Grup H Liga Champions Eropa dihuni dua klub yang kerap diejek sebagai badut Eropa. Mereka adalah Juventus dan Paris Saint-Germain. Tak terbayangkan jika di sini ada Manchester City. Wah, sudah pasti lengkap.
Dua klub itu juga sudah bertemu. Kemenangan perdana direbut oleh PSG. Sepasang gol Kylian Mbappe membawa anak asuh Christophe Galtier mengamankan tiga poin, berkat kemenangan 2-1 atas Juventus. Namun, Grup H Liga Champions bukan hanya soal dua tim badut saja.
Ada SL Benfica yang musim lalu menjadi salah satu kuda hitam, dengan lolos ke perempat final. Mereka juga kemarin sudah mengalahkan wakil Israel, Maccabi Haifa dengan skor meyakinkan 2-0. Grup ini, banyak yang menjagokan Juventus dan PSG yang akan lolos ke fase gugur, tapi apakah itu mungkin?
Daftar Isi
PSG Tidak Ada Tekanan
Khusus klub raksasa Liga Prancis, Paris Saint-Germain sejatinya beberapa kali punya kesempatan meraih trofi Liga Champions. Misalnya, pada musim lalu. PSG sudah keluar uang banyak untuk mendatangkan tak sedikit pemain. Georginio Wijnaldum, Sergio Ramos, Gianluigi Donnarumma, sampai Lionel Messi.
Namun, yang terjadi mereka membuang keunggulan 1-0 atas Real Madrid di leg pertama babak 16 besar. PSG yang kala itu ditukangi Mauricio Pochettino kalah telak 3-1 di leg kedua. Harapan itu pun pupus. Selang beberapa bulan, pelatih yang pernah membawa Tottenham Hotspur ke final Liga Champions itu dipecat.
Mantan pelatih Lille, Christophe Galtier ditunjuk sebagai pelatih. Penunjukkan Galtier awalnya sangat meragukan. Apalagi dengan skuad yang mewah, PSG semestinya bisa meraih trofi Liga Champions yang telah lama mereka inginkan. Dan Galtier bukan sosok yang punya pengalaman untuk itu.
Satu-satunya portofolio terbaik Galtier adalah membawa Lille juara Ligue 1. Sesuatu yang dianggap sangat tidak mungkin. Namun, Galtier menunjukkan keajaiban itu ada. Dengan modal itulah, Galtier melatih PSG, di samping tentu saja, ada faktor lain di balik penunjukannya. Seperti perubahan haluan Nasser Al-Khelaifi yang ogah bermewah-mewah lagi.
Galtier sepertinya memang tidak membidik trofi Liga Champions. Ia paham sekali, timnya tidak cukup layak untuk melakukannya. Maka, ia tidak memasang target besar di Liga Champions. Tekanan agar PSG bisa juara tentu ada, tapi Galtier tidak mau pusing dengan hal itu.
Nos journalistes français on du talent @PaulLarrouturou de chez LCI à poser une question sur les moyens de transport un jour avant un match de ldc 🤦🏾♂️
Voici la réponse de Galtier 😂#PSGJUVE #Galtier #ChampionsLeague #PSG pic.twitter.com/w61t7qoVqr— adri1🇪🇹 (@adri1ctout) September 5, 2022
Sebuah laporan di Keep Up menyebut, ketika ditanya apakah PSG favorit juara, Galtier menjawab dengan santai. “Tidak. Itu tidak akan menghormati tim lain,” kata Galtier.
Meski begitu, PSG sangat layak untuk dijagokan. Ya, minimal bisa sampai ke Istanbul, Turki. Karena di tangan Galtier, permainan PSG berkembang. Jauh lebih kolektif, sekalipun masih suka Mbappe sentris.
Juventus, Mau Ngelawak Lagi?
Sementara itu, Juventus sudah lebih dulu mencicipi kekalahan. Di matchday pertama, Juventus kalah tipis 2-1 atas PSG. Untung saja pada pertandingan itu, Juventus bisa mencetak gol. Karena jika tidak, Juventus jadi sama dengan Maccabi Haifa.
Pertandingan Juventus menghadapi PSG sejatinya berlangsung sangat ketat. Namun, PSG lebih mendominasi. Sementara itu, Juventus sangat tidak cakap dalam bertahan. Pertahanan Juventus sangat mudah robek lewat tusukan Kylian Mbappe dan Neymar, plus Vitinha.
Mbappe volley vs Juventus #Mbappe #neymarjr #PSGJUV #PSG #messi pic.twitter.com/uH1jLOAX0n
— Football Island (@FootballIsland2) September 6, 2022
Juventus pada laga itu tampak sangat kesulitan. Ketidakhadiran Angel Di Maria berpengaruh pada efektivitas serangan Bianconeri. Massimiliano Allegri pun memilih memasang Cuadrado dan rekrutan baru, Filip Kostic. Untungnya, kedua pemain tampil lumayan.
Sayang sekali, penyelesaian akhir Juve tidak pernah beres. Kedua striker Bianconeri, Arkadiusz Milik dan Dusan Vlahovic terkurung. Bahkan gol La Vecchia Signora di laga itu dicetak dari pemain gelandang yang masuk di menit 46, Weston McKennie.
Airborn #Mckennie. A fantastic goal. Glad we have this guy always grinding it for #USMNT. pic.twitter.com/XwWMnMcPty
— DanielY (@RealDanYohannes) September 6, 2022
Performa Juventus belakangan memang tidak cukup baik. Benar bahwa Juventus tidak pernah kalah di lima pertandingan Serie A. Namun, anak asuh Allegri lebih banyak mengoleksi hasil imbang daripada kemenangan. Juve menang 2 kali dan imbang 3 kali.
Hasil kurang itu membuat Juventus, sampai giornata ke-5 harus rela berada di peringkat ketujuh, di bawah tetangganya, Torino. Meskipun di tangga klasemen, Juventus masih berada di atas Inter.
Pada laga berikutnya di Liga Champions, Juventus akan bertemu Benfica. Klub yang memang sudah tidak seperti musim lalu. Namun, Allegri mesti sadar diri. Betapa pertahanan mereka juga buruk, seperti tiga bek yang dipasang melawan PSG.
Bonucci 6 kali kehilangan penguasaan bola. Danilo melakukan 1 kesalahan dan 7 kali hilang bola. Sementara, bek baru mereka, Gleison Bremer sedikit lebih baik.
Ia melakukan 3 clearances dan 3 intersep. Akurasi umpannya juga mencapai 96%. Namun, masalahnya Bremer belum berpengalaman. Dan ketika melawan PSG, ia tidak pernah memenangi satu pun duel perebutan bola di darat.
Benfica yang Berbeda
Jika Juventus membuka Liga Champions musim ini dengan kekalahan, Benfica justru menang meyakinkan. Anak asuh Roger Schmidt melumat wakil Israel, Maccabi Haifa. Oke, sampai sini pasti ada yang protes. Halah, paling-paling klub kecil.
Benar. Benfica memang baru menghadapi tim gurem. Namun, Benfica bisa memanfaatkan itu dengan memetik kemenangan mantap 2-0. Sementara, mantan juara Liga Champions, Chelsea justru dikalahkan klub masa kecil Luka Modric, Dinamo Zagreb.
Starting @ChampionsLeague with a great ✔️ictory. Happy For get three points and For score my first goal This season….Come on @SLBenfica!!!! ❤️🦅#EuAmoOBenfica #AG3️⃣ pic.twitter.com/XNYII5ZH4p
— Alejandro Grimaldo (@grimaldo35) September 6, 2022
Belum lagi, Benfica bisa menang tanpa striker seperti Darwin Nunez, yang musim lalu jadi sorotan. Jelang laga perdana Liga Champions, penampilan Benfica memang sedang menanjak. Dari lima laga di Liga Primeira Portugal, As Aguias selalu menang.
Sepertinya, hal itulah yang membakar semangat anak asuh Roger Schmidt. Dan jika tren itu terus berlanjut, semangat para pemain Benfica terus berkobar, bukan tidak mungkin mereka bisa mengalahkan Juventus pada laga berikutnya.
Kehilangan Darwin Nunez bukan masalah bagi As Aguias. Karena mereka sudah menemukan penggantinya dalam diri pemain 21 tahun, Goncalo Ramos. Ia sudah mencetak 6 gol di semua kompetisi musim ini. Pada kualifikasi Liga Champions, pemain ini juga sudah menciptakan 1 gol dan 1 assist.
Benfica juga masih punya David Neres, yang tiga tahun lalu menjadi mimpi buruk buat Juventus saat berseragam Ajax. Lalu Benfica juga ada Joao Mario yang berpengalaman. Dan jangan lupakan pula pelatih mereka, Roger Schmidt.
Coach 🇩🇪Roger Schmidt debut for @SLBenfica🦅:
✅ 4-1
✅ 4-0
✅ 3-1
✅ 1-0
✅ 2-0
✅ 3-0
✅ 3-0
✅ 3-2
✅ 2-19⃣ Games | 9⃣ Wins | 25 Goals | 5 Clean Sheets 😳
Next Game: #UCL Benfica 🇵🇹vs🇮🇱 Maccabi Haïfa pic.twitter.com/RRzigFfDD8— . (@Twitugal) September 2, 2022
Schmidt mengubah Benfica menjadi tim yang sangat solid dalam penguasaan bola. Ia menggunakan pendekatan penguasaan dominan yang terkontrol, yaitu dengan umpan pendek efektif. Benfica jarang melakukan umpan panjang.
Alhasil Benfica bisa melakukan rata-rata penguasaan bola 59,3% per 90 menit. Benfica, bagaimanapun menjadi ancaman buat PSG dan Juventus, dan akan menjadi lawan sparing yang cocok buat Maccabi Haifa.
Maccabi Haifa Masuk UCL Sudah Cukup
Bagi wakil Israel, Maccabi Haifa masuk ke Liga Champions sudah seperti anugerah. Bagi mereka finis di posisi juru kunci juga sepertinya tidak masalah. Kekalahan adalah sebuah keniscayaan. Karena Maccabi Haifa memang akan menjadi lumbung gol di Grup H.
Mengapa masuknya Maccabi Haifa ke Liga Champions disebut anugerah? Pertama, karena mereka mendapatkannya dengan susah payah. Mengalahkan raksasa Serbia, Crvena Zvezda atau kita menyebutnya Red Star Belgrade, di babak play-off dengan agregat 5-4.
Through!!! Maccabi Haifa with a 90’ winner that sends them into the Champions League Group Stage!
Haifa put the Serbian champions to the sword to become the first Israeli club in the groups since 2015-16.
Scenes in Belgrade!!!💚🤍 pic.twitter.com/JFJLN9q7R2
— Israel Football (@Israel_Footy) August 23, 2022
Kedua, karena Haifa menjadi tim Israel pertama yang lolos ke Liga Champions sejak Maccabi Tel Aviv melakukannya pada musim 2015/16. Ketiga, ini adalah ketiga kalinya Maccabi Haifa lolos ke Liga Champions. Jumlah itu menjadi yang terbanyak dari klub-klub Israel lainnya, sekaligus yang pertama sejak 2009/10.
Maccabi Haifa bisa jadi akan nothing to lose saja pada Liga Champions musim ini. Kalaupun mereka finis sebagai juru kunci itu tidak mengagetkan. Nah, ajaibnya jika yang terjadi tidak demikian.
Pengalaman mengalahkan klub sekelas Red Star Belgrade dan Olympiakos. Keberadaan andalan mereka, Frantzdy Pierrot yang mencetak 5 gol dari 14 pertandingan kualifikasi Liga Champions. Tentu saja itu bisa jadi modal untuk menakut-nakuti anggota grup lainnya. Benar, sekadar menakut-nakuti. Tidak lebih.
https://youtu.be/nx1EjRTrJiA
Sumber: SI, BWRAO, JPost, CBSSports, TFA, Sofascore, TheAnalyst