Meraih gelar di kompetisi Eropa tak seperti tahu bulat yang bisa dadakan. Lihat saja Pep bersama City maupun Klopp bersama Liverpool. Butuh berapa tahun mereka meraih gelar Liga Champions? Pasti banyak fans City atau Liverpool yang awalnya tak sabar kapan klub idolanya meraih gelar Eropa.
Sama halnya dengan Bayer Leverkusen, berapa lama klub Jerman ini tak meraih gelar Eropa? Ditambah keadaanya sejak musim lalu klub tersebut baru saja punya pelatih baru Xabi Alonso. Pelatih yang melatih klub di level senior saja belum pernah. Harapan meraih gelar baik di level domestik maupun Eropa mungkin hanya angan-angan semu bagi fans Leverkusen.
Imaginez si Xabi Alonso remporte la Bundesliga ET l’Europa League avec le Bayer Leverkusen ! ❤️🖤✨
— MercaFoot (@MercaFoot_) February 23, 2024
La saison de fou qu’ils peuvent faire. 😍 pic.twitter.com/v9wjQZ55oO
Daftar Isi
Pernah Juara
Sudah terlalu lama para fans Leverkusen ngiler kalau melihat trofi. Mereka merasa trofi adalah barang yang asing. Miris bukan? Padahal klub seperti Bayer Leverkusen termasuk yang diperhitungkan di Jerman. Leverkusen bukannya klub recehan seperti Heidenheim maupun Darmstadt.
Ya.. Meskipun di Bundesliga mereka belum pernah merasakan indahnya meraih gelar juara, namun setidaknya ada yang dibanggakan dari Leverkusen, yakni gelar di kancah Eropa. Namun itu dulu. Tepatnya di Liga Europa tahun 1988 atau kala masih bernama UEFA Cup.
Die Werkself yang dihuni pemain Korea, Cha Bum-Kun berhasil meraih mahkota juara setelah mengalahkan Espanyol lewat adu penalti. Publik Leverkusen pun berpesta. Sejarah terukir, karena untuk pertama kalinya klub Kota Leverkusen itu meraih gelar prestisius di kancah Eropa.
UEFA Cup Final, 2nd Leg,18th May 1988 Bayer Leverkusen 3 v Espanol 0, 3-3 on agg, Bayer win 3-2 on penalties pic.twitter.com/rP0nJkx25i
— Classic Football (@CL_FootballPix) March 19, 2014
Nasib Apes “Neverkusen”
Sejak itulah nama Bayer Leverkusen mulai dipandang di kancah Eropa. Terbukti setelah pencapaian fenomenal tersebut, Leverkusen ketika dihuni pemain seperti Rudi Voller, pernah mencapai semifinal UEFA Cup di tahun 1995. Namun sayang, langkah mereka ke partai puncak dihentikan oleh wakil Serie A, AC Parma.
Bernostalgia dengan kesuksesan mereka di tahun 1988, ternyata disadari Rudi Voller dan kawan-kawan tak mudah. Butuh mental yang kuat dan juga sedikit keberuntungan. Keberuntungan inilah yang tampaknya selalu mangkir dari Leverkusen. Nasib sial dan apeslah yang malah terus didapat Leverkusen di ajang Eropa.
Termasuk cerita yang melegenda ketika mereka dijuluki “Neverkusen”. Pencapaian luar biasa Die Werkself pada musim 2001/02, diakhiri dengan kesedihan. Kesempatan menjadi juara di tiga kompetisi berbeda, semuanya raib. Termasuk yang paling menyakitkan terjadi di Hampden Park, Glasgow. Gol indah Zinedine Zidane memupus mimpi anak asuh Klauss Toppmoller meraih mahkota Liga Champions.
Bayer Leverkusen in the 2001/02 season:
— Squawka (@Squawka) May 20, 2019
🥈 Bundesliga
🥈 DFB-Pokal
🥈 Champions League
"Bayer Neverkusen." 😉 pic.twitter.com/iUSwnlUb4Z
Sejak itulah klub ini makin dianggap tak lagi punya mental juara. Selain julukan Neverkusen, ada juga saat itu yang menyebut bahwa Leverkusen ini adalah klub sial dan lebih pantas disebut klub pecundang sejati.
Mental Xabi Alonso
Pasca disebut klub sial, mereka ternyata beneran sial lho. Di kompetisi Eropa boro-boro mencapai babak final, mencapai semifinal lagi saja mereka tak pernah bisa. Di liga domestik pun sama. Mereka belum bisa seperti Wolfsburg, Bremen, maupun Stuttgart yang bisa menghentikan dominasi juara Munchen.
Sampai akhirnya sang juru selamat pun tiba, bernama Xabi Alonso. Awalnya pelatih Basque ini diremehkan karena CV-nya hanya sebagai pelatih junior Real Madrid dan pelatih Real Sociedad B. Apalagi datangnya juga di tengah musim, dan kondisi Leverkusen ketika itu juga sedang tak baik-baik saja.
Namun yang banyak orang lupa, Xabi punya segudang pengalaman luar biasa ketika sebagai pemain. Sebagai seorang gelandang petarung, ada mental juang sekaligus mental juara yang ada dalam dirinya.
Apalagi kalau soal mental Xabi Alonso di kompetisi Eropa. Tak main-main, dua gelar Liga Champions sudah ia rengkuh. Ditambah lagi gelar Piala Eropa dan Piala Dunia. Ya, pengalaman, kesuksesan, dan mental juara itulah yang kemudian coba perlahan Xabi doktrin ke beberapa pemain Leverkusen.
Xabi Alonso:
— Resenha da Torcida (@ResenhadTorcida) May 26, 2018
Campeão da Champions League com o Liverpool 2004/05
Campeão da Champions League com o Real Madrid 2013/14
🏆⚽ pic.twitter.com/nS70VwZj5j
Tak hanya itu saja, Xabi juga mengubah banyak hal di Leverkusen terutama aspek motivasi, koordinasi, hingga suasana ruang ganti yang harmonis. Yang paling utama, Xabi mencoba mengubah paradigma para pemain untuk tidak lagi bermain sebagai tim kroco ketika melawan tim yang lebih besar.
Ambisi Xabi Dihentikan Gurunya
Xabi Alonso adalah pelatih yang bukan sekadar cari pamor untuk jenjang kariernya. Namun ia adalah pelatih yang punya ambisi. Ketika pertama kali ditunjuk sebagai pelatih Leverkusen, ia sempat mengatakan bahwa yang ia cari adalah kemenangan. Apapun caranya, ia akan selalu cari cara untuk menang. Tak hanya itu, Xabi juga ingin selalu bersaing memperebutkan gelar, baik domestik maupun Eropa.
Ya.. Memang terdengar kurang realistis. Karena kita tahu keadaan Leverkusen di musim lalu compang-camping saat dilatih Gerardo Seoane. Namun apa yang salah dari sebuah ambisi. Xabi ingin terus menularkan ambisinya itu kepada anak didiknya untuk bisa cepat bangkit.
Tak butuh waktu lama hasilnya sudah mulai kelihatan. Di Liga Eropa musim lalu, Die Werkself sudah mampu diantarkan Xabi alonso hingga babak semifinal. Xabi berupaya ingin segera menghilangkan julukan Neverkusen yang ada dalam timnya.
Namun sayang, ia harus menerima kenyataan bahwa Leverkusen tetaplah Neverkusen. Ambisi Xabi berjaya di Eropa dikandaskan oleh gurunya sendiri, Jose Mourinho. Die Werkself gagal melaju ke final saat dikandaskan AS Roma.
📸 La postal del día: José Mourinho vs Xabi Alonso en la Europa League. pic.twitter.com/bbJOaPeZ8s
— Alejandro Montes (@amontes_98) May 11, 2023
Meski begitu, Alonso tetap bangga. Ia merasa kalah terhormat. Pasukannya di lapangan sudah berjuang semaksimal mungkin. Ia merasa berhasil bisa menggembleng mental Eropa anak asuhnya dalam kurun waktu tujuh bulan, sehingga bisa sampai ke babak semifinal.
Xabi Belajar
Dari kekalahan tersebut, Xabi Alonso banyak belajar. Ia tak malu belajar dari kegagalan. Pembelajaran Alonso itu mulai diterapkan di musim ini. Di Liga Eropa Xabi bertekad Leverkusen bisa dibawanya berprestasi lebih baik dari musim lalu. Syukur-syukur bisa sampai final dan meraih juara.
Hal itu bukan mengawang-awang atau mimpi di siang bolong. Pasalnya kalau melihat performa Die Werkself musim ini, wow… fantastis. Tak hanya di Bundesliga, di Liga Eropa juga. Leverkusen selalu menang di fase grup.
Granit Xhaka dan kawan-kawan juga menjadi tim yang paling produktif dengan 19 gol, serta tim yang paling sedikit kebobolan dengan 3 gol. Langkah Leverkusen musim ini di Liga Eropa juga diprediksi akan mulus. Terlebih di fase 16 besar, ia hanya akan bertemu Qarabag, tim yang sempat mereka hancurkan di fase grup.
🇦🇿 Qarabağ vs Leverkusen 🇩🇪#UELdraw pic.twitter.com/PeXXU7rqnk
— UEFA Europa League (@EuropaLeague) February 23, 2024
Tak peduli di ajang ini akan ada banyak saingan seperti Liverpool, AC Milan, dan AS Roma. Ambisi Xabi Alonso masih tetap sama, yakni membawa Leverkusen meraih gelar. Selain itu, Xabi juga punya dendam tersendiri di ajang ini yang harus segera dibalaskan ketika langkahnya terjegal di semifinal musim lalu.
Jangan Ganggu Xabi!
Menghilangkan julukan Neverkusen memang tak mudah. Rintangan pun banyak menghadangnya. Di tengah performa Leverkusen musim ini yang aduhai, ia mulai diganggu dengan rumor transfer.
Termasuk rumor dirinya akan segera menandatangani kontrak dengan beberapa klub besar seperti Liverpool maupun Munchen. Xabi terlihat risih akan beberapa rumor tersebut. Ia merasa fokusnya membawa Leverkusen berjaya musim ini makin terganggu.
🔴 Le Bayer Leverkusen attend 15 à 25M€ pour se SÉPARER de Xabi Alonso ! 😳💰
— Vibes Foot (@VibesFoot) February 29, 2024
Le Bayern Munich et Liverpool sont sur le coup.
🗞️ @SkySportDE pic.twitter.com/VWoXXh8MPW
Namun Alonso mencoba untuk tak peduli dengan gangguan itu. Ia sudah bicara ke beberapa media bahwa ia memilih untuk fokus 100% pada ambisinya berjaya bersama Leverkusen.
Ya, baiknya jangan diganggu dulu dong Alonso ini. Biarkanlah ia hidup dalam ambisinya. Doakan saja, semoga ambisinya membawa gelar Eropa bagi Leverkusen seperti tahun 1988 segera terwujud. Baru setelah itu, terserah Xabi.
Sumber Referensi : bayer04, forbes, bundesliga.com, breakingthelines, transfermarkt