Lini belakang AC Milan pernah begitu kokoh ketika nama Franco Baresi berdiri dengan begitu berani. Perawakannya yang gagah serta pergerakan yang tak kenal lelah, Baresi bisa menjadi contoh tentang bagaimana seorang pemain belakang menghalau serangan.
Untuk saat ini, mungkin sulit ditemukan tipe pemain bertahan seperti Baresi. Banyak memang yang memiliki kekuatan luar biasa. Mulai dari tandukan, keseimbangan, atau bahkan kecepatan. Akan tetapi, untuk menjadi seorang paling disegani, sebuah aura yang terpancar dalam diri Baresi tak benar-benar mengalir dalam setiap pemain.
Dia adalah pahlawan sebenarnya dari sebuah tim bersahaja di Italia. Ditemani nomor punggung 6, Franco Baresi masuk ke dalam diri para penggemar dan sukses menjadi bintang, bahkan hingga saat ini.
Dipensiunkannya nomor punggung 6 di AC Milan seolah menjadi bukti bahwa Baresi memang menjadi sosok paling disegani. Dengan gelontoran tropi plus cerita yang patut diilhami, dia sangat layak mendapat puja puji tinggi.
Franco Baresi lahir pada 8 Mei 1960. Ia begitu serasi dengan seragam I Rossoneri. Tapi siapa sangka jika Baresi pernah ditolak tim sekota Milan, yakni Inter Milan. Hal ini terjadi ketika ia masih berusia 14 tahun. Kala itu, ia melakukannya bersama saudaranya, Giuseppe Baresi. Sayangnya, hanya Giuseppe saja yang diterima sedangkan Franco Baresi tidak diterima.
Baresi yang gagal pada akhirnya memilih untuk meniti karir di AC Milan. Berawal dari langkah kecil tersebut, Baresi mulai dikenal sebagai sosok tangguh yang siap dapatkan segala prestasi.
Bergabung dengan AC Milan memang banyak memberi berkah bagi Baresi. Betapa tidak,ia yang sebelumnya dianggap sebagai bocah kecil dan kurang mampu bersaing malah mengukir cerita hebatnya sendiri di tim rival yang dihuni oleh saudara kandungnya.
Dari tahun 1972, Baresi sudah sangat akrab dengan para legenda Milan. Ia yang tampil bersama tim muda sudah mengambil banyak pengalaman dari apa yang disampaikan oleh para pendahulunya. Ia yang beroperasi di lini belakang pun pada akhirnya menarik perhatian. Jadilah pada tahun 1997, dia masuk ke tim utama Milan.
Saat itu, usianya baru menginjak 17 tahun. Namun jangan salah, pasalnya tepat setelah ia dipromosikan, pelatih Milan saat itu, Nils Liedholm, langsung mempercayainya untuk lakoni debut. Dengan permainan yang sangat menjanjikan, Franco Baresi akhirnya menjadi bagian dari skuad utama AC Milan yang berlaga di musim 1978/79. Tak hanya diandalkan sebagai seorang libero, Baresi juga menjadi sosok yang nantinya bakal dicap sebagai legenda. Bersama nama-nama seperti Fabio Capello hingga Gianni Rivera, ia berhasil mengantarkan Milan meraih gelar scudetto ke 10 nya.
Baresi memang menjadi salah satu talenta yang begitu diminati. Alasan kenapa Liedholm kepincut dengan Baresi adalah karena, sang pemain menunjukkan bakat serta kerja kerasnya agar bisa bermain di tim utama Milan. Keputusannya untuk memainkan Baresi memang tidak salah, karena Baresi mampu menunjukkan kelasnya sebagai pemain hebat meski masih berusia sangat muda.
Bagi Liedhom, Baresi adalah prajurit kecil yang siap berikan apapun demi kehormatan tim. Ia bak kurcaci yang menghadapi sekumpulan bajak laut. Meski secara ukuran tak meyakinkan, potensi dan kerja kerasnya bisa mengalahkan itu semua.
Hal itu pun terbukti benar. Baresi yang dikenal kecil, kurus, dan terlihat tak bertenaga saat itu, malah mampu menepis segala anggapan tak mengenakkan.
Namun sayang, meski sudah nyaman berada di posisi belakang AC Milan, ia harus terima ujian berupa terdegradasinya Milan ke kompetisi Serie B. Saat itu, Milan dianggap sebagai tim yang ambil bagian dalam kasus pengaturan skor.
Bukannya memilih pergi, Baresi malah percaya bahwa situasi ini bisa menjadi bukti bahwa dirinya memang mencintai kubu I Rossoneri.
Perlu diketahui bahwa cobaan Baresi saat itu tidaklah mudah. Ia yang menjadi pemain muda masa depan, jelas ingin bermain di tim yang banyak diincar. Ketika itu juga sudah banyak klub yang menginginkan jasanya. Akan tetapi, sekali lagi, ia memang berniat untuk bertahan.
Pada akhirnya, segala keputusan besar yang dibuatnya saat itu sukses memunculkan Baresi sebagai satu nama yang layak dihormati. Tetap membela Milan dalam segala kondisi membuat Baresi diklaim sebagai pemain dengan loyalitas tinggi, Sebelum Paolo Maldini, Baresi sudah menjadi sosok paling disegani. Ia bahkan mendapat julukan sebagai seorang kapten sejati.
Baresi yang berhasil membawa Milan menjuarai Serie B pun sukses mengembalikan tim kesayangan menuju panggung tertinggi. Setelah nama Aldo Maldera dan Fulvio Collovati meninggalkan klub pada tahun 1982, Baresi kemudian resmi diangkat sebagai kapten Milan, di usianya yang baru menginjak 22 tahun. Sungguh pencapaian yang begitu luar biasa bagi seorang pemain muda.
Ia sudah miliki kharisma dan wibawa untuk membawa rekan-rekannya menuju panggung dunia.
Selama akhir 1980-an hingga paruh pertama 1990-an, Baresi berada di jantung pertahanan tim yang begitu terkenal bersama nama-nama Paolo Maldini, Alessandro Costacurta, Mauro Tassotti dan Christian Panucci.
Kala itu, salah satu rekan duet terbaik nya tentu Paolo Maldini. Statistik mencatat bahwa duet Maldini Baresi merupakan salah satu yang terbaik sepanjang sejarah. Bagaimana tidak, selama bermain dalam 196 pertandingan bersama, kedua bek tersebut hanya kemasukan sebanyak 23 gol!
Delapan tahun lebih muda dari Maldini jelas membuat sosok Baresi bertindak sebagai mentor. Meski tak memiliki kecepatan yang terlampau tinggi, Baresi begitu cerdas dalam menempatkan posisi. Saat berada di bawah asuhan Arrigo Sacchi, ia bahkan dikenal sebagai salah satu bek paling berbahaya dengan perangkap offside nya.
“Baresi memang kecil tapi sangat kuat. Dia dapat melompat sangat tinggi. Apa yang dipraktekan di lapangan adalah contoh bagi semua orang,”
“Cara dia bermain, cara dia berlatih adalah role model. Bagi ku dia adalah referensi terbaik. Dengan berat hanya 70 kg, umpannya sangat akurat dan ketika dia lakukan tackle, tacklenya sangat keras” ungkap Maldini (via TheseFootballTimes)
Jika bicara tentang gaya bermainnya, semua pasti akan terkesima, tak terkecuali mantan kapten timnas Argentina, Diego Armando Maradona.
Maradona pernah mengatakan jika Baresi adalah sosok yang sulit ditembus. Baginya, Franco Baresi adalah memori pertahanan terbaik dari lawan yang pernah dihadapi.
Sekali lagi, tak ada yang berani menampik pesona Baresi kala berseragam I Rossoneri. Ia adalah bek yang lengkap dan konsisten. Ia mampu menggabungkan kekuatan dengan keanggunan, dan berbakat dengan atribut fisik serta mental yang luar biasa, seperti kekuatan, keuletan, konsentrasi, dan stamina, yang membuatnya begitu efektif di udara. Meski tak memiliki tinggi yang menonjol sebagai bek tengah, Baresi sangatlah layak ditakuti.
Lebih dari itu, Baresi merupakan pemain yang tak kenal kompromi. Kala pemain lawan mencoba mendekati, ia akan melakukan tackle keras namun tepat sasaran, persis seperti apa yang dikatakan Paolo Maldini.
Dengan segala dedikasinya yang begitu tinggi, semua gelar berhasil ia koleksi. Sukses menjadi pondasi awal dari era kebangkitan Milan, Baresi begitu disegani oleh nama-nama Paolo Maldini, Demetrio Albertini, Roberto Donadoni, Carlo Ancelotti, Daniele Massaro, hingga Dejan Savicevic, dan Zvonimir Boban.
Tak ketinggalan pula trio Belanda yang menjadikan Milan sebagai tim tak terkalahkan.
Di era itu, Milan menjadi klub dengan catatan terbaik setelah mampu meraih tiga trofi Liga Champions, lima trofi Serie A, empat Piala Super Italia, dua piala Super Eropa, dan dua Piala Interkontinental dalam kurun waktu 1988-1994.
Baresi mengaku memang hidupnya adalah untuk Milan. Ia tumbuh sebagai penggemar Milan dan merasa beruntung ketika nasib membawanya menjadi penggawa Milan.
Tak hanya bersama Milan, ia juga layak dianggap legenda bersama timnas Italia. Tercatat, ia pernah merasakan runtutan prestasi bersama timnas Azzuri. Dari mulai medali perunggu, perak, hingga emas berhasil ia sabet bersama negeri spagetti.
Sepanjang karirnya, Franco Baresi telah bermain dalam 719 pertandingan bersama Milan, 81 bersama timnas Italia, dan menyumbangkan sebanyak 34 gol. Kemudian, enam gelar Serie A berhasil disumbangkan, bersama dengan empat gelar Supercoppa Italia.
Tak ketinggalan pula tiga gelar Liga Champions Eropa, dimana pada tahun 1994 ia bersama Milan berhasil menciptakan kemenangan paling bersejarah melawan armada Johan Cruyff dalam diri FC Barcelona.
Sebagai penutup, dua gelar Piala Super Eropa, dua gelar Piala Interkontinental, dan satu trofi Piala Dunia semakin melengkapi lemari Piala salah satu bek terhebat yang pernah ada.