Kecepatan arus informasi memudahkan untuk menemukan satu sisi menarik yang jarang diketahui di dunia sepak bola. Sepak bola pada gilirannya tidak hanya menjadi olahraga tapi juga budaya populer. Maka dari itu, selayaknya budaya populer dengan mainstreamnya, sepak bola juga memiliki sisi anti-mainstream, tak terkecuali klub-klub sepak bola di Eropa.
Nah, berikut ini adalah tim-tim anti-mainstream di Eropa yang berhasil menyedot perhatian publik. Ada yang pernah mendengar tim-tim berikut ini?
Daftar Isi
FC United of Manchester
Pengambilalihan Manchester United oleh Malcolm Glazer pada 2005 silam menimbulkan gejolak di dalam kelompok penggemar Manchester United, terutama yang tinggal di Manchester. Banyak dari pendukung Setan Merah yang menolak katalisator ini. Meskipun sulit untuk menutup invasi dari investor Amerika.
Alih-alih Keluarga Glazer yang mundur, para pendukung yang menolak itulah yang pada akhirnya menyerah. Malcolm Glazer berhasil merebut Manchester United dari penggemar. Menjadikannya mesin pencetak uang. Akan tetapi Glazer tidak sepenuhnya menang.
— FC United of Manchester 🟥⬜⬛ (@FCUnitedMcr) October 3, 2023
Para penggemar yang menolak keras kehadiran justru mengalihkan protes ke bentuk yang lain. Mereka membentuk klub baru yang kemudian dinamai FC United of Manchester. Lho, bukannya mereka bisa beralih untuk mendukung klub lain? Mendukung klub lain adalah sebuah pengkhianatan. Lagi pula janggal jika klub diakuisisi orang lain, sementara pendukungnya berpaling.
FC United of Manchester pun tumbuh dan menjadi klub dengan basis komunitas. Ya, prinsip yang digunakan adalah kebersamaan. Tidak ada yang memiliki klub seutuhnya. Klub milik bersama, dikelola bersama, didanai bersama. Semua orang yang terlibat adalah pemilik.
Mereka bahkan bisa membangun stadion berkapasitas 4.400 tempat duduk di Broadhurst Park, Moston yang mulai digunakan tahun 2015. Kini United of Manchester masih hidup dan berkompetisi di kompetisi non liga.
Livorno
Livorno sampai hari ini memegang status klub paling politis di Italia. Dari tahun 1915 awal berdirinya, Livorno masih memegang teguh paham pemikiran kiri yang amat kental. Aliran marxisme hidup dalam sendi-sendi klub Italia yang satu ini. Tak terkecuali para pendukungnya.
Pemikiran kiri itu tumbuh di kalangan pekerja kota. Mereka menyalurkan aktivitas politiknya dengan membentuk Partai Komunis Italia di Livorno. Hal itu makin mempertebal pemikiran kiri ultras Livorno. Setiap bertanding bendera Che Guevara tak pernah ketinggalan.
Sikap anti-fasis dan dukungan terhadap Palestina selalu disuarakan oleh para pendukung Livorno. Pengaruh ajaran Che Guevara bahkan melekat pada pemain Livorno. Eks pemain mereka, Cristiano Lucarelli pernah berselebrasi dengan menampilkan gambar Che Guevara saat membela Timnas Italia U-21. Setelah itu ia mendapat sanksi dan tidak lagi dipanggil Timnas Italia.
🇮🇹 Si hablamos de festejar con un puño, también tenemos que hablar de otro histórico: Cristiano Lucarelli. El ídolo del Livorno que también festejó un gol con la Sub 21 de #Italia ante Moldavia mostrando la camiseta del Che Guevara. pic.twitter.com/fKKxIkjooI
— Fútbol y Política (@FutboliPolitica) November 18, 2020
Livorno memperlihatkan bahwa sepak bola bisa menjadi wadah untuk meredam kapitalisme. Livorno memperlihatkan bahwa memegang teguh idealisme dalam berbagai situasi sangat diperlukan. Sayangnya tahun 2020 klub ini dinyatakan bangkrut. Hari ini Livorno hanya bertarung di Serie D.
Athletic Bilbao
Umumnya setiap klub sepak bola akan membeli pemain dari segala penjuru untuk mempertahankan supremasinya. Atau bahkan untuk bisa bersaing di papan atas. Namun, hal itu sama sekali tidak akan kita lihat pada klub Spanyol, Athletic Club atau Athletic Bilbao.
Klub ini punya aturan unik yang rasanya mustahil diterapkan tim lain. Hanya pemain kelahiran Basque, Spanyol yang diizinkan untuk membela Bilbao. Sudah 110 tahun sejak tim ini berdiri, aturan itu tidak pernah sekali pun dilanggar. Jika kamu melihat skuad Athletic Bilbao musim 2023/24 semuanya adalah orang Basque.
Apakah dengan itu mereka berprestasi? Oh, jangan salah, dibanding klub-klub sebelumnya tadi, Athletic Bilbao boleh dikatakan menjadi yang paling berprestasi. Sampai musim 2023/24 dimulai, Bilbao sudah menggondol 3 trofi Piala Super Spanyol, 8 kali juara Liga Spanyol, dan 24 trofi Copa del Rey.
Di Liga Spanyol hanya ada tiga klub yang tidak pernah degradasi: Barcelona, Real Madrid, dan Athletic Bilbao. Meskipun belum pernah degradasi, namun penggemar Bilbao sebenarnya juga tak masalah kalau timnya degradasi. Menurut sebuah survei dari El Mundo tahun 1990-an, 76% penggemar mengatakan bahwa lebih baik timnya terdegradasi daripada menurunkan pemain non-Basque.
Sampai hari ini, Athletic Bilbao bahkan masih menghasilkan pemain-pemain hebat dari Basque. Kepa Arrizabalaga, Aymeric Laporte, Inaki Williams, sampai Unai Simon.
OFFICIAL: Athletic Bilbao have confirmed that Aymeric Laporte’s release clause has been triggered.
— Squawka Live (@Squawka_Live) January 29, 2018
They didn’t mention the club however. pic.twitter.com/o1s9J4lmbf
St Pauli
Klub sepak bola didukung oleh laki-laki itu sangat mainstream. Tapi bagaimana kalau sebuah tim di setiap pertandingan kandangnya justru juga dipenuhi oleh pendukung perempuan? Kita akan melihat pemandangan langka itu apabila berkunjung ke Hamburg, Jerman, tempat di mana St Pauli lahir.
Di kota ini Hamburg SV adalah tim yang lebih terkenal. Hanya saja Hamburg SV adalah tim yang merepresentasikan kelas menengah ke atas, sedangkan St Pauli kebalikannya. St Pauli terkenal klub paling kiri di Jerman. Para pendukungnya aktif melawan perilaku seksis, homophobia, dan melawan rasisme.
Shoutout to the coolest little St.Pauli supporter we know !!! HAPPY BIRTHDAY Issac!!! I hope you have an awesome day buddy!We Love You! pic.twitter.com/DSO3ZGvOqz
— DetroitSnowAngel☃️💕 (@kayleighsgramma) July 23, 2019
St Pauli juga menjadi tim dengan pendukung perempuan terbanyak di Jerman. Menurut laporan media Jerman, Deutsche Welle, diperkirakan sekitar 30-35 persen penggemar yang hadir saat St. Pauli bermain di rumahnya adalah perempuan, baik itu perempuan dewasa maupun anak perempuan.
St. Pauli yang sudah dikultuskan sebagai “dari fans untuk fans” benar-benar menjadi anomali sepak bola modern. Tak banyak klub sepak bola yang menjunjung tinggi kesetaraan gender, tapi jelas St. Pauli adalah salah satunya. Tim ini sekarang berkutat di 2. Bundesliga.
Millwall
Setiap pendukung tim sepak bola pasti akan menjaga citra timnya. Namun hal itu tampak mustahil bagi pendukung Millwall. Klub yang tidak pernah bermain di kasta tertinggi ini terkenal dengan hooliganisme para pendukungnya. Para pendukung Millwall terkenal beringas, kejam, dan akhirnya bisa berdampak pada citra klub yang buruk.
Tahun 2012, Millwall dikabarkan memiliki 92 rival di kompetisi domestik. Ketika bertemu rival itulah, para fans Millwall tak segan untuk melakukan aksi hooliganisme. Namun, meski membawa citra yang buruk, para suporter Millwall ini justru menjadi inspirasi dan diangkat ceritanya melalui berbagai film.
Misalnya, film Green Street Hooligans, The Firm, hingga Football Factory. Millwall pada akhirnya menjadi budaya pop. Menariknya fans Millwall ini juga merambah di Indonesia, lho. Jika kamu menemukan orang memakai kaos bertuliskan “No One Likes Us We Don’t Care” besar kemungkinan ia adalah fans Millwall.
Indonesia menyatukan westham dan millwall. pic.twitter.com/kM9aU6J9h3
— 𝓡𝓮𝔃𝓪 𝓚𝓾𝓻𝓷𝓲𝓪 𝓡𝓪𝓶𝓭𝓪𝓷𝓲 (@rekurams) May 20, 2020
Forest Green Rovers
Pernah mendengar klub bernama Forest Green Rovers? Ini adalah klub netral karbon pertama di dunia. Klub ini memutuskan beraliran vegan secara resmi pada tahun 2015. Vegan atau veganisme adalah sebuah gaya hidup yang menghindari eksploitasi terhadap hewan dan tumbuhan.
Tim ini bermarkas di Rovers di Nailsworth, Gloucestershire, dengan nama stadion mereka The New Lawn Stadium. Ketika berkunjung ke sana, kamu akan menemukan stadion yang menggunakan panel surya dan turbin angin. Selain itu rumputnya menggunakan rumput organik yang dikelola tanpa pupuk kimia.
🚨 BREAKING: Forest Green Rovers have appointed Hannah Dingley as caretaker manager.
— Barstool Football (@StoolFootball) July 4, 2023
She is the FIRST woman to manage a men’s senior team in England’s top four divisions.
Huge news. 🌱 pic.twitter.com/StHigtchNN
Irigasi lapangan juga memanfaatkan air bekas hujan. Intinya mereka mencoba untuk meninggalkan bahan-bahan kimia. Forest Green Rovers menjelma tim paling Greenpeace. Bahkan jersey-nya pun kabarnya terbuat dari limbah kopi. Menariknya lagi, tim ini ternyata pernah dilatih oleh seorang perempuan bernama Hannah Dingley.
Meski tak memimpin satu pun pertandingan, tapi Forest Green Rovers tercatat sebagai satu-satunya klub sepak bola laki-laki yang dimanajeri seorang perempuan. Omong-omong, Hannah Dingley kini masih bekerja di sana sebagai manajer akademi. Menarik bukan?
https://youtu.be/8Et4nF3KFPM