Pemain Manchester City, Rodri, mengeluarkan sebuah komentar menarik mengenai kemungkinan aksi mogok kerja yang mungkin dilakukan oleh para pemain bola.
“Menurutku kami sangat mungkin untuk melakukan itu. Ini sudah menjadi sesuatu yang umum. Jika kamu bertanya kepada pemain lain, mereka akan menjawab dengan hal yang senada. Karena, ini bukan keresahan Rodri atau siapa pun,” ujarnya dikutip dari ESPN.
Komentar Rodri ini menarik untuk didalami, sebab sangat jarang ada pemain yang berani mengutarakan keresahannya di media. Memangnya, apa yang terjadi sehingga gelandang La Furia Roja ini sampai mengeluarkan komentar seperti itu?
Waktu Bermain yang Makin Tidak Manusiawi
Masih ingat dengan foto Pedri kelelahan yang dahulu sempat viral? Pemain Barcelona yang saat itu berusia 18 tahun diperbudak habis-habisan dalam bermain bola. Total, pada musim 2021/22, Pedri bermain sebanyak 73 kali, baik bersama Barcelona dan Timnas Spanyol. Kebayang kan capeknya seperti apa? Apalagi saat itu usianya baru 18 tahun, kalo di Indonesia baru dapat KTP.
Nah, kasus-kasus seperti Pedri inilah yang mendorong Rodri blak-blakan pada konferensi pers jelang laga Manchester City melawan Inter, 18 September 2024. Rodri sudah muak dengan jadwal pertandingan yang makin tak manusiawi. Maka wajar jika ia sampai berani berujar bahwa serikat pemain sepak bola bisa saja melakukan aksi mogok bermain sebagai bentuk protes.
Rodri sendiri memang tidak berlaga seekstrim yang pernah Pedri alami pada 2021/22, metronom The Sky Blue ini bermain sebanyak 63 kali hingga final Piala Eropa 2024 bulan Juli lalu. Namun, kesadaran bahwa keadaan seperti ini bukanlah kondisi yang sehat dan manusiawi, ditambah dengan jumlah korban yang tentunya tak cuma satu-dua pemain, membuat Rodri sangat pede dengan apa yang ia ucapkan.
“Saya tak punya angka pasti. Tapi berdasarkan pengalaman, apakah saya bisa menyebut 60-70 laga? Tidak. Antara 40-50 merupakan jumlah laga seorang pemain bisa tampil maksimal. Selebihnya, kamu akan menurun karena tak akan mungkin menjaga kondisi fisik untuk itu,” ujar Rodri terkait banyaknya laga yang ideal dalam semusim, via ESPN.
Sekali lagi, komentar Rodri tersebut tidak salah. FIFPro sebagai serikat pesepakbola global, sebenarnya telah menentukan batas pertandingan yang ideal untuk seorang pemain. Batas ideal yang FIFPro tetapkan adalah 55 laga per musim dan ini sejalan dengan apa yang Rodri ucapkan.
Semua kekacauan ini terjadi karena pemangku kepentingan, dalam hal ini FIFA dan UEFA, tak pernah mendengar aspirasi para pemain sebagai pelaku. Para pemangku kepentingan hanya peduli dengan uang, uang, dan uang sehingga melakukan berbagai cara untuk memperbanyak laga. Belum lagi jika klub harus melakukan laga-laga tak penting berkedok aktivasi marketing. Duh, pasti mau copot aja rasanya itu kaki.
Keresahan Rodri ini pun divalidasi oleh pihak lain seperti pelatih. Dari Carlo Ancelotti hingga Russell Martin, mereka semua resah dengan kondisi seperti ini. Don Carlo bahkan memberi libur tambahan guna pemainnya bisa beristirahat. Itu pun masih saja membuat para pemainnya terserang cedera.
Russell Martin yang notabene hanya pelatih tim menengah ke bawah juga ikut merasakan dampak dari banyaknya pertandingan ini. Pelatih Southampton tersebut memperingatkan pemangku kebijakan untuk berhati-hati dalam membuat jadwal. Sebab, ini akan secara langsung mempengaruhi kualitas permainan.
Melihat dari banyaknya pihak yang merasa resah, ucapan Rodri soal mogok kerja ini bisa jadi kenyataan. Terlebih, para pemain, apalagi di Inggris, sangat lah terorganisir. Mereka punya serikat pemain yang sangat powerful bernama Professional Football Association (PFA), nama yang seharusnya tak terlalu asing di telinga penikmat sepak bola.
👀 Footballers could be forced to go on strike due to the increasing number of fixtures according to Man City star Rodri#mancity | #ucl pic.twitter.com/RO5cuetO7t
— Mirror Football (@MirrorFootball) September 17, 2024
Apakah Aksi Pemogokan Pernah Terjadi dalam Sepak Bola?
Lantas, mungkin akan muncul pertanyaan, apakah aksi-aksi seperti ini pernah terjadi sebelumnya? Jawabannya, pernah. Bahkan tak hanya di bidang sepak bola saja, namun sempat terjadi juga di cabang olahraga lainnya.
Pada ajang Premier League musim 2001/02, hal seperti ini pernah terjadi. Pada bulan November 2001, PFA sebagai wakil dari para pemain sudah sangat jengah bernegosiasi dengan Premier League sebagai penyelenggara liga. Premier League ingin mengurangi jumlah uang hak siar TV yang akan diberikan ke PFA dari 5% menjadi 2%.
Gampangnya, Premier League ingin uang yang awalnya masuk ke PFA untuk kemaslahatan banyak pemain, masuk ke kantongnya sendiri. Perlu diketahui, PFA ini memiliki anggota hingga 5000 orang yang mencakup hampir seluruh pemain yang ada di Inggris. Dari uang itu, PFA bisa hidup dan membantu para pemain yang sedang mengalami kesulitan.
Saat itu, tanggal pemogokan pun sudah ditentukan, yakni 1 Desember 2001. Sir Alex Ferguson pun mendukung aksi ini, tak terkecuali Roy Keane, Gary Neville, dan Ryan Giggs. Namun, setelah negosiasi yang hampir memakan waktu 8 jam di Manchester, aksi ini dibatalkan. Premier League akhirnya memenuhi tuntutan serikat pemain, meskipun tak semuanya dikabulkan.
Lebih kuno, pada tahun 1960, PFA juga sempat melakukan aksi yang serupa. Jimmy Hill sebagai ketua PFA menuntut FA sebagai federasi sepak bola Inggris untuk menghapuskan batas gaji 20 pounds (Rp 403 ribu) per pekan. Gaji tersebut dinilai tak manusiawi untuk ukuran Inggris saat itu. Gampangnya, UMR-nya kerendahan untuk harga kebutuhan pokok yang naik melejit. Akhirnya, tuntutan ini baru dikabulkan pada tahun 1961 setelah ancaman mogok bermain disuarakan.
PFA Merit Award 2021 | Gordon Taylor OBE #PFAawards pic.twitter.com/Wh5dgQ0mB6
— Professional Footballers’ Association (@PFA) June 6, 2021
Apakah Aksi Seperti Ini Mungkin untuk Dilakukan?
Lalu, apakah aksi seperti yang Rodri ujarkan tadi mungkin terjadi di masa sekarang? Sangat mungkin. Sebab, contoh kasus dan pihak yang merasakan keresahan ini sangat lah banyak. Mungkin tak cuma mempengaruhi waktu kerja pemain bola, tapi juga hal-hal yang berkaitan di sekitarnya, seperti media dan semua yang terkait dengan siaran sepak bola.
Lantas, apabila kejadian, kira-kira kompetisi apa yang sangat mungkin untuk diboikot oleh para pemain? Jawaban yang paling masuk akal adalah kompetisi-kompetisi hiburan yang tak perlu, misalnya Piala Dunia Antarklub dengan format baru. Kompetisi buatan FIFA ini sudah tidak begitu prestisius, kok malah dibuat makin panjang.
PFA dan Union Nationale des Footballeurs Professionnels (UNFP) sebagai serikat pesepakbola Prancis sebenarnya sudah mengajukan langkah hukum untuk menuntut FIFA terkait semakin panjangnya jadwal pertandingan sepak bola. Laporan yang diajukan ke Pengadilan Perdagangan Brussels pada bulan Juni 2024 lalu itu sepertinya akan diproses ke Mahkamah Hukum Uni Eropa tahun depan.
Apabila langkah hukum seperti ini masih tidak mempan untuk membuat para pemangku kebijakan sadar, aksi mogok bermain yang akan dilakukan hanya berjarak setipis tisu dari kenyataan. Jadi, kalian jangan heran jika di masa yang akan datang terdapat berita suatu klub menolak bertanding karena jadwal kompetisi yang makin tak manusiawi.
Dan jika tuntutan para pemain ini dikabulkan, bukan tak mungkin juga kita akan mendapatkan kembali format-format kompetisi lama yang sudah diubah. Misalnya, Piala Dunia akan kembali berisi 32 negara dan Champions League tak lagi memakai format liga.
Two of the biggest player unions in European football have launched legal action against FIFA after calling the new Club World Cup a “tipping point” in the demands placed upon its members.
The PFA and its French counterparts, the Union Nationale des Footballeurs Professionnels,… pic.twitter.com/Z7CNwKEjJZ
— The Athletic | Football (@TheAthleticFC) June 13, 2024
Sumber: The Athletic, ESPN, The Guardian, dan BBC