Kesuksesan tim medioker Blackburn Rovers menjuarai kompetisi Premier League musim 1994/95 tak terlepas dari andil penyerang mereka, Chris Sutton dan Alan Shearer. Keduanya bisa dibilang sebagai salah satu duet terbaik yang pernah menghiasi sepak bola Inggris.
Kombinasi keduanya baru berlangsung di awal musim 1994/95. Shearer memasuki musim ketiganya bersama Blackburn, sementara Sutton merupakan pemain anyar yang didatangkan dari Norwich City. Ketika itu, Blackburn harus merogoh kocek sejumlah 5 juta paun untuk memboyong pemain berusia 21 tahun itu ke Ewood Park. Angka tersebut membuat Blackburn memecahkan rekor transfer pemain Inggris.
Duo Shearer-Sutton mencetak banyak gol untuk membantu tim asal Lanchasire tersebut merebut gelar ketiganya dalam liga sepak bola Inggris. Kemitraan mereka, dijuluki ‘SAS’ jauh sebelum Daniel Sturridge dan Luis Suárez juga memakai akronim tersebut.
Duet Shearer and Sutton berhasil menjaring 49 gol liga dalam perjalanan menuju gelar, dengan Shearer mencetak 34 gol yang sekaligus membuat dirinya meraih sepatu emas, sementara Sutton mengantongi 15 gol penting.
Namun, di luar kampanye liga, yakni di Piala Liga, Piala FA, dan piala UEFA, Sutton yang mencetak lebih banyak gol yaitu enam dan Shearer hanya tiga. Tetapi gol-gol itu tidak begitu dikenang mengingat bahwa tim mereka tidak terlalu tampil menonjol dalam kompetisi tersebut.
Namun demikian, mereka pantas diingat untuk apa yang telah mereka lakukan di kompetisi liga. Perpaduan keduanya di lini depan acapkali merepotkan pertahanan lawan. Dari 42 pertandingan liga yang dilakoni Blackburn di musim itu, hanya ada 12 laga di mana Shearer atau Sutton tidak masuk dalam daftar pencetak gol.
Hal itu tentunya merupakan pencapaian yang sangat luar biasa yang membuktikan betapa pentingnya peran Shearer and Sutton dalam sistem permainan The Rovers.
Sulit untuk memikirkan mesin pencetak gol yang lebih hebat dan efektif di sepak bola Inggris pada pertengahan 90-an selain apa yang dinyalakan oleh Sutton dan Shearer. Dalam kondisi terbaiknya, mereka berdua adalah pembunuh di kotak penalti lawan.
Bermain dalam formasi tradisional 4-4-2, mungkin terlihat di atas kertas seperti pola kerja keras Inggris yang khas, tetapi Kenny Dalglish telah membuat perbedaan.
Pelatih yang pernah sukses bersama Liverpool itu secara teratur sering memberi intruksi kepada salah satu dari dua strikernya untuk turun ke lapangan tengah guna merebut bola. Biasanya dalam hal ini akan dijalankan oleh Sutton.
Gelandang tengah tim lawan biasanya akan melakukan beberapa tekel-tekel untuk menghadang agresivitas tim Blackburn. Tetapi, Sutton, mantan pemain tengah pada masa-masa awalnya di Norwich City, sudah terbiasa dengan tekel.
Sutton sering turun ke lini tengah untuk melakukan tekanan kepada gelandang lawan, ketika bola sudah ia kuasai, ia mengatur timnya untuk melakukan serangan balik, di mana ia biasanya akan melihat posisi Shearer sebelum memberinya umpan.
Bagi banyak orang, Chris Sutton berada dalam bayang-bayang Shearer karena fakta sederhana bahwa ia tidak mencetak banyak gol musim itu dan lesakan total 83 golnya di liga primer dikerdilkan dibandingkan dengan 280 gol milik Alan Shearer yang nongkrong sebagai yang terbanyak.
Namun, sulit untuk mengabaikan gagasan bahwa tanpa Sutton bersama Shearer sepanjang musim 1994/95, Alan shearer mungkin tidak pernah mendapatkan medali pemenang liga sama sekali. Lagi pula, itu adalah satu-satunya saat mereka memenangkan liga Inggris, terlepas dari ketajaman, kolektivitas dan skill individu mereka.
Kehebatan mereka tidak hanya perihal jumlah gol, namun juga assist. Di antara keduanya, kerap kali berbagi assist. Kerjasama keduanya telah di mulai dalam laga pembukaan liga primer ketika menghadapi Southampton yang berakhir imbang 1-1.
Saat itu, Sutton memberikan assist atas terciptanya gol sundulan yang dibuat Shearer. Beberapa hari kemudian, giliran Shearer yang memberikan assist untuk Sutton dalam laga kemenangan 3-0 kontra Leicester.
Dua laga awal itu seakan-akan menjadi penanda bahwa keduanya akan melanjutkan hal yang sama sampai hari terakhir ketika mereka pada akhirnya merebut trofi liga primer di stadion Anfield.
Dalam awal-awal kemitraan mereka, Sutton mencetak sembilan gol dalam 10 pertandingan liga pertamanya, sementara Shearer mencetak tujuh gol ketika The Rovers kalah hanya sekali dalam periode tersebut.
Tanda-tanda awal yang baik bagi tim berwarna khas Biru dan Putih itu dalam menghadapi tantangan serius. Meskipun para penggemar kecewa melihat klub mereka tersingkir dari setiap kompetisi lainnya, namun secara umum hal itu bisa membuat Blackburn lebih fokus di liga primer.
Pada pergantian tahun baru, Shearer sudah menggelontorkan 17 gol liga, sementara Sutton baru mengemas 12 gol. Kerja sama keduanya yang di bingkai dengan ketajaman pun berlanjut hingga akhir musim, ketika Blackburn secara luar biasa membuat 80 gol dengan 49 gol diantaranya dibuat oleh Shearer and Sutton.
Chris Sutton & Alan Shearer: Duet Mematikan Pada Era nya pic.twitter.com/B0a5IjMn9T
— Starting Eleven (@Starting11ID) June 3, 2020
Keberhasilan Blackburn merajai Inggris memang mengejutkan, namun tanda-tanda itu sebenarnya sudah terlihat sebelum musim 1994/95, Ketika itu, Blackburn telah berada di puncak permainan sepak bola Inggris, mereka sempat nangkring di posisi kedua klasemen liga primer musim sebelumnya.
Markas Blackburn, Ewood Park dalam dua musim telah menikmati bakat Shearer yang luar biasa. Hingga kemudian, kedatangan Sutton di pertengahan tahun 1994 benar-benar memberi tim dorongan tambahan yang mereka butuhkan untuk akhirnya menyelesaikan musim dengan baik.
Selain lini depan yang menakjubkan, rasanya tak adil jika melupakan lini pertahanan. Berapa pun jumlah gol yang dicetak pemain depan, jika tidak diimbangi dengan kualitas lini pertahanan maka itu pun akan sia-sia belaka.
Di bawah mistar, Blackburn mempunyai Tim Flowers, salah satu penjaga terbaik di masanya. Dalam kampanye musim itu, Flowers bermain 39 laga. Di depan Flowers ada Colin Hendry, sebagai pemimpin di lini belakang, ia mempunyai sikap tenang dan tekad yang kuat.
Hendry bekerja secara efisien bersama rekan-rekan senegaranya seperti Graeme Le Saux, Ian Pearce dan Stuart Ripley.
Di lini tengah, Tim Sherwood selaku kapten berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia mampu menjaga lapangan tengah, mengatur ritme permainan, dan memberikan dorongan semangat kepada rekan-rekannya.
Meski bagaimana pun, kehebatan duet Shearer and Sutton tidak bisa dilepaskan dari andil semua pemain Blackburn yang berada di lapangan. Namun sayang, pasangan emas lini depan ini hanya bermain bersama selama satu musim saja.
Sebab, setahun kemudian Shearer memilih pindah ke Newcastle United. Sementara Sutton tetap bertahan di Blackburn selama 4 tahun dengan total mencetak sebanyak 48 gol. Hingga akhirnya, dia memutuskan hijrah ke Chelsea pada musim panas 1999 silam.
Kini, setelah bertahun-tahun lamanya, duet Shearer and Sutton tetap dikenang sebagai salah satu yang terbaik di liga primer Inggris, terkhusus bagi penggemar Blackburn, nama keduanya pasti akan selalu di hati.