Kemenangan Liverpool lawan Aston Villa hari Minggu kemarin menunjukkan satu hal. Liverpool terlihat kembali bermain seperti di era keemasan Jurgen Klopp di Anfield. Yaitu musim 2019/20 yang tak terlupakan bagi the reds.
Di musim 2019/20 itu Liverpool berhasil berjaya di Inggris. Mereka mendominasi Premier League dengan torehan total 99 poin, hanya sekali kalah di pertandingan kandang, dan tentu saja juara Premier League mengalahkan Manchester City.
Ada beberapa ciri khas yang melekat dari Liverpool musim 2019/20, muncul kembali di pertandingan itu. Diantaranya: Gol-gol yang tercipta dari permulaan laga yang cepat, unggul di babak pertama, gol dari bola mati, dan Salah mencetak gol di depan tribun the kop. Semua itu terjadi di pertandingan lawan Aston Villa.
Tapi ada satu ciri khas yang sangat penting dimiliki Liverpool musim 2019/20. Yaitu gaya permainan yang menekan. Asisten Jurgen Klopp, Pep Lijnders di tahun 2019 pernah berkata: “Identitas kami adalah intensitas. Ini cukup sederhana, hanya tentang memiliki mentalitas untuk merebut bola secepat dan setinggi apa pun di lapangan”
Daftar Isi
Kembalinya Intensitas Liverpool
Mentalitas pressing itu sempat hilang di musim lalu. Liverpool dan Jurgen Klopp tersesat dan kehilangan identitas mereka. Alhasil musim kemarin mereka hanya bisa duduk di posisi ke-5, dibawah Newcastle.
Namun musim ini Klopp terlihat ingin menghidupkan identitas itu kembali. Jika diperhatikan, ini sudah terlihat di laga pembuka musim Liverpool saat melawan Chelsea. Di pertandingan itu Liverpool berusaha melancarkan pressing mereka di babak pertama. Namun Klopp mengaku tim asuhan Pochettino masih bisa lolos.
“Kami mencoba untuk menutup ruang secara bersama-sama. Tapi kemudian mereka bisa menemukan opsi umpan ke depan. Mereka bisa menemukan Raheem Sterling, lalu ada Reece James tiba-tiba masuk ke permainan, dan Ben Chilwell bermain lebih baik di pertandingan ini. Kami seharusnya bisa memecahkan masalah itu. Tapi setidaknya kami sudah bisa melihat pondasi dasarnya” Ucap Klopp.
Di pertandingan itu Liverpool bisa mengambil permainan dengan gol di menit 18. Tapi Chelsea ternyata masih bisa bangkit dan membalas gol itu sebelum babak pertama berakhir. Pertandingan pun berakhir dengan skor 1-1.
Bagaimana Liverpool Melakukan Pressing Lawan Aston Villa
Bisa dibilang, Klopp telah mengatasi masalah yang terjadi di pertandingan melawan Chelsea pada laga ini. Saat melawan Chelsea, the reds terlalu agresif dalam melakukan tekanan. Sehingga banyak pemain Chelsea yang bisa berpikir cepat dan menemukan opsi umpan ke depan.
Di pertandingan melawan Aston Villa ini, Liverpool tidak melakukan itu. Daripada terlalu agresif menekan bek Aston Villa, para anak asuh Klopp dengan sabar menunggu. Begitu Villa memainkan bola di barisan belakang mereka, barulah para pemain depan Liverpool lari untuk menekan. Tujuan utamanya adalah Pau Torres yang berposisi sebagai bek tengah sisi kiri. Liverpool menutup opsi umpan yang akan dilakukan Torres.
Cukup masuk akal untuk menutup pergerakan Pau Torres. Pemain yang baru datang dari Villareal itu cukup berbahaya. Ia memiliki lari yang cepat dan kualitas umpan yang baik. Tak jarang larinya dan umpan-umpannya dari belakang bisa merepotkan lawan.
Liverpool bisa mengatasi itu dengan menekan sejak saat bola ada di barisan pertahanan Aston Villa. Tapi ada kelemahan dari taktik highpress ini. Yaitu membuat barisan pertahanan Liverpool lebih kosong. Sering kali membuat Joe Gomez sebagai bek tengah untuk maju sampai garis tengah lapangan.
Untungnya Aston Villa memang punya kelemahan dalam melakukan umpan. Itu diakui sendiri oleh Unai Emery setelah laga lawan Burnley sebelumnya. Ia mengaku kesulitan untuk menciptakan operan.
“Akan sangat sulit bagi kami untuk melakukan lebih dari 5, 8, 10, atau 12 operan secara kombinasi. Terkadang kami bisa melakukannya. Tapi ketika kami tidak mampu melakukannya, kami harus lebih klinis dan efisien dari biasanya” Ucap Emery dikutip dari the athletic
Tetap Tampil Menekan Secara Intens Sampai Akhir Laga
Salah satu hal penting yang paling membuat pertandingan ini sangat menarik adalah, intensitas Liverpool tidak menurun sama sekali sampai akhir pertandingan. Biasanya sebuah tim yang sudah unggul 3-0 sebelum waktu 60 menit akan menurunkan intensitasnya. Tapi tidak dengan Liverpool di pertandingan ini.
Salah masih terus berlari mengejar Pau Torres untuk menekan sampai menit ke 80-an. Dan menariknya lagi, intensitas mereka tidak menurun meski ada pergantian pemain. Curtis Jones, Darwin Nunez, dan Luis Diaz masing masing digantikan oleh Harvey Elliott, Diogo Jota, dan Coady Gakpo di menit 65. Tapi tekanan yang mereka lancarkan masih efektif.
Di sisi lain, barisan pertahanan Aston Villa kerepotan. Pau Torres kurasi umpannya di pertandingan ini menurun drastis dari di pertandingan lawan Burnley. Di dua pertandingan itu ia sama-sama melakukan 47 operan. Tapi di Anfield, ia hanya mencatatkan 72,3% penyelesaian operan. Sedangkan saat Aston Villa menang 3-1 di Turf Moor markas Burnley, ia melakukan 93,6% penyelesaian umpan.
Menariknya lagi, kebanyakan umpan Torres dilakukan ke samping atau bahkan ke belakang. 10 ia lakukan ke pasangan bek tengahnya, Konsa. Sedangkan 7 kali ia membuat operan ke Emiliano Martinez.
Lini Belakang Yang Solid
Hal lain yang perlu dipuji dari Liverpool adalah lini belakang yang solid. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, permainan menekan ciri khas Liverpool punya kelemahan. Yaitu membuat lini belakang kosong. Satu-satunya untuk mengatasi hal ini adalah dengan menghadirkan bek yang tangguh dan tak tertembus.
Di pertandingan ini, bek andalan mereka Virgil Van Dijk tidak hadir. Dan meskipun memainkan Matip dan Gomez yang merupakan bek tengah pilihan ke-3 dan ke-4, Klopp masih bisa memaksimalkannya. Terutama Joe Gomez yang tampil bagus.
Pasukan Unai Emery telah mencetak 8 gol dalam 3 pertandingan pembuka mereka. Dengan aksi Ollie Watkins dan Moussa Diaby yang patut diacungi jempol. Tapi nyatanya di pertandingan itu duet Matip dan Gomez bisa mengatasinya dengan baik hingga mencatatkan clean sheet.
Dan tentu saja penampilan kapten Trent Alexander-Arnold yang juga patut dipuji. Ia cukup tak tertahankan di babak pertama dengan umpan-umpannya dari dalam. Kinerja pertahanannya secara umum juga cukup bagus.
Trent tidak terlalu banyak melakukan Inverting di pertandingan itu. Kecuali saat Liverpool sedang dalam penguasaan bola. Dan secara umum, itu justru terlihat lebih baik dan lebih solid dibanding biasanya.
Sayangnya di babak kedua Trent mengalami cedera. Klopp berkata kalau cedera itu tidak cukup parah. Tapi cukup untuk membuatnya dicoret dalam daftar timnas Inggris di jeda Internasional mendatang.
Adaptasi Para Pemain Baru Di Sistem Lama
Gomez dan Matip bisa dibilang bermain bagus mungkin karena mereka adalah pemain lama. Dan di pertandingan lawan Aston Villa ini Klopp juga memainkan sistem lamanya. Tapi Liverpool telah mengalami banyak perubahan skuad sejak musim 2019/20 yang bersejarah itu.
Jurgen Klopp menyadari hal ini. Ia tahu kalau ia tidak bisa langsung mengharapkan para pemain baru nyetel dengan sistemnya. Klopp memberikan kesempatan para pemainnya untuk belajar dan berkembang.
“Ini adalah tim dengan wajah yang sangat baru. Jadi, biarkan mereka berkembang.” Ucap Klopp.
Sadio Mane dan Roberto Firmino adalah bagian penting dari era keemasan Klopp di Liverpool. Mereka memegang peran sentral dalam melakukan pressing yang sesuai. Tapi bukan berarti para pemain baru tidak memuaskan.
Diaz, Nunez, dan Salah menunjukkan masa depan yang menjanjikan. Mereka cepat, lincah, dan bisa jadi barisan terdepan pertahanan Liverpool. Juga tidak lupa Szoboszlai yang bisa menunjukkan kualitasnya sebagai gelandang andalan the reds. Musim ini Liverpool mungkin bisa mendapatkan identitasnya kembali.
sumber referensi: Athletic, ESPN, Liverpool, Liverpool 2, Anfield