Menurut sebagian orang, menonton Liga Champions tanpa adanya aturan gol tandang bagai sayur tanpa garam. Namun apa boleh buat, UEFA telah menghapus aturan tersebut. Tuah gol tandang di Liga Champions, sering membuat adrenalin penonton berpacu kencang. Drama demi drama, kerap terjadi di beberapa laga berkat adanya aturan gol tandang. Ya, gol tandang seperti punya magis tersendiri di Liga Champions.
Daftar Isi
Deportivo La Coruna vs AC Milan
Sebuah dongeng indah pernah ditorehkan Deportivo La Coruna di Liga Champions musim 2003/04. Padahal langkah pasukan Javier Irureta di musim tersebut sangat terjal. Di babak 16 besar dan 8 besar, Walter Pandiani dan kawan-kawan sudah harus bertemu finalis musim sebelumnya, Juventus dan AC Milan.
Melawan sang juara bertahan AC Milan di babak 8 besar, Deportivo sudah menyerah duluan pada leg pertama yang dihelat di San Siro. Mereka dihajar habis-habisan dengan skor 4-1. Berat rasanya perjuangan Super Depor untuk membalaskan agregat gol mereka di leg kedua.
Di markas sendiri, pasukan Irureta coba melupakan kekalahan besar mereka di San Siro. Dengan penuh kepercayaan diri, mereka menatap leg kedua dengan penuh semangat. Mereka siap bertempur mati-matian demi para fans.
Terbukti, sejak menit pertama performa Deportivo bak kesetanan. Mereka menggempur habis-habisan pertahanan Milan. Alhasil, gol cepat dari Walter Pandiani tercipta membuat semangat juang Super Depor makin berkobar. Gemuruh dan kebisingan Riazor pun mampu menambah gentar sang juara bertahan.
Dua gol berikutnya dari Deportivo, makin membawa atmosfer Riazor bergemuruh. Saat turun minum, Deportivo sudah unggul tiga gol atas Rossoneri. Mereka hanya butuh satu gol lagi untuk bisa lolos ke semifinal.
Dan di menit 76, gol yang dinanti itu pun tiba. Gelandang Deportivo, Fran menceploskan bola dengan kaki kirinya ke gawang Dida. Dengan waktu tersisa sekitar 14 menit, Milan dengan sekuat tenaga berusaha memburu gol tandang. Namun usaha mereka sia-sia. Pertahanan Super Depor yang dikomandoi Jorge Andrade sangat kokoh.
La Coruna ’04 – Irureta’s Deportivo beat Carlo Ancelotti’s AC Milan 4-0 with goals from ‘El Rifle’ Pandiani, Juan Valerón, Luque and Fran to storm into the UCL semifinals.
— SportRadioAS 🇮🇳 (@SportRadioAS1) April 7, 2022
Super Depor had lost 4-1 @ the San Siro only to turn it around spectacularly 🔥pic.twitter.com/2PpngJpejL
Wasit pun akhirnya meniup peluit panjang. Deportivo melaju ke semifinal dengan agregat 5-4. Tak disangka, gol tandang mereka di San Siro pada leg pertama yang dicetak oleh Walter Pandiani, sangat berarti bagi kelolosan mereka.
Chelsea vs Barcelona
Magis gol tandang sempat terjadi di laga Chelsea melawan Barcelona di semifinal Liga Champions musim 2008/09. Barcelona yang di musim itu baru dilatih oleh Pep Guardiola, susah payah menghadapi skuad Chelsea asuhan Guus Hiddink.
Di leg pertama yang digelar di Camp Nou, Eto’o dan kawan-kawan sudah kesusahan membobol gawang Petr Cech yang tampil menggila. Pertahanan Chelsea yang dikomandoi John Terry juga sangat kokoh. Skor kacamata menjadi hasil yang harus rela diterima pasukan Pep.
Leg kedua, drama pun tercipta. Baru sembilan menit laga berjalan, Stamford Bridge sudah bergemuruh berkat gol berkelas Michael Essien. Tensi laga pun makin tinggi. Banyak kejadian seru sepanjang laga. Seperti protes para pemain The Blues ke wasit bernama Ovrebo, maupun kartu merah yang diterima Eric Abidal.
Sampai pada akhirnya, di menit 90+3, gol yang mengubah nasib Barcelona terjadi lewat sepekan melegenda Andres Iniesta. Dengan sepuluh pemain, Blaugrana mampu mengubah keadaan menjadi 1-1. Berkat gol tandang Iniesta itulah Barcelona lolos ke final. Semua pemain Barca pun girang, namun tidak dengan pemain Chelsea seperti Drogba. Ia marah besar kepada wasit karena tak terima timnya banyak dirugikan di laga tersebut.
Unforgettable Iniesta goal againt Chelsea#andresIniesta #iniesta #FCBarcelona #goal #Catalunya #Barcelona #aubameyang #Dembele #Araujo #xavi #Lewandowski pic.twitter.com/nsaEYyzxFm
— ga zizou (@ga_zizou) May 11, 2022
AS Roma vs Barcelona
Perempat final Liga Champions musim 2017/18 juga menyisakan drama gol tandang. Tepatnya di laga AS Roma melawan Barcelona. Barcelona yang sedang tampil apik musim tersebut bersama Ernesto Valverde, diprediksi akan mudah melaju ke semifinal. Mengingat AS Roma musim tersebut tidak terlalu superior.
Benar saja, ketimpangan itu sudah terlihat sejak leg pertama yang dihelat di Camp Nou. Messi dan kawan-kawan mampu menghajar AS Roma 4-1. Satu kaki Barca dianggap sudah melangkah ke semifinal.
Leg kedua di Olimpico mungkin hanya akan menjadi mission impossible bagi Giallorossi. Kalau ingin lolos, mereka harus menang paling sedikit 3-0. Giallorossi mencoba tampil tanpa beban. Misi pasukan Roma menurut Di Francesco saat itu, hanya mencoba berjuang hingga akhir, dan membuat fans merasa bangga.
Namun baru enam menit laga berjalan, Edin Dzeko sudah bisa membobol gawang Ter Stegen. Ya, semangat juang serigala Roma pun makin berkobar. Barca tiba-tiba terlihat down mentalnya. Justru sejak gol pertama Roma, Barca terus digempur Roma.
Celakanya, Barcelona tetap tak berubah di babak kedua. Mereka terus dibombardir. Sampai akhirnya mereka dihukum dengan gol kedua yang dicetak De Rossi. Skor menjadi 2-0. Artinya jika Roma mencetak satu gol lagi, maka usai sudah perjuangan Barca.
Sampai pada akhirnya di menit 82, gemuruh Olimpico semakin menjadi-jadi. Sepak pojok Cengiz Under sukses dimaksimalkan oleh Kostas Manolas dengan sundulannya. Roma memimpin 3-0.
Kostas Manolas.
— B/R Football (@brfootball) April 10, 2021
Roma 3-0 Barcelona.
The ‘Romantada’.
Three years ago today ⏪
(🎥 via @ChampionsLeague) pic.twitter.com/PKwYda7lRo
Celaka bagi Barca. Di waktu tersisa, gempuran mereka tak membuahkan gol tandang yang mereka inginkan. Keadaan tetap tidak berubah. Roma lolos ke semifinal dengan agregat 4-4. Roma unggul agresivitas gol tandang.
Manchester City vs Tottenham Hotspur
Markas baru The Lilywhites, Tottenham Hotspur Stadium dengan bangga menyambut laga perdana Spurs di Liga Champions. Tepatnya di babak perempat final Liga Champions musim 2018/19 ketika melawan Manchester City.
Tuah stadion baru tersebut diharapkan berpihak pada tuan rumah. Benar saja, di leg pertama anak asuh Mauricio Pochettino mampu unggul 1-0 lewat gol semata wayang Son Heung Min.
Meski unggul, menjamu City di Etihad pada leg kedua termasuk ujian berat bagi Harry Kane dan kawan-kawan. Pasalnya di musim tersebut, City sangat superior dan tak segan membantai lawan-lawannya di Etihad
Laga yang dihelat di Etihad tersebut berjalan dengan sangat seru. Kedua tim berani tampil terbuka dan saling menyerang. Saling berbalas gol pun terjadi. Bahkan nih, lima gol sudah terjadi di babak pertama. City unggul 3-2 di babak pertama.
Ketika turun minum, Pep mengatakan bahwa dengan kondisi tersebut belumlah aman. Meski agregat jadi seri 3-3, City masih kalah agresivitas gol tandang. City harus memburu paling tidak satu atau dua gol lagi untuk bisa lolos.
Sebagai tuan rumah yang butuh gol tambahan, City terus menggempur Spurs. Mereka mendominasi jalannya babak kedua. Gol pun akhirnya kembali tercipta bagi City, lewat Sergio Aguero. Skor menjadi 4-2 dan City pun di atas angin.
📅 Manchester City 4-3 Tottenham, #OTD in 2019:
— UEFA Champions League (@ChampionsLeague) April 17, 2021
⏰⚽️0⃣4⃣ Sterling
⏰⚽️0⃣7⃣ Son
⏰⚽️1⃣0⃣ Son
⏰⚽️1⃣1⃣ Bernardo Silva
⏰⚽️2⃣1⃣ Sterling
⏰⚽️5⃣9⃣ Agüero
⏰⚽️7⃣3⃣ Llorente #UCL pic.twitter.com/YbetYcjqk7
Namun City terlalu jumawa. Mereka menyepelekan hal-hal kecil seperti bola mati dari Spurs. Petaka pun datang. Dari sepakan pojok, sundulan Fernando Llorente sukses menjebol gawang City.
Setelah gol tersebut, sempat terjadi drama. Gol Raheem Sterling yang seharusnya membuat City kembali unggul secara agregat, dianulir oleh VAR. FYI aja, itulah pertama kalinya VAR digunakan di Liga Champions. Ya, laga itu pun berakhir dengan kemenangan City 4-3. Namun yang tersenyum justru Spurs, karena mereka unggul agresivitas gol tandang.
Ajax vs Tottenham Hotspur
Tak hanya di babak perempat final saja, Spurs juga diuntungkan berkat agresivitas gol tandang di babak semifinal musim 2018/19 ketika melawan Ajax Amsterdam. Bedanya, Tottenham Hotspur Stadium kini tak lagi bertuah.
Di leg pertama, Spurs kesusahan menghadapi gempuran anak asuh Erik Ten Hag. Mereka bahkan akhirnya menyerah 0-1 lewat gol Van De Beek. Kekalahan di markas sendiri tersebut, membuat The Lilywhites makin berat untuk berjuang di leg kedua yang akan dihelat di Amsterdam.
Meski sulit, Spurs datang ke Amsterdam dengan penuh percaya diri. Mereka coba lupakan kekalahan di leg pertama. Semangat anak asuh Pochettino tak pernah padam, meski misi sulit dihadapkan pada mereka. Spurs kalau ingin lolos minimal harus menang 2-0.
Misi itu makin sulit ketika di babak pertama Spurs sudah ketinggalan dua gol. Namun justru di babak kedua Spurs diminta Pochettino untuk tampil lepas dan tanpa beban. Malah Ajax yang terbebani untuk bisa mempertahankan keunggulan.
Dua gol cepat dalam jarak empat menit dari Lucas Moura, sontak membuat mental para pemain Spurs bangkit lagi dan makin percaya diri. Skor menjadi 2-2. Agregat pun saat itu berubah menjadi 2-3. Artinya, Spurs hanya butuh satu gol lagi untuk bisa lolos ke final. Ajax yang ketar-ketir dengan kondisi tersebut, coba berbalik menggempur Spurs.
On this day in 2019, Tottenham were down 3-0 to Ajax on agg. at half-time of the UCL semifinal second leg.
— B/R Football (@brfootball) May 8, 2021
55′ Lucas Moura ⚽
59′ Lucas Moura ⚽
90+6′ Lucas Moura ⚽
One of the greatest Champions League comebacks ✨
(🎥: @SpursOfficial)pic.twitter.com/YsmxJaMVo0
Namun ketika keasyikan menyerang, mereka malah kecolongan. Lucas Moura tampil sebagai dewa penyelamat ketika mencuri gol di menit 90+6. Spurs menang 2-3 dan agregat berubah menjadi 3-3. Dengan hasil tersebut, Spurs berhak lolos ke final berkat agresivitas gol tandang.
Sumber Referensi : bleacherreport, dailymail, bbc, skysports, bbc