Yaya Toure, merupakan satu dari sekian mutiara Afrika yang bersinar di persepakbolaan dunia. Pemain asal Pantai Gading ini dikenal sebagai pemain yang memiliki kecepatan, kemampuan passing, kekuatan fisik serta teknik yang yang luar biasa.
Sepanjang karier profesionalnya, Toure sudah bermain dengan klub-klub ternama seperti Olympiakos, FC Barcelona, dan Manchester City.
Gnegneri Yaya Toure, lahir pada 13 Mei 1983 di Sekoura Bouake, Pantai Gading. Yaya Toure merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara. Sejak kecil, hidupnya sudah dirundung dengan berbagai kemiskinan. Ia bahkan hanya makan sekali dalam sehari agar bisa berbagi dengan semua anggota keluarganya.
Keseharian Toure diisi dengan bekerja keras. Ia bahkan sering menyemir sepatu orang-orang agar bisa mendapat uang dan meringankan sedikit beban keluarganya. Ketika sedang menyemir sepatu, Toure selalu bermimpi untuk bisa memakai sepatu yang bagus. Seperti diketahui, keadaan tak memungkinkan bagi Toure untuk bisa membeli sepatu.
Setelah dirasa berat dan tidak menghasilkan uang yang cukup, Toure menerima tawaran untuk bermain di klub lokal. Namun, dirinya sempat menjadi sorotan saat tampil bersama tim nya saat itu. Toure bertanding tanpa menggunakan sepatu alias nyeker.
Karena keunikannya, Toure dijuluki ‘sebagai bocah tanpa sepatu’.
Semuanya berjalan begitu saja hingga dirinya bergabung dengan ASEC Mimosas. Di usianya yang baru menginjak 13 tahun, Toure mengejutkan banyak pihak dengan penampilan memukaunya. Ia menghabiskan waktu empat tahun disana dan dianggap sebagai pemain yang mampu menguasai pertandingan.
Kali ini, Toure sudah memiliki sepatunya sendiri.
Kerja kerasnya berbuah manis. Ia berhasil membawa tim nya menjuarai turnamen Divisi Premier Cote. Namanya semakin melambung dan menjadi perbincangan diseluruh negri. Melalui bakatnya, Toure muda terbang ke Eropa untuk bergabung dengan klub Belgia, Beveren.
Saat dirinya sudah terbilang sukses memulai karier di jenjang yang lebih tinggi, Pantai Gading mengingatnya sebagai wonderkid yang sudah memiliki sepatu.
Setelah sempat bergabung dengan Olympiakos, Toure melanjutkan kariernya di Prancis bersama AS Monaco. Toure disebut sebagai Patrick Vieira baru. Ia dianggap memiliki banyak kesamaan dengan sang legenda. Dengan kecepatan, kekuatan, serta kreativitas tinggi, Toure sukses menyelamatkan Monaco dari jurang degradasi.
Penampilannya itu berhasil menarik minat raksasa Eropa, FC Barcelona. Di negri matador, Toure berhasil menyumbangkan gelar la liga dan liga champions eropa sebelum akhirnya bergabung dengan klub Inggris, Manchester City.
Perlu diingat bahwa hengkangnya Toure dari Camp Nou dipicu oleh pertikaiannya dengan Guardiola. Pelatihnya itu memaksanya untuk bermain di posisi bek tengah. Toure menentang dan berakhir dengan percekcokan.
Bersama City, Toure menampilkan permainan yang cukup menjanjikan. Ia kerap menjadi andalan pelatih untuk mengisi lini tengah. Namun ditengah gegap gempita karier nya bersama City, Toure pernah mendapat pengalaman yang amat menyakitkan. Saat The Citizen bertandang ke Russia untuk berhadapan dengan CSKA Moskow, ia mendapat seruan rasis dari para penonton.
Toure sempat melaporkan tindakan rasis yang terjadi di tengah laga Liga Champions antara kedua tim pada wasit Ovidiu Ortega. Namun bukannya mendapat pembelaan, Toure justru tak mendapat respon yang memuaskan.
Menyumbangkan gelar Liga Inggris dan Piala FA juga nampaknya belum cukup bagi Toure. Di Etihad Stadium, ia kembali ‘disingkirkan’ oleh Pep Guardiola.
Toure merasa jika Pep menyimpan dendam padanya. Dilansir dari goal.com, Toure mengatakan jika Pep sepertinya tidak suka dengan pemain-pemain asal Afrika. Hal itu sudah dibuktikannya kala bermain di FC Barcelona. Pep terlalu menuntut dan dianggap gila hormat.
Nasib malang pemain berbakat asal Afrika itu belum berakhir. Setelah resmi menandatangani kontrak dengan tim yang pernah dibelanya, Olympiakos, kontraknya tak diperpanjang. Hanya bermain selama tiga bulan di Yunani, Toure hanya mendapat tiga kali kesempatan sebagai starter.
Kini, wonderkid Pantai Gading itu menyandang status sebagai pemain tanpa klub.