Sepakbola masih terus menjadi permainan yang digemari. Dalam permainan ini, tak hanya kemenangan yang diburu. Seiring dengan perkembangan zaman, taktik jitu, permainan indah, hingga skil olah bola tinggi, menjadi bagian dari terciptanya sebuah pertunjukkan tak terlupakan.
Pergerakan pemain seperti drible memang menjadi salah satu hal yang paling memanjakan mata. Namun begitu, ada satu hal lagi yang tidak boleh luput dari sorotan, yaitu teknik bertahan. Bertahan dalam sepakbola menjadi suatu hal wajib untuk menjaga gawang agar tetap bersih, alias tidak kebobolan. Bahkan, menurut pelatih legendaris, Sir Alex Ferguson, bertahan menjadi poin yang paling penting bagi sebuah tim untuk memenangkan gelar. Fergie menyebut bila bertahan masih lebih penting dari menyerang.
“Attack wins you games, defence wins you titles.”
Kurang lebih seperti itu kutipan yang terlontar dari mulut sang legenda.
Apa yang dikatakan Fergie pun memang telah terbukti adanya. Sedikit menarik ke belakang, ketika klub asal Italia AC Milan masih begitu berjaya, mereka pernah menjuarai Serie A dengan hanya memasukkan bola sebanyak 36 kali dari 34 pertandingan. Itu terjadi di musim 1993/94, dimana pada saat yang bersamaan, Atalanta berhasil memasukkan bola sebanyak 35 kali dari 34 pertandingan. Namun yang terjadi adalah, ketika itu Atalanta memiliki pertahanan yang sangat buruk dengan kebobolan sebanyak 65 kali. Hasilnya, mereka pun harus rela terdegradasi.
Sementara itu, AC Milan yang mencetak sebanyak 36 gol, hanya kebobolan sebanyak 15 kali saja. Dengan jumlah gol yang nyaris sama, namun jumlah kebobolan yang sangat berbeda, AC Milan dan Atalanta memiliki nasib yang jauh berbeda.
Perlu dicatat pula bahwa saat itu Juventus yang duduk di posisi kedua berhasil mencetak 58 gol, dan Sampdoria yang duduk di posisi ketiga berhasil mencetak sebanyak 64 gol. Namun sama seperti Atalanta, dua tim paling produktif pada musim tersebut memiliki jumlah kebobolan yang lebih banyak dari AC Milan.
Bertahan memang menjadi salah satu kunci keberhasilan sebuah tim. Bicara tentang bertahan, maka pemain yang berada di barisan belakang tentu layak disebut sebagai aktor utamanya. Salah satu cara bagi mereka yang berada di belakang untuk menjaga barisan pertahanan agar tetap aman adalah memiliki salah satu teknik penting, yakni tekel. Kemampuan tekel menjadi atribut penting bagi seorang bek sejati. Dengan menguasai teknik tersebut, bek bisa dengan mudah menguasai bola yang sebelumnya berada di kaki lawan.
Sejarah tekel dalam sepakbola sendiri tidak datang begitu saja. Kemampuan ini banyak menimbulkan pro dan kontra karena seringkali membuat pemain cedera. Bahkan FIFA sendiri melarang seorang pemain untuk melakukan tekel keras kepada pemain lawan. Dalam hal ini, FIFA hanya memperbolehkan pemain melakukan tekel hanya ketika mereka memang berniat mengambil bola dari lawan. Namun ketika sudah melibatkan benturan keras antar kedua pemain, maka salah satu pemain yang dianggap sebagai pemicu akan diberi hukuman.
Kemunculan tekel terjadi ketika para pemain Inggris dibuat bingung dengan sebuah permainan cepat timnas Skotlandia yang menggunakan umpan-umpan pendek. Ya, bagi para pemain Inggris dahulu, tekel dianggap sebagai sebuah kecurangan karena seringkali menimbulkan kekerasan. Menurut mereka, permainan sepakbola hanya tentang mencetak gol sebanyak-banyaknya. Ketika mereka kebobolan dalam jumlah yang banyak oleh lawan, maka cara satu-satunya adalah mencetak gol lebih banyak, bukan memperbaiki pertahanan. Itu mengapa, formasi tim sepakbola jaman dulu seringkali menggunakan skema ofensif seperti 1-1-8, 1-2-7, sampai 2-2-6.
Hingga pada akhirnya, para pemain Inggris menyadari bahwa kemampuan tersebut sangatlah diperlukan. Seperti yang sudah disinggung di awal, timnas Inggris yang berhadapan dengan timnas Skotlandia merasa kesulitan, ketika mereka dibuat bingung dengan skema permainan timnas Skotlandia yang banyak mengandalkan umpan-umpan pendek.
Karena merasa kewalahan, seiring berkembangnya zaman, lini pertahanan mulai diperhatikan dan para pemain bertahan dituntut untuk memiliki beragam kemampuan termasuk tekel.
Dari situ, kemampuan tekel terus berkembang hingga dianggap sebagai salah satu seni dalam sepakbola. Melakukan tekel bukanlah perkara mudah. Seorang pemain harus mengerti resiko dan tahu kapan harus mengambil keputusan untuk melakukan tekel. Jika salah perhitungan sedikit saja, maka yang ada hanya akan merugikan dua belah pihak yang terlibat.
Tekel yang benar adalah ketika seorang pemain mampu merebut bola dari penguasaan lawan tanpa melakukan pelanggaran. Sebaliknya, tekel gagal adalah ketika seorang pemain melakukan pelanggaran saat ingin mengambil bola dari penguasaan lawan.
Tekel sendiri terbagi menjadi dua, yaitu stand takel, atau tekel yang dilakukan dengan cara berdiri. Kemudian sliding tackle, atau tekel yang dilakukan dengan cara mengambil bola sambil meluncur.
Salah satu maestro tekel dalam sepakbola adalah Paolo Maldini. Maldini mampu mengambil bola dari penguasaan lawan tanpa melakukan pelanggaran. Dia dikenal sebagai bek sejati yang mampu menjaga dan mengambil keputusan dengan sangat cepat dan tepat. Sudah banyak penyerang yang membuktikannya, dimana salah satunya adalah Ronaldo Nazario. Esk pemain Internasional Brasil itu menyebut bila Maldini adalah salah satu bek terbaik yang pernah ia hadapi. Malah Ronaldo mengatakan bila Maldini layak mendapat penghargaan Ballon D’Or.
Namun sayangnya, Maldini berpendapat bila para bek masa kini telah kehilangan karakteristiknya sebagai penjaga lini pertahanan. Salah satu kapten terbaik klub AC Milan itu menyebut bila zaman telah berubah. Dia tidak melihat adanya bek yang berani mengambil resiko namun tetap memperhatikan situasi ketika ingin melakukan tekel. Lebih dari itu, sepakbola masa kini lebih mengedepankan pemain tengah sebagai pemulai serangan. Bukan para pemain bertahan atau bahkan kiper, yang pada era dahulu sering melakukan penguasaan bola dengan sangat percaya diri. Lalu, ketika kehilangan bola, mereka akan dengan cekatan mengambilnya kembali, dengan salah satu cara yaitu melakukan tekel bersih.
Apa yang dirasakan Maldini pun diamini oleh bek muda berbakat asal Belanda, Matthijs de Ligt. Pemain yang kini membela Juventus tersebut mengatakan bila seni bertahan di sepak bola modern jelas berbeda dengan apa yang terjadi belasan tahun silam. Dia menyebut ada perbedaan keras tekel bek-bek zaman dahulu dengan bek sekarang, yang jelas terlihat bek era modern lebih berhati-hati.
“Aku kira peran bek sudah banyak berubah. Pada mulanya, bertahun-tahun silam, ada bek tengah tinggi-besar yang bertugas menyundul bola, pemain tangguh yang selalu berusaha membuang bola,”
“Sekarang permainan sudah jauh lebih bersih, kalian tidak bisa membuat tekel kasar, sebab ada VAR yang terus mengawasi. kalian harus bermain lebih bersih, mengamati bola, dan mengantisipasi arah bola.” ungkap De Ligt di UEFA.com.
Sekali lagi, meski kemampuan disebut sebagai salah satu atribut penting yang harus dikuasai bek, De Ligt merasa bahwa dia sudah membuat kesalahan ketika terpaksa melakukan tekel.
Jadi bagaimana menurut football lovers, apakah tekel masih harus menjadi kemampuan prioritas yang dikuasai oleh bek masa kini? Atau cukup dengan kemampuan mengamati bola dan mengantisipasi arah bola, dengan tidak terlalu memikirkan kemampuan tekel, seperti apa yang dikatakan De Ligt?
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=ZEOYFVtAufE[/embedyt]
Sumber referensi: gantigol, panditfootball, uefa


