Laga Barcelona vs Real Madrid yang sering disebut El Clasico sudah lama menjadi daya tarik dunia. Perseteruan hingga konflik, terkadang dimunculkan sebagai bumbu kala mereka bersua. Terkadang sering juga hal-hal yang berbau konflik terjadi secara kebablasan dan tak disadari telah membuat sisi kelam El Clasico yang sakral itu.
Daftar Isi
Transfer Alfredo Di Stefano
Misal dari transfer kontroversial legenda Real Madrid, Alfredo Di Stefano. Mulanya Di Stefano yang bermain di klub bernama Millonarios, sudah hampir bergabung bersama Barcelona. Akan tetapi di tengah jalan sang rival, Real Madrid kepincut.
Terjadilah kerumitan dalam transfer Di Stefano. Yang jadi keruh kemudian adalah trik licik El Real dalam menikung Di Stefano. Diceritakan brfootball, cara licik itu sudah di-setting dan bahkan melibatkan Federasi Sepakbola Spanyol (RFEF).
Hasilnya menjadi aneh. Muncul aturan bahwa Di Stefano boleh bermain di Liga Spanyol, tetapi harus menaati perjanjian yakni bermain dua tahun di Barcelona dan dua tahun di Real Madrid.
Alhasil Barcelona frustrasi atas perjanjian itu dan menolaknya. Barcelona terlihat muak atas cawe-cawe negara dalam transfer tersebut. Dengan demikian akal bulus penguasa pun terealisasi. Di Stefano akhirnya jadi resmi milik Real Madrid.
Alfredo Di Stéfano, during his official unveiling as a Real Madrid player in 1953. pic.twitter.com/lfII2FkFjn
— The Antique Football (@AntiqueFootball) January 23, 2014
Transfer Di Stefano ini ternyata adalah grand design dari penguasa kerajaan Spanyol untuk membuat skuad Real Madrid berisikan bintang ternama. Tujuannya semata untuk menaikan citra positif penguasa Spanyol di mata rakyat.
Skor kontroversial 11-1
Peristiwa campur aduk kepentingan politik dan sepakbola juga terjadi dalam El Clasico tahun 1943. Tepatnya pada laga leg kedua Copa Del Generalisimo atau yang kini disebut Copa Del Rey.
Laga itu terjadi di masa Spanyol dipimpin oleh jenderal besar Franco. Jenderal Franco terkenal sebagai diktator yang otoriter. Tak dipungkiri ia juga pengagum berat Real Madrid. Sang jenderal tak mau klubnya kalah oleh klub yang berbau separatis seperti klub dari Basque atau Catalan. Dengan berbagai cara, Franco akan cawe-cawe supaya kekuasaannya terus langgeng, termasuk lewat sepakbola
Francisco Franco’s regime and his involvement with Real Madrid and F.C Barcelona
— Factos🏴 (@Rich_Liviing) April 17, 2023
A Thread pic.twitter.com/yxMVDWq0gw
Ceritanya, El Real ketika itu sudah kalah duluan atas Barca di leg pertama Semifinal Copa Del Generalisimo 3-0. Tapi di leg kedua sebuah intimidasi dari penguasa terhadap para pemain Barcelona terjadi.
Para pemain Barca di ruang ganti didatangi oleh pejabat keamanan dari Jenderal Franco dan mereka diancam. Mereka pun ketakutan akan keselamatan diri maupun keluarganya. Alhasil, hal itu sukses berpengaruh di lapangan. Pasukan Blaugrana takluk tak berdaya dengan skor kontroversial 11-1.
On this day in 1943, Real Madrid beat Barcelona 11-1 in Cup semi-finals. pic.twitter.com/23PdvrstcN
— Madrid Zone (@theMadridZone) June 13, 2023
Kejanggalan lain dari laga tersebut adalah seorang wartawan yang mengungkap kejadian kontroversial itu, yakni Juan Antonio Samaranch tak diizinkan lagi menjadi wartawan selama 10 tahun.
Transfer Luis Figo
Transfer kontroversial lain yakni Luis Figo ketika hijrah dari Barcelona ke Real Madrid pada tahun 2000. Secara transfer, kepindahan Luis Figo ke Real Madrid adalah sah dan tidak melanggar aturan transfer. Akan tetapi kalau menurut etika, kepindahan tersebut dianggap kurang pantas.
Pasalnya Figo pindah ke klub rival bebuyutannya yang selalu bertengkar. Hal tersebut terbukti telah memicu perseteruan tiada henti di akar rumput. Ya, seperti apa yang dialami Figo ketika ia dilempari benda-benda tak masuk akal, termasuk kepala babi.
On this day in 2002, Barcelona fans threw a pig's head at Luis Figo before he took his corner at the Camp Nou 😳
— B/R Football (@brfootball) November 23, 2021
Figo left Barca for Real Madrid two years earlier. pic.twitter.com/j3ZgOQ85dW
Sisi kelam dari peristiwa tersebut yang tak patut dicontoh adalah, sikap fans Barca itu sendiri yang berlebihan dan cenderung katro. Akan tetapi seperti pepatah, tak ada asap kalau tak ada api. Ya, api yang menyulut dari sikap Figo tersebut, ternyata memunculkan asap tebal kemarahan publik Catalan.
Skandal Suap Wasit
Sisi kelam berikutnya adalah soal suap. Bagaimanapun Barcelona kini adalah klub yang sangat bermasalah. Tak hanya hutang dan jual aset, tapi mereka juga terindikasi dalam kasus suap wasit.
Barca dituduh telah menyuap mantan komite wasit Jose Negreira dari periode 2001 hingga 2018. Nilainya tak main-main, yakni sekitar 7,3 juta euro per musim. Kalaupun terbukti, hal ini bisa menodai persepakbolaan Spanyol khususnya Barcelona. Hukuman pun pasti akan menanti mereka.
Barcelona president Joan Laporta has said “there are no grounds” for him to be investigated over the club’s €7.3million payments to a former referees’ chief.
— The Athletic | Football (@TheAthleticFC) October 19, 2023
More from @polballus ⬇️https://t.co/Bv0pr0DT5k
Tak hanya Barcelona saja sebenarnya yang diduga menyuap wasit. Real Madrid pun sempat diduga melakukan hal serupa. Salah satunya adalah kasus 2015 di laga El Clasico jilid pertama musim 2015/16 di Santiago Bernabeu.
Bukan wasit, tapi hakim garis yang disuruh melakukan keberpihakan ke El Real. Menurut Diario AS, hakim garis tersebut bahkan diintimidasi lewat telepon oleh salah satu komite wasit RFEF, Jose Angel Jimenez Munoz de Morales.
Un arbitro asistente recibió presiones para perjudicar al FC Barcelona en el clásico (2015):
— Terreno.azulgrana (@trrenoazulgrana) April 18, 2023
Las presiones sobre el árbitro asistente las realizó José Ángel Jiménez Muñoz de Morales, entonces vocal del Comité Técnico de Árbitros, falangista y madridista confeso. pic.twitter.com/m7bEz41lqk
Morales mengancam hakim garis tersebut akan dimatikan kariernya jika membangkang. Setelah ancaman tersebut, sang hakim garis nekat melaporkan tindakan tersebut ke kejaksaan negeri Spanyol.
Soal Passilo
Ada lagi sisi kelam soal “Passilo” atau yang sering dikenal dengan Guard of Honour. Yakni penghormatan yang diberikan ketika tim yang sudah dipastikan jadi juara.
Hal tersebut sejauh ini telah terjadi selama tiga kali antara Barcelona dan Real Madrid. Pertama, pada El Clasico 20 April 1988, di mana Madrid yang sudah memastikan juara La Liga, diberikan Passilo oleh Barcelona.
Un momento INOLVIDABLE. El día que el Barcelona le hizo el pasillo al Real Madrid. 🔥👀 pic.twitter.com/wofeNajItG
— Portal Fútbol ⚽ (@PortalFutbol_) April 27, 2020
Tiga tahun kemudian 8 Juni 1991, giliran Barcelona yang sudah mendapatkan gelar juara La Liga, mendapat Passilo dari Real Madrid. Yang ketiga yakni pada 7 Mei 2008. Kala itu Madrid yang sudah juara, juga mendapatkan Pasillo dari Barcelona.
Tapi pada musim 2017/18 ketika Barcelona sudah memastikan gelar La Liga, Real Madrid di bawah asuhan Zidane menolak melakukan Pasillo pada laga El Clasico, 6 Mei 2018. Bahkan penolakan itu didukung Presiden La Liga, Javier Tebas. Alasannya meski tradisi itu sudah lama dilangsungkan, tapi menurut Tebas itu hanya akan merendahkan klub.
Di sisi lain, pihak Real Madrid mengaku bahwa sikap itu bukan tiba-tiba. Sikap itu berkat balasan dari sikap Barcelona yang ternyata juga menolak memberikan Passilio terhadap Los Blancos setelah jadi juara Piala Dunia Antarklub tahun 2017.
Bentrokan yang Memakan Korban
Sisi kelam El Clasico juga telah memakan korban. Hal itu terjadi ketika bentrokan yang tak terhindarkan di luar Stadion Camp Nou pasca laga El Clasico pada Desember 2019.
Dilansir Marca, bentrokan yang terkait unjuk rasa tersebut telah memakan korban sebanyak 46 orang luka-luka. Termasuk seorang wartawan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Lagi-lagi masalah politik. Aksi unjuk rasa kemerdekaan rakyat Catalan yang digaungkan telah menjadi pemantik bentrokan tersebut.
Unjuk rasa disertai keonaran oleh kaum yang menamakan Tsunami Democratic itu telah membuat bentrokan tak terhindarkan antara pihak kepolisian dengan pengunjuk rasa pro kemerdekaan Catalan.
Humillación de Tsunami Democrátic. "Chicos Locos" (Boixos Nois), hinchas de Fc Barça han devorado en menos de 30 minutos a Tsunami Democrátic. La organización separatista se ha quedado sin cabeza en el entorno de Camp Nou. Los Mozos han salvado a los resto de Tsunami. #Clasico pic.twitter.com/XG2PfodfIT
— Lasvocesdelpueblo (@lasvocesdelpue) December 18, 2019
Kasus Rasisme
Yang terbaru sisi kelam El Clasico adalah tentang rasisme. Rasisme yang dialami Vinicius dan Ansu Fati bagaimanapun tak bisa dibenarkan. Vinicius menjadi sasaran ketika laga vs Barcelona di Camp Nou bulan Maret 2023. Bahkan pihak La Liga sudah melaporkan hal itu kepada pengadilan untuk diusut tuntas.
Vinicius Junior getting racially abused by your own fans at the Camp Nou after making your defenders dance samba for 85 minutes. Stop manipulating narratives. A racist gaslighting a victim of racism. Embarrassing. https://t.co/1G6ZszFprY pic.twitter.com/exrPp4tFo6
— John H O N E S T Y (@ExJohnHonestyy) September 16, 2022
Begitupun apa yang menimpa Ansu Fati pada El Clasico di markas Real Madrid pada Oktober 2020 lalu. Diduga yang melancarkan rasisme adalah seorang kolumnis bernama Salvador Sostres.
🚨| Barça is considering taking legal action against journalist Salvador Sostres for his recent article on Laporta, in which he attacks the President's private life. Salvador was previously accused of publishing a 'racist' article against Ansu Fati in 2020. [@diariARA] #fcblive pic.twitter.com/qylo9pbbfc
— BarçaTimes (@BarcaTimes) March 5, 2023
Dilansir Marca, si kolumnis tersebut menulis pada laga tersebut bahwa Ansu Fati adalah budak yang hanya disuruh terus berlari. Ya, apa pun bentuknya dari siapa pun, rasis telah menjadi penyakit dan tidak dibenarkan dalam sepakbola.
Sumber Referensi : bleacherreport, goal.com, edition.cnn, marca, bleacherreport, theguardian