu, Juve makin meragukan kapasitas sang penjaga gawang. Tim kepelatihan bahkan sampai menyuruh Van Der Sar untuk memeriksakan penglihatannya. Tak sampai di situ, ketidakpuasan Juve memuncak kala mendatangkan Gianluigi Buffon dari Parma pada tahun 2001.

Bangkit di Usia Tua

Kedatangan Buffon membuat Van Der Sar tersingkir. Namun ia mengalami dilema. Usianya yang sudah menginjak kepala tiga membuatnya ragu. Sudah tak ada klub papan atas yang meminatinya. Terlebih setelah ia dikucilkan dari Juventus. Setelah beberapa negosiasi dan tawaran, akhirnya Juve melepas Van Der Sar ke klub gurem Liga Inggris, Fulham.

Di saat semua orang merasa karirnya akan meredup, Van Der Sar justru perlahan mulai bangkit. Namun, ia harus melewati musim-musim yang tak begitu spesial bersama Fulham lebih dulu sebelum kembali merasakan sebuah kesuksesan.

Barulah pada tahun 2005, saat usianya sudah menginjak 34 tahun, Sir Alex yang sudah kehabisan opsi datang. Van Der Sar jadi penjaga gawang kesebelas setelah pelatih asal Skotlandia itu muak dengan banyaknya proyek penjaga gawang yang gagal. Nama Van Der Sar ternyata direkomendasikan oleh Ruud Van Nistelrooy.

Pemain yang juga berasal dari Belanda itu menggaransi kalau Van Der Sar sesuai dengan gaya bermain United. Kehidupan memang jarang memberikan kesempatan kedua, tapi bergabung dengan United adalah kesempatan kedua yang tak pernah ia sia-siakan.

Mantan pemain Ajax itu kembali menampilkan performa apik di Old Trafford. Ia bahkan beberapa kali masuk dalam skuad terbaik Liga Inggris di akhir musim. Tak lupa, ia juga membantu Setan Merah meraih banyak gelar. Yang paling berkesan tentu juara Liga Inggris tiga kali berturut-turut pada tahun 2007-2009 dan juara Liga Champions tahun 2008.

Kembali ke Ajax

Bergabung di usia yang sudah tak muda membuat masa jabatan Van Der Sar di Manchester United tak berjalan lama. Pemain yang memiliki tinggi hampir dua meter itu hanya bertahan selama lima musim saja di MU. Ia memutuskan pensiun pada tahun 2011. Kala itu, usianya sudah menginjak 40 tahun.

Setelah menutup karirnya dengan ending yang bahagia di Manchester United, Van Der Sar hanya membutuhkan satu tahun untuk beristirahat sebelum akhirnya kembali aktif di dunia sepakbola bersama klub masa mudanya, Ajax. Bukan sebagai pelatih apalagi pemain, Van Der Sar diangkat sebagai Head of Marketing Ajax Amsterdam.

Meski itu sebuah peran yang terbilang baru baginya, Van Der Sar cukup baik memerankannya. Ajax jadi klub yang makin mendunia dengan strategi marketing yang beragam. Puas dengan kinerjanya, Ajax memberikan kenaikan jabatan kepada Van Der Sar sebagai CEO klub pada tahun 2016.

Yang membuat Van Der Sar terlihat makin hebat dalam memainkan peran di belakang layar Ajax adalah soal bujet. Perlu diketahui, ia menjadi CEO klub dengan modal yang tidak besar. Meski begitu, ia bisa membawa Ajax ke tangga kesuksesan.

Dengan bujet minim, Van Der Sar tetap menjaga nama baik Ajax di kompetisi domestik maupun internasional. Ia mengkolaborasikan pemain muda, murah, dan potensial dengan hasil didikan akademi sendiri untuk memperkuat setiap lini. Hasilnya? Tentu saja tak bisa diremehkan. 

Terhitung sejak tahun 2018, Ajax telah meraih tiga trofi Eredivisie, dua Piala KNVB, dan satu Dutch Super Cup. Ajax juga sempat mengejutkan dengan mencapai babak semifinal Liga Champions pada musim 2018/19.

Kondisi Sekarang

Setelah kurang lebih 11 tahun mengabdi, Van Der Sar memutuskan untuk mengundurkan diri pada Juni 2023 kemarin. Keputusan itu diambil setelah rentetan hasil buruk yang dialami Ajax musim 2022/23. Ia bahkan sempat didemo oleh fans sendiri karena Ajax hanya finis di urutan ketiga Eredivisie musim tersebut.

Sempat diisukan bakal bergabung ke Manchester United dan bereuni dengan Erik Ten Hag, kini status Van Der Sar masih nganggur. Ia sedang fokus memperhatikan kesehatannya setelah pada Juli lalu dirawat di rumah sakit akibat pendarahan otak. Patut dinanti langkah selanjutnya dari Van Der Sar. Akan kembali bekerja untuk klub atau fokus menghabiskan waktu dengan orang-orang terkasih.

Sumber: These Football Times, The Athletic, Arab News, CNN

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru