Kita semua tahu apa yang terjadi di Piala Dunia 2014. Ya, pembantaian Brasil oleh Jerman dengan skor 7-1. Brasil sebagai tuan rumah Piala Dunia 2014, digilas rata dengan tujuh gol di depan ratusan ribu pendukungnya sendiri. Untung Jerman masih punya hati untuk memberikan satu gol hiburan di penghujung laga.
Berbicara soal Jerman yang masih punya hati, ada cerita unik dari laga tersebut. Ternyata setelah Jerman dengan mudah mencetak lima gol di babak pertama, mereka berembuk di ruang ganti. Skuad Der Panzer, yang dipimpin oleh Joachim Low sepakat untuk tidak ingin mempermalukan Brasil di rumahnya sendiri. Mereka sepakat untuk tidak bermain menyerang dan menambah gol.
Tapi ada satu orang yang tidak ikut dalam rembukan itu. Yaitu Andre Schurrle yang sedang berada di kamar mandi. Ia tidak tahu ada kesepakatan untuk tidak menambah gol di babak kedua. Akhirnya ketika babak kedua dimulai, Schurrle malah mencetak dua gol tambahan.
Six years since Germany 7-1 Brazil
Still can’t believe it 😢 pic.twitter.com/unDa4Y5K34
— B/R Football (@brfootball) July 8, 2020
Dan terjadilah bencana terbesar dalam sejarah Brasil. Tapi kali ini bukan bahasan soal kekalahan Brasil itu sendiri. Itu sudah pernah dibahas sebelumnya. Melainkan, apa yang terjadi pada Brasil setelahnya? Bagaimana reaksi para penggemar? Dan bagaimana Brasil bisa bangkit dari keterpurukan.
Daftar Isi
Reaksi Penonton
Reaksi pertama yang dirasakan para pendukung di stadion tentu saja kaget. Mereka tidak percaya akan kejadian itu. Diikuti dengan kesedihan, tangisan dan air mata yang seolah membasahi seisi tribun stadion. Berdasarkan laporan dari Daily Mail, para penonton bahkan sudah mulai ricuh di stadion ketika gol keempat terjadi. Para sesama pendukung Brasil juga dilaporkan terlibat perkelahian dan saling adu jotos di dalam stadion.
Brazil fans riot in the streets after being humiliated by Germany, 7-1 http://t.co/XkNO3GSMj7 pic.twitter.com/4LoNWvsy8c
— Daily Mail Online (@MailOnline) July 9, 2014
Di luar stadion, polisi anti huru hara dikerahkan di beberapa kota di Brasil untuk mengantisipasi kerusuhan yang terjadi. Pihak berwenang juga dipanggil ke Rio de Janeiro setelah dilaporkan beberapa orang membakar transportasi umum. Dan beberapa pendukung yang menonton pertandingan itu lewat layar kaca melempar TV mereka di jalan.
#Brazil fans #Gunfire & #Riots in the streets while #Germany celebrated their 7-1 #BeatDown #Win pic.twitter.com/JuTk0y5gfD
— Jonathan David (@jonathandavid24) July 9, 2014
Presiden Brasil saat itu, Dilma Rousseff sampai meminta maaf lewat sosial media. Ia mengatakan bahwa dirinya juga turut sedih dengan hasil memalukan yang diterima Brasil di laga tersebut.
“Seperti semua warga Brasil, saya sangat, sangat sedih dengan kekalahan ini. Saya merasa buruk untuk kami semua. Untuk para penggemar, juga untuk para pemain kami. Tapi jangan berlarut dalam kesedihan. Brasil bangkit, singkirkan noda dan kembali ke puncak” ungkapnya.
Banyak yang percaya kekalahan ini akan menodai reputasi Dilma sebagai Presiden. Apalagi sebelumnya warga Brasil sudah memprotes anggaran dana yang dikeluarkan untuk Piala Dunia dianggap terlalu besar. Sekarang diperburuk dengan kejadian memalukan ini.
Pukulan dari Media
Penderitaan seleccao tidak terjadi hanya sampai di hari pertandingan saja. Di keesokan harinya, media Brasil memberikan pukulan yang sangat keras. Seperti menaruh garam diatas luka yang masih basah, mereka menerbitkan tajuk utama dengan judul yang sangat memojokkan anak asuh Scolari.
O Globo, surat kabar ternama Brasil yang bermarkas di Rio de Janeiro melabeli peristiwa ini dengan sebutan “Minieratzen”. Sebutan itu mengkaitkan kekalahan memalukan melawan Uruguay di Final Piala Dunia 1950 yang dikenal sebagai “Maracanazo”. Dimana saking memalukannya “Maracanazo” saat itu, sampai memicu bunuh diri seorang suporter dan membuat tiga orang terkena serangan jantung.
Surat kabar O Globo kemudian juga menuliskan “Apa yang kita saksikan di Mineiro bukanlah permainan sepak bola tapi pembantaian”. Mereka lalu memberikan rating kepada setiap pemain dengan kata-kata yang menyakitkan seperti “Julio Cesar: Terkubur. Maicon: Hancur. Dante: Hilang. David Luiz: Kebingungan. Marcelo: Tanpa tujuan. Luiz Gustavo: Porak poranda.” Dan lain sebagainya.
Brazilian newspaper O Globo gives in-depth player ratings for #BRA last night. #BRAvsGER #WorldCup pic.twitter.com/t7ZoBPTWGs
— 90min (@90min_Football) July 9, 2014
Koran Extra, dengan nada sarkas memberikan selamat karena tragedi “Maracanazo” bukan lagi tragedi terburuk Brasil. Setelah kekalahan 7-1 menjadi tragedi sepakbola terburuk Brasil sepanjang masa. Sementara koran O Diao memasang gambar Scolari di halaman depan dengan tulisan “Pergilah ke neraka.”
Bagi masyarakat Brasil, kata “sete a um” atau yang dalam bahasa Indonesia berarti 7-1 sudah menjadi ungkapan perumpamaan. Ungkapan 7-1 jadi kata ganti untuk menggambarkan kekalahan yang memalukan. Bahkan tidak hanya untuk sepak bola, tapi juga kekalahan politik dan bidang lainnya.
Kalah di Perebutan Juara Ketiga
Brasil yang terluntang lantung kehabisan nyawa diharuskan untuk berlaga melawan Belanda di perebutan juara ketiga. Bagaimanapun hasilnya, Selecao tidak akan dimaafkan oleh pendukungnya. Bahkan banyak pendukung tim samba yang ingin Brasil dihancurkan Belanda sekalian sebagai hukuman dari hasil memalukan melawan Jerman.
Tapi Luiz Felipe Scolari tampaknya masih belum mau menyerah. Ia memainkan skuad utamanya sambil berharap ada penebusan dosa dari hasil pertandingan melawan Belanda ini. Tapi bencana yang menimpa mereka di pertandingan sebelumnya masih terasa. David Luiz CS masih terguncang dengan mimpi buruk itu, seolah mereka masih belum terbangun.
🇳🇱 #OnThisBettingDay in 2014, the Netherlands spanked Brazil 3-0 in the World Cup third place play-off with Robin van Persie, Daley Blind and Georginio Wijnaldum on the score sheet.
The odds for the correct score were 40/1! pic.twitter.com/05RRwY6KCp
— BettingOdds (@BettingOddsUK) July 12, 2019
Alhasil, Belanda bisa dengan mudah mencetak gol ketika laga baru berjalan 3 menit. Robin van Persie sukses mengkonversi hadiah penalti menjadi gol. Bagi para pemain Brasil, gol ini bagaikan mimpi buruk yang tak kunjung usai. Daley Blind menambah keunggulan tim oranye di menit ke 16. Seperti tak kenal ampun, Wijnaldum masih tega untuk menambah pundi gol di penghujung laga.
Pelatih dan Pemain yang Terbuang
Tidak lama setelah kegagalan di laga penebusan dosa melawan Belanda, Scolari memutuskan untuk mengundurkan diri dari tim nasional Brasil. Itu bukan langkah yang mengejutkan. Malah, banyak yang menantikan pengunduran dirinya itu sejak kekalahan melawan Jerman. Scolari saat itu mengatakan bahwa “ini adalah hari terburuk” baginya.
FIFA World Cup 2014: Luis Felipe Scolari says 1-7 loss to Germany worst day of his life http://t.co/McToZUts7r pic.twitter.com/6EIA2YEdsM
— DNA (@dna) July 9, 2014
Tapi kekalahan melawan Belanda ini menjadi momentum pamungkas. Bahwa itu benar-benar saat waktunya bersama selecao usai. Pengunduran dirinya itu diumumkan oleh federasi CBF lewat laman resmi mereka.
Disitu mereka menuliskan “Pelatih Luiz Felipe Scolari beserta jajaran staf kepelatihannya mengumumkan untuk mengundurkan diri dari tim nasional. Pengunduran ini diterima oleh presiden federasi, Jose Maria Marin yang berterima kasih atas dedikasi yang diberikan selama Piala Dunia ini”
Sebelum mengundurkan diri, Scolari pernah berkata bahwa dari 23 pemainnya, 14 atau 15 diantara mereka akan tetap bermain untuk Brasil di Piala Dunia 2018. Tapi prediksinya salah. Hanya ada enam pemain yang mampu bertahan. Sepuluh pemain dari kekalahan 7-1 bahkan tidak pernah dipanggil lagi oleh Brasil. Mereka adalah Julio Cesar, Victor, Dante, Maxwell, Henrique, Hernanes, Ramires, Bernard, Jo, dan Fred.
Penjaga gawang Brasil saat itu, Julio Cesar bahkan mengaku kekalahan 7-1 ini masih saja menghantuinya sampai dirinya pensiun. Ia menganggap bahwa kegagalan Brasil di Piala Dunia 2014 adalah beban yang ia bawa kemana pun dirinya pergi.
“Ini adalah beban yang kubawa kemana pun. Bahkan setelah saya pensiun, ketika saya bersandar itu adalah hal yang selalu saya pikirkan. Saya membayangkan ketika saya mati nanti, saya akan diumumkan sebagai penjaga gawang di kekalahan 7-1 Brasil”
Cara Brasil Bangkit
Pembantaian di tahun 2014 itu memang merupakan kejadian yang memalukan bagi Brasil. Jika kita melihat fakta-faktanya yang terjadi setelah kejadian itu, kita akan mengira Brasil tidak akan bangkit lagi. Tapi beberapa tahun setelahnya, mereka nyatanya bisa kembali ke level tertinggi mereka.
Dimulai dari pemilihan pelatih. Setelah Scolari mengundurkan diri, Brasil mengangkat Dunga sebagai juru taktik. Tapi ia dipecat setelah gagal membawa Brasil menjuarai Copa America 2015 dan 2016. Dari situ, diangkatlah Tite sebagai manajer baru. Meskipun masih tidak berjaya di Piala Dunia 2018, tapi Tite mambu membawa Brasil menjadi juara di Copa America 2019.
Selain itu, Brasil mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap Neymar. Beberapa orang menyalahkan tidak hadirnya Neymar yang menyebabkan kekalahan 7-1 itu. Tapi di tahun tahun setelahnya, khususnya di Piala Dunia 2018 itu berubah. Brasil lebih mempercayakan pemain lain seperti Philippe Coutinho, Willian, dan Douglas Costa.
Brasil memang masih belum bisa menjuarai Piala Dunia. Tapi mereka secara perlahan mampu menghilangkan hantu 7-1 dari diri mereka.
Sumber referensi: Independent, Eurosport, Daily, DW, Times, Guardian