Sabda legenda Liverpool, Bill Shankly tentang sepak bola yang harus jatuh pada dua pilihan, hidup atau mati.
“Beberapa orang berpikir sepak bola adalah masalah hidup dan mati. Saya tidak suka sikap itu. Saya akan berusaha meyakinkan mereka bahwa olahraga ini jauh lebih serius dari itu.”
Fans FC.Union Berlin barangkali mengamini mantra-mantra pemain berjuluk Shanks itu. Unioners menaruh sepak bola lebih dari pilihan hidup atau mati. Alasannya, ada akumulasi kekecewaan, pemberontakan, kebudayaan, dan gotong-royong.
Mula-mula klub berjuluk Die Eisemen lahir pasca Perang Dunia Kedua tahun 1966 dan memilih untuk bermarkas di Stadion An der Alten Försterei, Berlin. Kedatangannya di Oberliga (Liga 1 Jerman Timur) langsung menggebrak situasi dengan menjuarai Piala Jerman Timur pada 1968.
Muda dan juara jadi modal utama memikat para muda-mudi Berlin datang menonton Union di Stadion An der Alten Försterei. Tribun penuh sesak penonon, tak hanya anak muda, para kelas pekerja, anak punk, skinhead, dan para pembangkang pemerintah juga tumpah di sana.
Mengapa bisa demikian? Union dijadikan simbol perlawanan terhadap pemerintahan komunis Jerman Timur yang otoriter. Mencium bau perlawanan, negara beraksi lewat tangan Kementerian Keamanan Negara (Stasi) dengan membentuk klub BFC Dynamo Berlin.
We'll never take this for granted again 🥺
It's only pre-season, but Union Berlin players saluted their returning fans after a season behind closed doors ♥ pic.twitter.com/xPHGa0aZpr
— GOAL (@goal) July 31, 2021
Klub plat merah itu berhasil menguasai Kejuaran Oberliga dari tahun 1979 hingga 1988. Meskipun bergelimang prestasi dan pemain top, tapi urusan pendukung, BFC Dynamo Berlin tak mampu menandingi kepopuleran Union di Ibu Kota Berlin.
Stasi lewat BFC Dynamo Berlin memiliki kepentingan politik mengatur individu-individu yang menentang kebijakan pemerintah. Usaha-usaha Stasi bercitra sepak bola tak membuahkan hasil. Api perlawanan terhadap otoritarian tetap menyala di dalam dada Unioners.
“Tidak semua penggemar Union Berlin adalah musuh pemerintah, tetapi setiap musuh pemerintah adalah penggemar Union Berlin,” tulis Majalah Eulenspiegel menggambarkan fans ‘Serikat Pandai Besi’ kala itu.
Hutang dan Solidaritas Suporter
Dua kali Union ditimpa bencana kebangkrutan, dua kali itu pula diselamatkan dari jurang kehancuran oleh penghuni tribun Stadion An der Alten Foersterei.
Pertama pada Februari 1997, klub sedang menghadapi masalah keuangan yang parah. Pasca bersatunya klub-klub Jerman Timur ke Bundesliga, tak ada satu pun yang mampu secara keuangan.
Inisiasi fans mengumpulkan uang dan mengorganisir pawai di jalan raya Berlin pun digelar. Aksi yang disebut “Unter den Linden” mengundang simpati ribu pendukung Union berjalan menuju Gerbang Brandenburg sambil meneriakkan “Selamatkan Union!”. Berkat solidaritas suporter neraca keuangan klub kembali seimbang.
Kedua, pada tahun 2004 aksi Unioners menyelamatkan The Iron Ones yang sedang mencari suntikan dana 1,46 juta euro setara 23,53 miliar rupiah untuk mengamankan lisensi bermain di liga. Solidaritas suporter pun dilakukan dengan mengusung kampanye Bleeding for Union atau Donor Darah untuk Union”.
Otoritas pemerintah Jerman memberikan uang bagi warga yang menyumbangkan darahnya ke Bank Darah. Kesempatan ini digunakan oleh fans Union mendonorkan darah dan uangnya disumbangkan untuk klub. “Darah suporter” membantu Union bayar lisensi untuk main di Bundesliga 2.
Union Berlin fans at QPR today
pic.twitter.com/ZaeGJ831Uf— Football Away Days (@footyawayday) July 28, 2018
Solidaritas yang terbentuk Unioners yang termaktub dalam lagu Eisern Union tentang filosofi hubungan antara klub, pemain, dengan fans “tak sekedar” fans biasa. Dua contoh pengorbanan di atas bisa jadi bukti bahwa penonton datang ke Stadion An der Alten Foersterei tak sekadar mengisi waktu kosong di akhir pekan, tapi rasa memiliki klub.
Pengorbanan satu garis lurus dengan kesetiaan. Bagi orang-orang Jerman memastikan kesetiaan pada klub tertanam hingga ruang-ruang privat, seperti keluarga. Wajar bila melihat satu keluarga menjadi fans fanatik Union, karena hal tersebut terjaga secara kultural.
Fanatisme Unioners berhadapan di tengah tuntutan besar pada era sepak bola modern. Modal mengalir dalam jumlah besar ke klub-klub. Kapital dengan mudah membangun klub menjadi besar, namun melupakan tradisi demi sukses instan.
Union Berlin tak mau membalas kesetiaan dengan pengkhianatan. Memangkas jarak klub dengan fans artinya memberikan ruang seluas-luasnya untuk fans menjadi bagian “naik” dan “turun” klub dalam mengarungi kompetisi.
“Fans bukanlah konsumen (pembeli), kami melakukan hal berbeda untuk fans. Sehingga kami melakukan sesuatu untuk klub bersama fans,” tutur Manajer Komunikasi Christian Arbeit yang juga fans Union Berlin.
Persis seperti nama klub Union, memiliki makna persatuan. Klub dan fans bersatu demi kemajuan. Di Union, sepak bola didahulukan, selama klub tetap berada di tangan pendukung, salah satunya urusan renovasi stadion.
Di pintu utara An Der Alten Forsterei yang terletak di Köpenick, Berlin Timur berdiri patung helm merah dengan bertuliskan nama-nama sukarelawan yang membantu membangun markas Union berkapasitas 24.000 tempat duduk.
Union Berlin fans certainly do things a little differently. 😮
Watch in full on Football Focus on @BBCOne at 12pm GMT! pic.twitter.com/KXGck0JEFV
— BBC Sport (@BBCSport) November 1, 2019
Tetes keringat pendukung menjadi bukti bahwa kemauan klub mengubah solidaritas suporter dan diberikan memberikan ruang untuk melakukan sumbangsih. Alih-alih mempekerjakan tukang, para suporter berbondong-bondong mendaftar sebagai relawan pembangunan stadion. Masing-masing fans menyisihkan 4-5 jam per pekan untuk merampungkan renovasi Stadion An der Alten Försterei. Anggaran pembangunan mencapai 15 juta Euro atau setara 241,2 miliar, dan tersisa 2 juta euro (32,1 miliar).
Keterikatan emosional semacam ini menunjukkan peran yang dapat dimainkan oleh klub seperti Union dalam kehidupan orang-orang. Mungkin sebagai penggemar paling berkomitmen di dunia, penggemar Union membangun stadion mereka dengan tangan mereka sendiri, mengeluarkan darah untuk klub saat dibutuhkan, dan dihargai dengan klub yang benar-benar milik mereka.
Gambaran kepemilikan klub 50+1 yang diatur dalam regulasi oleh otoritas sepak bola Jerman mempengaruhi klub dalam menentukan keputusan. FC Union “memberi” sentuhan kepada fans yang tidak sekadar konsumen yang datang ke stadion melainkan sisi manusia dengan kemampuan bergerak dan mengorganisir.
Eksistensi Punk dan Skinhead
Sebelum Tembok Berlin runtuh. Pemerintah memberikan stigmatisasi terhadap orang-orang yang memiliki selera tak sama dengan kekuasaan, salah satunya mereka pengikut punk dan skinhead. “Produk Barat,” kata Stasi kepada muda-muda bertato penikmat lagu-lagu Punk.
Mereka tidak melakukan perlawan terbuka kepada kekuasaan karena resiko kehilangan nyawa. Melalui perjumpaan saat mendukung Union jadi pangkalnya. Anak-anak ini memuntahkan kemuakannya saat Union berjumpa BFC Dynamo Berlin. Mereka akan meneriakkan “Runtuhkan Tembok Berlin dan Lenyapkan Pemerintahan Ototritarian”.
Kelompok Punk dan Skinhead menjadi incaran pemerintah Republik Demokratik Jerman kala itu. Sama seperti Union, Punk dan Skinhead menjadi ancaman adalah karena punk dengan cepat menjadi populer. Wajar bila kalimat sarkastik yang tertulis di Majalah Eulenspiegel “Tidak semua penggemar Union Berlin adalah musuh pemerintah, tetapi setiap musuh pemerintah adalah penggemar Union Berlin”.
Sumbangsih Punk dan Skinhead di Union saat melakukan long march “Unter den Linden” mengundang simpati ribuan pendukung Union berjalan menuju Gerbang Brandenburg sambil meneriakkan “Selamatkan Union!”. Mereka membawa alat muski untuk membuat suara yang menarik perhatian bagi pejalan kaki dan warga sekitar terhadap upaya menyelamatkan Union.
Begitu pula legenda Punk Jerman, Nina Hagen merekam lagu berjudul “Eisern Union” yang dinyanyikan setiap laga kandang dimulai. Nina Hagen menghabiskan masa kecilnya di Jerman Timur. Perempuan yang dijuluki “Mother of Punk” pada masa remaja dilarang menjadi artis oleh Republik Demokratik Jerman.
Ab der neuen Saison mehr Punk in der #Bundesliga Welcome To the Show @fcunion 👍🎉👏 #FCUVfB #eisernUnion #NinaHagen #Relegation2019 pic.twitter.com/q4eaSKzHAj
— Frank Behrendt (@frankzdeluxe) May 27, 2019
Hagen,melakukan rekaman dengan menyanyikan lagu “Eisern Union” sebagai bentuk resistensi bahwa sepak bola modern menghamba pada miliarder lalu menculik klub tradisional dan mengubahnya menjadi mesin uang. Membuat garis pemisah antara klub dan penggemar alias menjadikan fans tak lebih dari konsumen
Sedangkan perilaku yang ditampilkan Union telah menunjukkan kepada dunia bahwa penggemar sejati akan menjadi aktor penting dalam sebuah klub yang berisikan masyarakat sipil dengan sistem demokratis.
Sepak bola lebih dari sekadar perkara hidup atau mati seperti sabda Bill Shankly dapat diwujudkan oleh komponen-komponen suporter Union. Tak tunduk kepada penguasa dan pasar, sembari mempertahankan nilai-nilai kultural.
Sebab Union adalah kolektivisme yang didorong oleh individu yang berpikiran bebas dan berkemauan keras dengan bakat untuk melawan dan melakukan sesuatu secara berbeda. Anda perlu memiliki ide yang berlawanan dan berlawanan untuk merasa hidup.
Referensi : 90 Min, Planet Football, Rebel Historian, Copa90, The Guardian, Eletronicbeat, Pandifootball, Pandifootball, Delphi Pages, BBC Sport


