Deportivo La Coruna si Penakluk Para Legenda di Champions League

spot_img

“Sebuah dongeng yang terlalu baik untuk jadi nyata”. Mungkin itu yang kalian pikirkan saat membaca judul ini. Apalagi kalau kalian lupa betapa hebatnya Deportivo La Coruna di era 2000-an awal. Dan diantara kisah-kisah heroik Deportivo, yang paling menakjubkan adalah saat mereka sampai ke semifinal Champions League 2004.

Memang, kisah Liga Champions 2003/04 sangat identik dengan FC Porto dan kisah Jose Mourinho yang mekar sebagai pelatih legendaris. Tapi perjalanan Deportivo juga tidak kalah hebatnya. Mereka adalah penantang raksasa dan penakluk para legenda di Eropa.

Skuad Pincang

Pelatih Deportivo saat itu, Javier Irureta patut menerima pujian atas fakta tersebut. Sejak kedatangannya di tahun 1998, Irureta telah mengubah Deportivo dari tim medioker jadi tim yang serius menantang kandidat juara La Liga.

Bahkan ia membawa Los Herculinos dapat piala di hampir setiap musim. Dimulai dengan La Liga di tahun 2000. Kemudian Spanish Super Cup di musim 2000/01 dan 2002/03. Serta piala Copa Del Rey di musim 2001/02.

Di musim 2002/03, mereka mencatatkan 22 kemenangan di Liga. Jumlah yang sama dengan Real Madrid yang finis sebagai juara. Sayangnya Deportivo hanya duduk di peringkat ke-3 La Liga dengan mengoleksi 72 poin. Setidaknya, Deportivo masih bisa kebagian tiket Liga Champions untuk musim 2003/04.

Sialnya, mereka memasuki musim 2003/04 dengan kondisi pincang. Beberapa pemain yang merupakan pemain penting di awal-awal karir Irureta pergi. Striker asal Belanda, Roy Makaay, yang mencetak 29 gol di liga pergi ke Bayern Munchen. Begitu pula dengan bek andalan Donato yang memutuskan pensiun.

Tapi ternyata kepergian Makaay sebagai pencetak gol tidak terlalu buat fans khawatir. Terutama setelah Walter Pandiani pulang dari masa peminjamannya di Real Mallorca. Ia langsung bisa mengisi kekosongan peran pencetak gol utama Deportivo.

Nyaris Pupus di Fase Grup

Duduk di peringkat ketiga La Liga musim sebelumnya mengharuskan Deportivo masuk Champions melalui jalur kualifikasi. Setelah mengalahkan wakil Norwegia, Rosenborg dengan mudah, Deportivo dimasukkan ke Grup C. Grup ini berisikan raksasa Prancis AS Monaco, tim kuat dari Belanda PSV Eindhoven, dan wakil Yunani AEK Athens.

Di leg pertama penyisihan grup, Herculinos masih bisa mengatasi lawan-lawan mereka dengan mudah. Menahan imbang 1-1 lawan Athens, menang 2-0 lawan PSV, bahkan bisa mengatasi Monaco dengan skor 1-0.

Tapi di leg kedua lah yang jadi ujian buat pasukan Irureta. Pada sebuah malam di Stade Louis, Deportivo dipermalukan AS Monaco dengan skor 8-3. Saat itu, hasil tersebut jadi rekor skor terbesar dalam sejarah Champions League.

Dado Prso jadi pahlawan Monaco malam itu dengan mencetak 4 gol. Jerome Rothen, Ludo Giuly, Jaroslav Plasil, dan Edouard Cessie mencetak satu gol untuk Monaco. Sementara Deportivo hanya bisa membalas lewat dua gol dari Diego Tristan dan satu gol dari Lionel Scaloni.

Pertandingan memalukan itu hampir memupuskan harapan Deportivo di Liga Champions. Untungnya mereka cukup terbantu dengan kemenangan 3-0 lawan Athens. Itu membuat los herculinos tetap lolos berkat unggul agresivitas gol. Meskipun di pertandingan terakhir fase grup, mereka kalah 3-2 lawan PSV.

Mengalahkan Juventus di Babak 16 Besar

Deportivo finis sebagai runner up grup. Itu membuat mereka dipertemukan dengan Juventus yang menjuarai Grup D. Tentu saja Juventus jadi tim yang lebih diunggulkan. Juventus saat itu masih diperkuat Del Piero, Trezeguet, Nedved, dan Buffon.

Belum lagi fakta kalau Juve sudah pernah mengalahkan dan menyingkirkan Deportivo di Champions League 2002/03. Kenangan pahit itu masih membekas di ingatan Los Herculinos. Misi balas dendam pun jadi tajuk utama di pertemuan ini.

Leg pertama dilangsungkan di Estadio Raizor markas Deportivo. Bermain di depan pendukungnya sendiri, Deportivo bisa mengendalikan permainan. Dan akhirnya Deportivo lah yang memecah kebuntuan. Gol dari Albert Luque ke-37 membuat papan skor berubah jadi 1-0. Tidak ada gol tambahan di laga itu. Ini jadi bekal berharga los herculinos di leg kedua.

Bertandang ke Stadion Delle Alpi, misi Deportivo hanyalah untuk menahan Juventus agar tidak menciptakan gol. Semua orang mengira itu akan jadi misi sulit Deportivo. Tapi nyatanya Turin jadi latar cerita balas dendam yang manis untuk Los Herculinos. Walter Pandiani langsung bisa mencetak gol di menit 12. Membuat agregat jadi 2-0.

Ketinggalan gol tandang membuat Juve semakin panik. Mereka tampil bagus tapi tidak ada yang bisa menembus pertahanan anak asuh Javier Irureta. Cederanya Del Piero di pertandingan itu jadi penanda Juve tak bisa menyusul. Deportivo pun melangkah ke perempat final, dimana lawan tangguh sesungguhnya menanti.

Dipermalukan AC Milan di San Siro

Selasa, 23 Maret 2004, AC Milan menjamu Deportivo La Coruna di San Siro. Rossoneri adalah juara bertahan musim sebelumnya. Mereka juga masih dilatih oleh Carlo Ancelotti. Disertai dengan skuad yang berisi para legenda.

Dida sebagai penjaga gawang, di depannya ada Maldini sebagai kapten dan bek tengah. Di lini tengah, ada trio Pirlo, Seedorf, dan Gattuso. Sedangkan lini serang ada trio Inzaghi, Shevchenko, dan Ricardo Kaka. Tak heran kalau Milan saat itu jadi favorit para pengamat.

Meskipun begitu, Deportivo sempat buat publik San Siro terkejut lewat gol dari Walter Pandiani di menit ke-11. Dan setelah itu Los Herculinos masih bisa bertahan dengan cukup baik. Tapi semua orang saat itu sudah tahu. Tinggal masalah waktu bagi Milan untuk membalas.

Benar saja, tepat sebelum jeda babak pertama Ricardo Kaka menggetarkan gawang Deportivo. Kedudukan pun imbang 1-1 sampai turun minum. Masuk ke babak kedua, Milan mulai serius.

Hanya satu menit babak kedua berjalan, Shevchenko membalikkan kedudukan. Tiga menit kemudian, tepatnya di menit ke-49 Kaka kembali mencetak gol. Dan tendangan bebas dari Pirlo di menit ke-53 pun menutup pertandingan dengan skor telak 4-1.

Begitulah overpower-nya skuad AC Milan saat itu. Sampai-sampai kebanyakan pengamat dan penggemar lebih memikirkan siapa lawan AC Milan di semifinal nanti. Mereka tidak merisaukan apa yang akan terjadi di Estadio Riazor di leg kedua nanti.

Comeback Bersejarah

Dengan defisit 4-1, memang tampak mustahil bagi Deportivo untuk membalikkan keadaan. Tapi bukan Champions League namanya kalau tidak ada kejutan di dalamnya. Meskipun AC Milan lebih menekan sejak awal, Deportivo lah yang memimpin lebih dulu lewat gol dari Walter Pandiani.

Juan Carlos Valeron mencetak satu gol lagi di menit ke-35. Dan tepat sebelum jeda di menit ke-44, Albert Luque membuat agregat jadi 4-4. AC Milan pun memasuki ruang ganti dengan kepala tertunduk.

Sementara Los Herculinos memasuki ruang ganti dengan perasaan bangga dan lega. Tim yang katanya tak tertembus bisa mereka buat tak berkutik. Padahal Milan belum pernah kebobolan di laga tandang Liga Champions musim itu.

Kini misi mereka tinggal mencetak satu gol lagi untuk memastikan kemenangan. Dan di menit 76, gol itu datang lewat usaha dari Fran. Dengan sekitar 14 menit tersisa, Milan sekuat tenaga berusaha membawa laga ke babak pertambahan waktu. Tapi itu semua sia-sia. Wasit telah meniup peluit panjang dan Deportivo pun melaju ke babak semifinal.

Javier Irureta mengungkapkan ketidak percayaannya setelah pertandingan. Dengan antusias ia berkata: “Permainan itu ternyata persis seperti yang saya mimpikan. Itu hampir mustahil tapi kami menampilkan babak pertama yang sensasional.”

Runtuhnya Para Raksasa

Los Herculinos menciptakan sejarah malam itu. Mereka tidak hanya menyingkirkan pemilik enam trofi Champions League. Tapi menyingkirkan mereka dengan cara comeback yang tak pernah dilakukan sebelumnya.

Malam itu rossoneri bukan satu-satunya tim raksasa yang tumbang. Di pertandingan lain, Real Madrid dan Arsenal juga tersingkir dari Champions League. Meninggalkan tempat untuk Deportivo, AS Monaco, dan Chelsea. Juga Porto yang baru mengalahkan Olympique Lyon.

Tapi bagi Los Herculinos sendiri, harapan mereka akan pupus di babak semifinal. Pasukan Javier Irureta ditaklukan oleh FC Porto yang diasuh oleh Jose Mourinho. Setelah ditahan imbang tanpa gol di leg pertama, Deportivo dikalahkan di Estadio Raizor lewat gol penalti dari Derlei. Dan kartu merah yang diterima Naybet membuat Deportivo tak bisa membalas.

Setelah malam yang menakjubkan dan penuh emosi lawan AC Milan, rasanya Deportivo sangat tidak pantas kalah lawan FC Porto. Tapi Porto membuktikan diri sebagai tim yang jauh lebih baik dengan menjuarai Champions League musim itu. Bagaimanapun juga, sejarah ini akan terus dikenang. Apalagi mengingat itu adalah kenangan manis terakhir mereka di Champions League.

Kemunduran Deportivo

Musim 2004/05 jadi awal musim yang menyakitkan. Beberapa pemain penting seperti Naybet dan Walter Pandiani pergi. Ditambah lagi banyak target transfer yang didapat membuat Deportivo jadi tim dengan skuad yang kopong.

Di Champions League musim itu, Deportivo tidak bisa mengulangi kisah mereka lagi. Los Herculinos tak lolos dari fase grup setelah tak mampu mencatatkan satu kemenangan pun. Mereka juga terjungkal di La Liga dengan duduk di peringkat ke-8. Membuat mereka absen dari kompetisi Eropa

Presiden klub, Augusto Cesar Lendoiro menutup keran uang ke klub. Padahal ia banyak belanja di masa lalu. Seperti membeli Bebeto dan Rivaldo sebagai proyek ambisius. Namun, karena itu pula kondisi keuangan klub jadi penuh utang.

Dan tidak tampil di kompetisi Eropa membuat keuangan Deportivo makin memburuk. Mereka tak mampu menambah pemain hebat, hutang semakin menumpuk, dan performa di kompetisi domestik yang semakin menurun. Semua itu jadi resep lengkap untuk kehancuran sebuah klub.

Degradasi pertama datang di musim 2010/11. Deportivo duduk di peringkat 18, selisih satu poin dari zona aman. Tapi di musim 2011/12 Deportivo bisa kembali ke La Liga. Hanya untuk degradasi lagi di musim 2012/13. Mereka berubah jadi klub yoyo yang naik turun divisi. Sampai di tahun 2020, Deportivo akhirnya terdegradasi ke divisi ketiga.

Menakjubkan bagaimana sebuah klub bisa hancur sehancur-hancurnya. Meskipun begitu, Deportivo masih jadi nama besar. Los Herculinos akan selalu dikenang sebagai tim dari Galicia yang menantang dan mengalahkan para legenda di kompetisi tertinggi Eropa.

Sumber referensi: 90min, TFT, Guardian, Pink, UEFA, B/R, Playmaker

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru