Nasib malang memang tidak bisa diprediksi, tapi ia bisa diciptakan. Seperti pengemudi ojek online yang meninggal setelah dilindas rantis aparat. Tidak ada yang menyangka nasib malang akan menimpanya, tapi nasib buruk itu jelas diciptakan. Nggak mungkin dong rantis itu jalan sendiri?
Pun yang dialami Erik Ten Hag. Tapi kalau soal ini nggak sampai merenggut nyawa. Bekas manajer Manchester United itu mengalami kemalangan di awal musim ini. Baru memimpin Bayer Leverkusen dalam tiga pertandingan, Ten Hag sudah dipecat. Ia pun gusar bin kecewa. Ten Hag merasa Bayer Leverkusen telah mengkhianatinya.
Hmmm… benarkah demikian? Kalau merasa dikhianati kenapa nggak curiga dari awal sih Pak Ten Hag? Emang situ nggak bisa melihat gelagat kalau Leverkusen sebenarnya nggak percaya sama situ?
Daftar Isi
Petaka Laga vs Werder Bremen
Kisah sedih ini terjadi beberapa hari usai laga menghadapi Werder Bremen di spieltag kedua Bundesliga. Jadi ceritanya, di laga tersebut Bayer Leverkusen berada di atas angin untuk memenangkan laga. Die Werkself sudah unggul 3-1 hingga laga kurang dari 20 menit waktu normal. Dua gol Patrik Schick dan satu dari Malik Tillman baru bisa dibalas satu gol dari Romano Schmid.
Akan tetapi pada 15 menit akhir, saat sudah kehilangan satu pemain karena dikartu merah, anak asuh Horst Steffen berhasil mengejar defisit dua gol, dan memaksakan laga berakhir imbang. Tiga poin tak jadi diraih anak asuh Erik Ten Hag. Situasi ini membuat Bayer Leverkusen terkapar di posisi 12. Di laga pertama mereka sudah kalah dari Hoffenheim.
🚨🇩🇪 Werder Bremen were 3-1 down and got a red card but managed to get a point against Erik ten Hag’s Leverkusen! 🟢💥 pic.twitter.com/8LXpTpQ2sH
— EuroFoot (@eurofootcom) August 30, 2025
Kekalahan tersebut plus gagal menang saat kemenangan hanya berjarak 15 menit dari Bremen, memaksa manajemen Leverkusen untuk mengeluarkan maklumat yang isinya, mencopot jabatan Ten Hag dari posisi pelatih. Direktur Olahraga Simon Rolfes mengatakan ini adalah keputusan yang tidak mudah.
Ini juga cerita yang ironis. Fenomena seorang pelatih yang baru sebentar melatih lalu dipecat terbilang langka di Eropa, setidaknya selama beberapa tahun terakhir. Dulu memang sering, terutama di liga-liga kompetitif seperti Liga Inggris. Tapi belakangan fenomena ini malah biasanya sering terjadi di liga terbaik di dunia, Lig Ang.
Tapi ini tidak. Saat pelatih-pelatih di Liga Super BRI belum ada yang dipecat, Ten Hag lebih dulu mengalami pemecatan. Sesuatu yang tampak menyedihkan dan penuh tanda tanya. Kenapa Bayer Leverkusen bisa sampai sekejam itu?
Awal yang Manis
Akan terlihat makin menyedihkan ketika membaca kembali berita saat Ten Hag tiba di BayArena, Mei 2025 lalu. Ketika itu Ten Hag yang nganggur usai diusir dari Manchester United, tiba-tiba diumumkan sebagai pelatih baru Bayer Leverkusen. Ia menggantikan Xabi Alonso yang dibajak oleh Real Madrid.
Erik Ten Hag bangga bisa bergabung ke Bayer Leverkusen. Saking bangganya, Ten Hag sampai membuat akun Instagram baru demi bisa menuliskan “Manajer of @bayer04fussball” di bionya. Simon Rolfes juga menyambut kedatangan Ten Hag dengan senyum mengembang.
Tatkala berbicara di konferensi pers, Simon Rolfes bahkan memuji kualitas dan pengalaman Erik Ten Hag selama di Ajax dan Manchester United. Rolfes terkesan sekali dengan kemampuan Ten Hag yang membawa enam gelar untuk Ajax Amsterdam.
🚨🇳🇱 𝐎𝐅𝐅𝐈𝐂𝐈𝐀𝐋 | Erik ten Hag is the new manager of Bayer Leverkusen! 🔴⚫️
Bundesliga + UEFA Champions League football awaits. 🔜 pic.twitter.com/L2S7NzXcVF
— EuroFoot (@eurofootcom) May 26, 2025
Direktur olahraga yang juga pernah berseragam Die Werkself ini tak ketinggalan memuji Ten Hag yang mampu bawa MU meraih Piala FA dan Carabao Cup saat situasi klub sedang sulit. Menurut Rolfes, visi sepak bola Bayer Leverkusen yang menuntut teknik dan dominasi juga selaras dengan visi pelatih berkepala licin tersebut.
Mendengar puja-puji itu, Ten Hag merasa didukung. Ia leluasa untuk menyusun skuadnya. Sejumlah laga pun dilakoni, termasuk pertandingan-pertandingan pramusim. Hasilnya juga sebetulnya tak terlalu menyedihkan, meski juga tak cukup baik karena Leverkusen bahkan kalah dari Chelsea dan Flamengo U-20.
Tatkala memasuki musim baru, Ten Hag memang gagal memetik kemenangan di dua laga Bundesliga, namun berhasil membawa Leverkusen melaju ke putaran kedua DFB Pokal. Meski lawan di putaran pertama cuma SG Sonnenhof, tim Regionalliga.
Ten Hag’s Bayer Leverkusen side are losing 5-0 within the first 60 minutes of their first preseason match to Flamengo’s U20 team. pic.twitter.com/GvTvym37Ax
— ESPN FC (@ESPNFC) July 18, 2025
Ten Hag Berjalan ke Arah yang Keliru
Akan tetapi sebetulnya sesuatu yang tidak beres sudah tercium saat Ten Hag tiba di Jerman. Seperti yang pernah dibahas Starting Eleven Story sebelumnya, para pemain penting warisan Xabi Alonso pada minggat. Jeremie Frimpong, Victor Boniface, Granit Xhaka, Florian Wirtz, Jonathan Tah, hingga Lukas Hradecky seolah tak sudi dilatih Ten Hag.
Kendati pelatih gundul itu bilang pemain datang dan pergi adalah hal biasa di sepak bola, tapi Simon Rolfes memandangnya berbeda. Sang direktur olahraga melihat ini sebagai sesuatu yang keliru. Ten Hag, menurut Rolfes, justru seperti ingin membawa klub ke arah yang berlawanan. Ibarat mestinya pergi ke Surabaya, ini sang sopir malah mengarahkan mobil ke Cilandak.
🚨 EXCLUSIVE: Erik ten Hag has just been SACKED by Bayer Leverkusen.
Decision made by the club’s hierarchy this morning and manager informed right now. pic.twitter.com/WjraNnhntA
— Fabrizio Romano (@FabrizioRomano) September 1, 2025
Bagi Rolfes, membangun tim baru dengan formasi dan susunan pemain seperti yang diinginkan Ten Hag tidaklah memungkinkan. Alhasil daripada tim sampai ke tujuan yang tidak seharusnya, Rolfes mengambil keputusan berani dengan menurunkan sang sopir di tengah jalan.
Tapi apakah hanya karena sang direktur olahraga memandang bahwa Ten Hag keliru membawa Leverkusen, sehingga ia dipecat?
Gagal Menguasai Ruang Ganti?
Anggapan itu tidak hadir dari ruang hampa. Desas-desus bahwa Ten Hag tak mampu menguasai ruang ganti sudah merebak. Setelah ditinggal Xabi Alonso, ruang ganti Die Werkself jauh dari kata harmonis. Krisis kepercayaan menjadi penyakit di sana. Itulah mungkin yang jadi alasan kenapa banyak pemain angkat kaki.
Beberapa pemain tak lagi semangat menjalani musim setelah Xabi Alonso pergi. Sementara yang lain tidak menyambut baik perubahan metodologi atau komunikasi dari Xabi ke Erik ten Hag. Bahkan friksi pun sudah terjadi tatkala musim baru bergulir. Sempat muncul cekcok antara Patrik Schick dan Exequiel Palacios di laga menghadapi Werder Bremen.
Summary of the penalty kick situation by @youri711:
Exequiel Palacios, who had just been subbed on, grabbed the ball – Patrik Schick got involved and tried several times to take the ball away, but Palacios kept pulling it away. In the end, Palacios, offended, kicked the ball a… pic.twitter.com/yabEPRBZOh
— WerkselfXtra (@bayer04Xtra) August 30, 2025
Di babak kedua melawan Bremen, kedua pemain berebut menjadi eksekutor penalti. Pada akhirnya Schick yang mengambil penalti itu dan mencetak gol. Namun kalian tahu apa yang terjadi berikutnya? Tidak ada yang membicarakan gol itu di ruang ganti.
Bayangkan, kamu membawa perusahaan meraih pendapatan yang luar biasa, tapi tidak ada yang membicarakan itu. Sakit? Nah begitulah yang mungkin dirasakan Schick. Ruang ganti Die Werkself yang semula penuh semangat telah berubah menjadi anyep. Coba saja kamu bekerja di tempat seperti itu. Bikin males pasti kan?
Robert Andrich, sang kapten, hanya bisa meratapi kesengsaraan timnya. Sementara penerus Xabi Alonso, dalam hal ini Ten Hag, tidak mendapat dukungan dari para petinggi klub. Padahal ia terlihat sangat didukung di awal. Lantas, bagaimana dari sisi Erik ten Hag?
Ten Hag: Klub Tidak Saling Percaya!
Setelah dipecat hanya dalam waktu kurang lebih tiga bulan, Ten Hag akhirnya membeberkan kenyataan bahwa ia, sebenarnya tidak pernah mendapat kepercayaan yang pantas dari Bayer Leverkusen. Setiap pelatih perlu ruang, waktu, dan kepercayaan untuk mewujudkan visinya, menetapkan standar, membentuk skuad, dan meninggalkan jejak pada gaya bermain.
Menurut Ten Hag, Leverkusen tidak ngasih hal-hal tadi. Pelatih berpaspor Belanda ini kecewa karena ia datang dengan penuh kepercayaan dan energi, tapi tidak dilihat oleh Leverkusen. Padahal, masih menurut Ten Hag, kalau saja Leverkusen memberi waktu lebih panjang sedikit saja, ia yakin bisa memberi kesuksesan.
Simon Rolfes on Erik Ten Hag’s dismissal: “We felt that everything was heading in the wrong direction. That’s why we decided to make this decision now. This conclusion was based on our impressions during the preseason and the first few games. The direction was unclear! It would… pic.twitter.com/ehXQ1tvx1v
— WerkselfXtra (@bayer04Xtra) September 1, 2025
Apa yang dikatakan Ten Hag itu benar kalau kita tilik kiprahnya di Ajax maupun Manchester United. Meski pada akhirnya dipecat bersamaan dengan pergantian pemilik, paling tidak Ten Hag diberikan kesempatan lebih panjang oleh United, dan itu membuahkan dua trofi bergengsi. Salah satunya diraih dengan cara mengalahkan rival sekota.
Yah, walau bagaimana beginilah hidup. Kalau dilihat-lihat lagi, nasib Ten Hag di Leverkusen ternyata lebih menyedihkan ketimbang saat di Manchester United. Tetap semangat ya, Pak Ten Hag. Njenengan tiyang sae. Besok-besok kalau nggak ada tawaran dari tim Eropa, bisa mencoba ke liga terbaik di dunia, Pak. Melatih Deltras atau PSDS Deli Serdang.
Sumber: TheAthletic, TheAthletic, TheAthletic, TheGuardian, SkySports, Bundesliga, BBC


