Menjadi yang terbaik di antara banyaknya tenaga kerja asing, tak akan jadi jaminan bahwa kamu akan selalu diprioritaskan. Imran Nahumarury bisa jadi contoh pembelajaran. Pelatih bertubuh gempal itu satu-satunya pelatih lokal yang berhasil membawa timnya, yakni Malut United bersaing di papan atas Liga Indonesia musim 2024/25.
Tim-tim lain, macam Persib Bandung, Dewa United, hingga Persebaya, semuanya mengandalkan pelatih asing. Ada Bojan Hodak di Persib, ada Jan Olde Riekerink di kubu Dewa, dan Paul Munster di sisi Bajul Ijo. Meski demikian, posisi Imran nyatanya tak sepenuhnya aman. Eks pelatih PSIS Semarang itu dipecat secara tidak hormat di akhir musim.
Beberapa media ternama Indonesia mengabarkan bahwa Imran dipecat karena dianggap sudah melakukan pelanggaran berat yang menyalahi nilai-nilai klub serta merugikan manajemen. Lantas, apa pelanggaran berat yang dimaksud? Apakah Imran layak mendapat perlakuan semacam ini?
Daftar Isi
Kontribusi Imran di Malut
Sebelum mengupas apa yang sebenarnya terjadi di dalam dapur Malut United, kita akan kembali mengingatkan sebesar apa kontribusi Imran Nahumarury untuk klub. Dalam dua tahun terakhir, Imran telah menjelma menjadi figur sentral dalam kebangkitan Malut United. Sejak ditunjuk sebagai pelatih kepala pada April 2023, pria asal Tulehu ini langsung membawa perubahan signifikan.
Secara taktis, Imran dikenal sebagai pelatih yang fleksibel dan berani. Ia menerapkan pola permainan menyerang yang mengandalkan koordinasi, kekompakan, dan efektivitas serangan sayap. Formasi 4-2-3-1 menjadi senjata utamanya, dengan penekanan pada transisi cepat dan keseimbangan antar lini.
Sebagai putra daerah asli Maluku, Imran mengerahkan 1000% tenaga, pikiran, dan waktunya untuk mengharumkan nama Malut United. Di musim pertamanya, ia sukses mengantar Malut United promosi ke Liga 1 Indonesia. Ini sebuah pencapaian yang mengubah wajah klub dari sekadar tim pendatang menjadi kekuatan baru di sepakbola Indonesia.
Apakah berhenti di situ? Belum. Kiprahnya bersama Malut benar-benar menjadikannya sebuah danau di tengah oase. Pada musim 2024/25, Imran mencatatkan sejarah lain dengan membawa tim promosi ini finis di posisi tiga besar Liga 1. Prestasi yang tak banyak pelatih lokal mampu lakukan di era sekarang.
Statistiknya pun bukan kaleng-kaleng. Di tangannya, Malut mengantongi 57 poin, dengan rincian 15 kemenangan dan 12 hasil imbang. Menariknya, Laskar Kie Raha hanya mengantongi tujuh kekalahan. Itu artinya, Malut jadi tim kedua yang paling sulit dikalahkan setelah Persib Bandung.
Catatan ini berbanding lurus dengan jumlah kebobolan Malut. Mereka hanya 33 gol. Catatan ini layak menjadikan Malut dengan pertahanan paling kokoh musim lalu bersama Maung Bandung dan Dewa United.
April Perpanjang Kontrak
Namun, kontribusi Imran tidak hanya berhenti di lapangan. Di luar arena, ia dikenal sebagai sosok pembangun kultur. Ia memperkuat profesionalisme dalam klub dan membangun ikatan emosional yang kuat antar pemain. Imran bukan hanya seorang pelatih, tapi juga mentor dan inspirator.
Ia juga aktif membangun relasi antara klub dan komunitas. Stadion Gelora Kie Raha di Ternate tak sekadar menjadi tempat bertanding, tetapi berubah menjadi benteng penuh semangat karena atmosfer yang dibangun bersama pendukung. Dalam proses perekrutan pemain, Imran juga terlibat aktif memilih talenta yang tak hanya berkualitas, tapi juga selaras dengan karakter tim.
Hasilnya adalah skuad yang solid, berjiwa petarung, dan memiliki semangat kolektif yang tinggi. Kepercayaan manajemen terhadap Imran pun semakin tebal. Pada April 2025, kontraknya diperpanjang hingga 2026. Ini jadi tanda bahwa klub ingin membangun fondasi jangka panjang bersama sosok yang mereka percaya.
Pelanggaran Berat
Mengejutkannya, belum juga genap dua bulan setelah perpanjangan kontrak, Imran Nahumarury justru dipecat oleh Malut United. Bahkan, bisa dibilang pemecatannya dilakukan secara mendadak dan sepihak. Loh? Bentar. Ada apa ini? Kenapa sosok yang begitu berjasa membawa Malut menuju panggung terbesar sepakbola Indonesia, justru ditendang begitu saja?
Menurut CNN Indonesia, pada 16 Juni 2025, manajemen Malut United melalui Dirut PT Malut Maju Sejahtera, Dirk Soplanit, resmi memecat Imran Nahumarury dan direktur teknik Yeyen Tumena, karena diduga melakukan pelanggaran berat yang “bertentangan dengan filosofi, prinsip, dan tujuan klub”.
Lalu, apa yang dimaksud dari pelanggaran berat ini? Hingga narasi ini ditulis, sebetulnya masih simpang siur apa alasan utama manajemen Malut memecat Imran. Namun, menurut berita yang dipublikasikan oleh Poskota, pengamat sepakbola, Tommy Desky sempat membahas dugaan adanya bisnis yang dilakukan oleh Imran dan Yeyen dalam transfer fee pemain Malut United.
Kabarnya, Malut sudah mengantongi segala bentuk bukti yang dibutuhkan, sehingga berani mengambil keputusan tersebut. Sementara menurut laporan Bolasport, keduanya disinyalir telah melakukan tindakan kejahatan saat Malut United tampil di Liga 2 2023/24. Namun, saat itu manajemen masih memaafkan dan berharap Imran dan Yeyen bisa memperbaiki diri dan kinerjanya.
Namun, hingga klub berkiprah di Liga 1, mereka masih saja begitu. Dari sinilah klub berjuluk Naga Gamalama itu mulai melakukan penyelidikan. Mereka menghubungi pemain, asisten pelatih, hingga para agen pemain asing untuk mencari informasi. Menurut Dirk Soplanit, penyelidikan ini menghasilkan banyak bukti dan saksi bahwa ternyata ada uang yang diminta oleh Imran dan Yeyen.
“Saya ambil contoh untuk kontrak pemain asing itu Rp1 miliar, lalu ada fee-nya sebesar 10 persen yakni Rp100 juta dan diambil direktur teknik (Yeyen),” tambah Dirk Soplanit. Nantinya, fee itu dibagi juga kepada Imran Nahumarury.
Parahnya lagi, besaran nominalnya tidak pasti. Ada yang 10%, tapi ada juga yang sampai 50% dari nilai kontrak atau gaji. Situasi ini tidak hanya dirasakan pemain asing. Masih menurut laporan Bolasport, pemain lokal juga diminta untuk menyetor fee mulai dari puluhan hingga ratusan juta kepada dua sosok tersebut.
Tanggapan Imran
Karena sudah menjadi bahaya laten di tubuh Malut United, pemecatan adalah pilihan terbaik saat ini. Pihak klub merasa bahwa pemecatan Imran dan Yeyen adalah salah satu bentuk untuk menyelamatkan masa depan klub. Memang, duet ini membawa Malut bertengger di papan atas. Tapi, prestasi bukan satu-satunya yang dicari Malut. Manajemen yang sehat dan keberlanjutan bagi generasi selanjutnya juga sangat penting.
Mendengar isu tentang pungli yang dituduhkan oleh Malut United, Imran Nahumarury pun angkat bicara. Mengutip dari berita Referensi Maluku, Imran menampik kabar tersebut ketika ditanya langsung oleh pihak media. Imran bahkan geram dengan kabar yang beredar tentangnya.
Menurut Imran, isu terkait pemecatan dirinya akibat dugaan penggelapan 50 persen hak-hak pemain merupakan fitnah keji yang sengaja dihembuskan oknum-oknum tertentu. Imran merasa, para oknum hanya ingin melengserkannya dari kursi pelatih kepala Malut United karena ada kepentingan-kepentingan lain.
Imran bahkan mengaku tahu, siapa dalang di balik permainan ini. Namun, ketika ditanya siapa, Imran tak mau menyebut nama. Dirinya merasa cukup tahu dengan balasan yang diberikan Malut. Ia menggambarkan pemecatan ini sebagai “Habis manis sepah dibuang”.
Nasib Imran?
Meski ada benturan kepentingan dan fitnah keji yang berujung pada pemecatan Imran Nahumarury, namanya tetap harum di sepakbola Indonesia. Publik tak bisa menghilangkan statusnya sebagai satu-satunya pelatih lokal yang menghiasi ingar-bingar kompetisi elite sepakbola Indonesia hingga akhir musim 2024/25.
Beberapa hari setelah pemecatannya, alih-alih terasingkan, Imran justru tetap tak sepi peminat. Imran mengaku sudah ada empat klub yang mayoritas dari Liga 2 mengantri untuk dapatkan tanda tangannya. Namun, saat ditanya, Imran hanya menyebutkan satu nama, yakni PSMS Medan dari Sumatera Utara.
Entah mana yang benar, kini Imran hanya berdiri dalam diam menanti panggilan tugas berikutnya. Di tengah badai yang coba meruntuhkan reputasinya, Imran tetap berdiri dengan kepala tegak, memegang teguh prinsip dan harga diri seorang pelatih yang telah membuktikan segalanya di lapangan. Ia diam bukan berarti kalah. Melainkan yakin, bahwa kebenaran tak butuh teriakan untuk ditemukan.
Sumber: CNN Indonesia, Tempo, Sport Detik, Kompas, Referensi Maluku