Lawatan ke Emirates Stadium pada lanjutan matchday ke-27 Premier League, Minggu 19 Maret kemarin harusnya jadi hari yang spesial untuk Patrick Vieira. Jika terwujud, itu bakal jadi lawatan keduanya sebagai seorang manajer ke kandang mantan klub yang dulu ia bela selama nyaris 1 dekade.
Sayangnya, pertemuan kedua yang sudah dinanti di musim ini batal terwujud. Jumat, 17 Maret 2023, atau dua hari sebelum away ke Emirates Stadium, Patrick Vieira dipecat dari kursi pelatih Crystal Palace. Kabar tersebut ia terima via telepon langsung dari ketua Steve Parish ketika dirinya bersama 3 asistennya sedang dalam perjalanan menuju tempat latihan.
Pemecatan tersebut terjadi dua hari setelah Crystal Palace takluk 1-0 dalam derby M23 di kandang Brighton & Hove Albion. Hasil tersebut membuat Crystal Palace gagal meraih satu pun kemenangan dalam 12 pertandingan terakhir setelah pergantian tahun 2023. Sebuah hasil yang membuat The Eagles hanya berjarak 3 poin dari zona degradasi.
Proyek Ambisius Patrick Vieira Pada Awalnya Berjalan Baik
Dipecatnya Patrick Vieira dari kursi pelatih Crystal Palace adalah sebuah akhir yang tragis. Pasalnya, Crystal Palace sebetulnya tengah membangun era baru di bawah pelatih berusia 46 tahun tersebut. Vieira bergabung pada Juli 2021 setelah The Eagles memutuskan tak memperpanjang kontrak pelatih kawakan Roy Hodgson yang sudah bertugas sejak 2017.
Dengan hadirnya investor anyar dalam diri John Textor yang membeli 40% saham Crystal Palace, perubahan besar juga dilakukan dengan pengembangan training center dan pembelian pemain baru di bursa transfer. Di bawah kendali Vieira, strategi dan master plan baru diusung untuk merekrut pemain ke Selhurst Park.
Dengan dana tak kurang dari €85 juta, Crystal Palace mendatangkan beberapa pemain menjanjikan, semacam Marc Guehi, Joachim Andersen, Odsonne Edouard, Michael Olise, hingga Conor Gallagher. Langkah tersebut dibarengi dengan dilepasnya beberapa pemain yang dianggap sudah menua, seperti Patrick van Aanholt, Andros Townsend, Mamadou Sakho, Wayne Hennessey, hingga Gary Cahill. Langkah transfer tersebut merupakan bagian dari regenerasi yang dicanangkan Patrick Vieira dan Crystal Palace.
Hasilnya memang sepadan. Dengan skuad yang lebih segar, Crystal Palace tampil cukup mengejutkan. Meski secara peringkat tak jauh beda, tetapi penampilan The Eagles jauh lebih enak ditonton.
Ketika dilatih Roy Hodgson, The Eagles hanyalah tim medioker yang tampil membosankan. Dengan taktik ortodoks Inggris yang pragmatis, Palace banyak mengandalkan fisik dan long ball.
Gaya main Palace kemudian berubah drastis di bawah arahan Patrick Vieira. Strategi yang revolusioner ia pakai. The Eagles tak lagi menunggu, tetapi bermain menekan dengan intensitas tinggi dan mengandalkan penguasaan bola. Sebuah gaya main yang sangat kekinian.
Perubahan yang diusung Patrick Vieira itu sukses membuat Crystal Palace tampil lebih baik. The Eagles bahkan sanggup menembus semifinal Piala FA. Meski pada akhirnya finish di peringkat 12 pada akhir musim, tetapi pendukung The Eagles tentu dibuat senang dengan apa diperlihatkan oleh Luka Milivojević dan kolega di atas lapangan.
Kembali ke Setelan Pabrik, Taktik Patrick Vieira Tak Berjalan
Sayangnya, pemandangan yang sama tak terjadi di musim ini. 2 kemenangan dan 3 kekalahan dalam 10 pertandingan pertama musim ini membuat Crystal Palace hanya menghuni peringkat 15 klasemen. Penampilan mereka membaik jelang jeda Piala Dunia 2022. 3 kemenangan dan 2 kekalahan memperbaiki posisi The Eagles ke peringkat 11 klasemen.
Namun, semua berubah ketika Premier League kembali dilanjutkan, khususnya ketika pergantian tahun 2023. Membuka kembali liga dengan kekalahan 3-0 atas tim promosi Fulham, Palace kemudian meraih kemenangan 2-0 atas tim promosi lainnya, Bournemouth.
Sayangnya, itu adalah kemenangan terakhir yang dipersembahkan Patrick Vieira. Pasalnya, setelah itu, mereka gagal meraih satu pun kemenangan dalam 11 pertandingan beruntun di Premier League. Palace juga tersingkir di babak ketiga Piala FA usia kalah 2-1 dari Southampton. 12 laga tanpa kemenangan itulah yang membuat Patrick Vieira didepak dari Selhurst Park.
Sejak pergantian tahun, Crystal Palace memang terpuruk. Mereka belum pernah menang, mengumpulkan poin paling sedikit, dan mencetak gol paling sedikit dari tim manapun di Premier League. Dan biang keroknya adalah taktik Patrick Vieira yang tak berjalan sesuai rencana.
Catatan gol musim ini adalah buktinya. Dalam 27 pertandingan yang mereka jalani di bawah asuhan Patrick Vieira, The Eagles baru mencetak 21 gol. Catatan tersebut kontras dengan capaian musim lalu yang sanggup mencetak 37 gol dalam 27 pertandingan.
Kinerja lini serang klub asal London Selatan itu memang memprihatinkan. Jordan Ayew dan Jean-Philippe Mateta baru menghasilkan masing-masing sebiji gol. Sedangkan Odsonne Edouard baru mencetak 3 gol. Sementara itu, top skor Palace musim lalu, Wilfried Zaha baru menyumbang 6 gol.
Penampilan atraktif yang mereka perlihatkan musim lalu seolah menguap begitu saja dan berganti ke bentuk semula, yakni bermain pragmatis. Musim lalu, Crystal Palace sanggup mencatat penguasaan bola hingga 51,2%. Catatan ini turun drastis ke angka 43,4% di musim ini. Pressing yang begitu menekan di musim lalu juga tak lagi terlihat di musim ini.
Crystal Palace Kembali Mundur Selangkah
Namun, penyebab dipecatnya Patrick Vieira bukanlah sekadar hasil buruk. Berdasarkan laporan The Athletic, para petinggi klub tidak yakin dengan kualitas staf kepelatihan Patrick Vieira. Alhasil, 3 asisten Vieira, yakni Osian Roberts, Kristian Wilson dan Saïd Aïgoun juga ikut didepak.
Selain itu, menurut laporan Daily Mail, pemecatan Shaun Derry sebagai asisten pelatih oleh Patrick Vieira dinilai sebagai sebuah kesalahan. Pihak klub juga disebut kesulitan berkomunikasi dengan Vieira. Kebisuan dari pelatih asal Prancis itu disebut terjadi setelah kekalahan dari Aston Villa pada awal bulan ini. Kondisi tersebut memperparah kerenggangan hubungan antara manajer dan dewan direksi.
Dewan direksi juga menganggap Patrick Vieira terlalu santai. Ditambah dengan komunikasi yang tak berjalan di antara kedua belah pihak, dewan merasa tidak yakin dengan kapabilitas Vieira untuk mengeluarkan Crystal Palace dari ancaman degradasi.
Steve Parish dikabarkan sudah mencoba berkomunikasi dengan Patrick Vieira. Namun, kebisuan dari sang manajer membuat pihak klub sulit untuk mempertahankannya. Maka, ketika komunikasi itu akhirnya terjalin pada Jumat pagi, klub terlanjur memutuskan untuk memecat Vieira.
Di sisi lain, Patrick Vieira sendiri dikabarkan frustrasi dengan perekrutan yang dilakukan klub di bursa transfer musim ini. Memang, langkah transfer Crystal Palace musim ini tak sebaik musim lalu. Dari segi biaya, The Eagles hanya menggelontorkan €46,60 juta, turun nyaris €40 juta dibanding musim lalu. Kualitas pemain yang datang di bursa transfer musim ini juga menurun drastis.
Dari 6 pemain anyar yang datang, hanya Cheick Doucouré yang sanggup menembus tim utama dan tampil reguler. Sementara itu, Albert Sambi Lokonga yang dipinjam dari Arsenal gagal mengisi tempat yang ditinggalkan Conor Gallagher.
Musim lalu, Gallagher seperti kepingan puzzle yang dibutuhkan Vieira. Beroperasi di lini tengah Crystal Palace, ia tak hanya berperan sebagai pengalir bola, tetapi juga playmaker dan opsi serangan dari lini kedua. Sumbangan 8 gol dan 3 asisnya musim lalu gagal digapai Lokonga yang belum berkontribusi.
Atas alasan inilah, tak berlebihan jika Patrik Vieira merasa tak diberi dukungan oleh klub. Seharusnya, dengan apa yang dicapai Vieira musim lalu, sudah selayaknya klub memberi dukungan penuh kepada sang manajer. Diungkap Daily Mail, Patrick Vieira juga merasa kesal dan marah karena ketua Steve Parish menyampaikan berita pemecatannya melalui panggilan telepon.
Kini, untuk sementara Crystal Palace menghuni peringkat 12 klasemen. Dari 28 pertandingan, The Eagles baru mengumpulkan 27 poin, berjarak 3 poin dari zona degradasi.
Menurut Opta, Palace hanya memiliki peluang untuk terdegradasi sebesar 6,1% saja. Namun, bagaimanapun juga, peluang tetaplah peluang. Dibanding pekan lalu, peluang Palace untuk terdegradasi makin membesar seiring dengan terus gagalnya mereka meraih kemenangan.
Dan, sinyal kemunduran juga makin diperlihatkan Crystal Palace. Usai memecat Patrick Vieira, The Eagles yang sempat ditangani pelatih tim U-21, Paddy McCarthy, kini kembali mempekerjakan pelatih berusia 75 tahun, Roy Hodgson hingga akhir musim ini.
Mantan pelatih timnas Inggris itu mungkin bisa menyelamatkan The Eagles dari ancaman degradasi. Namun, bukankah penunjukan kembali Roy Hodgson adalah sebuah langkah mundur?
Sebelum ini, Roy Hodgson terbilang gagal ketika menangani Watford di akhir musim 2021/2022. Dari 18 pertandingan, ia menang 2 kali dan kalah 13 kali yang membuat Watford akhirnya terdegradasi.
Maka dari itulah, langkah penunjukan kembali Roy Hodgson adalah sebuah langkah mundur. Lebih daripada itu, apa yang dilakukan Crystal Palace terasa seperti keputusasaan. Proyek mereka bersama Patrick Vieira yang sukses mengubah image Crystal Palace jadi terasa terbuang sia-sia.
Referensi: Goal, Daily Mail, The Analyst, Crystal Palace, BBC.