Tim-Tim Raksasa yang Malah Memble di 16 Besar Liga Champions

spot_img

Babak 16 besar Liga Champions telah diundi. Beberapa klub besar akan bersaing ketat mempertahankan harga diri mereka demi tujuan melangkah ke babak perempat final. Namun untuk melaju ke babak perempat final tak semudah membalikan telapak tangan. Buktinya beberapa klub besar pernah mengalami mimpi buruk ketika harus terhenti di babak 16 besar.

Real Madrid (2019/20)

Termasuk “King UCL” sekalipun. Real Madrid ternyata sempat beberapa kali gagal di babak 16 besar. Terakhir kali Los Blancos terhenti di babak 16 besar oleh Manchester City pada musim 2019/20. Kegagalan tersebut juga bukan yang pertama kali. Karena di musim sebelumnya, El Real juga gagal di 16 besar ketika dihentikan Ajax Amsterdam.

Apalagi kalau melihat track record Real Madrid di babak 16 besar Liga Champions pada periode 2000-an awal. Mereka bahkan pernah mencatatkan rekor terhenti di babak 16 besar selama enam musim berturut sejak musim 2004/05 hingga 2009/10.

Jika dilihat dari kegagalan melawan City di 2020, tercatat performa mereka sudah inkonsisten sejak babak grup. El Real hanya jadi runner up di bawah PSG. Mereka bahkan dibantai PSG 3-0, lalu sempat seri atas Club Brugge.

Kartu merah Sergio Ramos di leg pertama melawan City, ditambah dua blunder memalukan Raphael Varane yang berbuah gol bagi City di leg kedua, jadi beberapa faktor yang menyebabkan El Real asuhan Zidane tak berkutik. Los Blancos akhirnya harus kalah dengan agregat 4-2.

Arsenal (2016/17)

Arsenal juga jangan terlalu jumawa. Ingat, terakhir kali The Gunners tampil di 16 besar Liga Champions berakhir memalukan. Agregat 10-2 ketika dikandaskan Bayern Munchen tentu masih menjadi aib bagi Meriam London.

Track record Arsenal di babak 16 besar Liga Champions juga hampir mirip seperti Real Madrid. Mereka tercatat selama tujuh musim beruntun terhenti di babak 16 besar, yakni sejak musim 2010/11 hingga 2016/17.

Ketika kalah agregat 10-2 melawan Munchen, pertahanan mereka sangat rapuh. Ditambah kekuatan Die Roten asuhan Ancelotti terlalu superior bagi pasukan Wenger. Apalagi di saat butuh kemenangan besar untuk mengejar agregat di leg kedua, bek mereka Koscielny malah terkena kartu merah. Hal tersebut semakin membuat The Gunners terpuruk.

Barcelona (2020/21)

Barcelona juga harus waspada di babak 16 besar ini. Mereka ini nasibnya mirip Arsenal Blaugrana terakhir kali melaju ke babak 16 besar yakni pada musim 2020/21 ketika kandas di tangan PSG dengan agregat lumayan telak 5-2

Tapi kalau dilihat secara track record kegagalan di babak 16 besar, El Barca tak seburuk Real Madrid maupun Arsenal. Mereka hanya tiga kali gagal di babak ini. Termasuk di tahun 2005 ketika dikandaskan Chelsea maupun di tahun 2017 ketika dikandaskan Liverpool.

Namun catatan gugurnya mereka atas PSG di 2021 lalu, tentu menjadi pelajaran berharga bagi Barca. Ketika itu Barca masih diasuh Koeman, dan bahkan masih dibela Messi, Griezmann, maupun Dembele.

Faktor kegagalan mereka atas PSG sebenarnya sudah terlihat sejak babak grup. El Barca harus puas lolos sebagai runner up grup di bawah Juventus. Bahkan kekalahan 3-0 atas Juve di Camp Nou pada laga terakhir grup, jadi pukulan mental bagi anak asuh Koeman.

Benar saja, sejak leg pertama yang dihelat di Camp Nou, PSG sudah berhasil mengobrak-abrik Barca dengan skor 1-4. Beban menyamakan agregat di Paris pada leg kedua, menjadi misi yang amat berat. Terbukti di Paris, Messi dan kawan-kawan tak bisa berbuat banyak dan hanya bermain imbang 1-1.

PSG (2022/23)

Klub kaya raya milik Nasser Al-Khelaifi, PSG juga harus waspada. Pasalnya di dua edisi terakhir mereka selalu gagal di babak 16 besar. Apes memang nasib PSG ini. Mereka selalu mendapat lawan berat di dua edisi terakhir, yakni Real Madrid di 2021/22 dan Munchen di 2022/23.

Tapi tak hanya dua musim beruntun itu saja mereka gagal di babak 16 besar. Sejak dimiliki taipan Qatar, Les Parisiens sebelumnya juga sempat tiga kali beruntun gagal di 16 besar Liga Champions. Yakni sejak musim 2016/17 hingga 2018/19.

Melihat kegagalan mereka melawan Munchen musim lalu, PSG harusnya bisa berkaca. Padahal musim lalu mereka masih dihuni trio Messi-Neymar-Mbappe. Tapi anak asuh Galtier terbukti mandul di dua leg dan harus mengakui kekalahan dengan agregat 3-0 dari Munchen.

Performa PSG musim lalu juga tak terlalu superior sejak di fase grup. Lolos sebagai runner up grup, mereka juga gagal menang ketika berjumpa Benfica. Ditambah absennya Mbappe di leg pertama juga jadi salah satu faktor kekalahan mereka.

Padahal jelang leg kedua Mbappe dalam Instagram Story-nya sudah berupaya sedemikian mungkin membakar semangat pasukan PSG. Mbappe membandingkan timnya seperti MU ketika bisa comeback di tahun 1999 ketika melawan Munchen. Tapi apa daya, absennya Neymar karena cedera juga berpengaruh mengurangi daya serang Les Parisiens di leg kedua.

Inter Milan (2021/22)

Finalis musim lalu Inter Milan juga termasuk tim yang beberapa kali gagal di babak 16 besar. Sebelum meraih treble winner pada tahun 2010, Inter sempat tiga musim beruntun gagal di 16 besar. Yakni sejak musim 2006/07 hingga 2008/09. Terakhir kali mereka gagal di babak 16 besar yakni musim 2021/22. Nerazzurri ketika itu sudah dilatih Simone Inzaghi. Namun mereka harus mengakui keunggulan Liverpool dengan agregat telak 3-0.

Performa pasukan Simone Inzaghi juga terlihat tak begitu meyakinkan di musim tersebut. Di babak grup saja mereka hanya menjadi runner up di bawah Real Madrid. Mereka juga kalah dua kali atas El Real, dan seri menghadapi Shakhtar.

Terbukti di leg pertama menghadapi Liverpool di Giuseppe Meazza, mereka harus takluk 0-1. Hal tersebut jadi beban berat mereka menuju leg kedua yang dihelat di Anfield. Apalagi ketika sedang berjuang menyamakan agregat di Anfield, pemain mereka Alexis Sanchez malah terkena kartu merah. Mereka akhirnya kalah lagi di Anfield.

Bayern Munchen (2018/19)

Sesangar-sangarnya Bayern Munchen di Liga Champions, ternyata mereka juga sempat beberapa kali gagal di babak 16 besar. Di tahun 2004 mereka dikandaskan Real Madrid, tahun 2006 dikandaskan AC Milan, lalu pada tahun 2011 dikandaskan Inter Milan. Terakhir pada tahun 2019, mereka juga sempat dikandaskan Liverpool.

Kekalahan terakhir mereka di 16 besar dari Liverpool tentu jadi pelajaran berharga. Ketika itu Die Roten masih dalam fase transisi dilatih pelatih muda, Niko Kovac. Bagaimanapun taji Kovac masih belum terbukti di ajang sebesar Liga Champions.

Apalagi Kovac akan berhadapan dengan Jurgen Klopp yang lebih berpengalaman. Meski masih dihuni bintang macam Lewandowski, Robben, maupun Ribery, racikan Kovac terlihat mentah di hadapan Klopp.

Meski berhasil menahan 0-0 di Anfield, Munchen justru harus menyerah di markas sendiri 3-1 di leg kedua. Bahkan satu-satunya gol Munchen tersebut dihasilkan dari gol bunuh diri Joel Matip. Artinya, betapa mandulnya lini serang Munchen di bawah Kovac ketika itu.

Manchester City (2016/17)

Juara bertahan musim lalu, Manchester City juga tak boleh terlalu jumawa. Mereka harus berkaca pada kegagalan mereka di babak 16 besar. Sejak dimiliki taipan Abu Dhabi, The Citizens telah gugur sebanyak tiga kali di fase ini.

Dua kali kandas oleh Barcelona di tahun 2013 dan 2014, lalu yang terakhir ketika kandas menghadapi klub underdog AS Monaco tahun 2017. Kekalahan mereka di tahun 2017 atas AS Monaco terjadi dalam fase transisi City yang baru dipegang Pep.

Fase transisi The Citizens di musim tersebut juga terbukti pada hasil yang diraih. Di Liga Inggris mereka juga hanya finish di posisi 3. Sejak di babak grup pun, mereka juga sempat dibantai Barcelona 4-0, dan bahkan tak bisa menang ketika berjumpa Celtic.

Di babak 16 besar, masa transisi City tersebut dimanfaatkan oleh skuad asuhan Jardim dengan materi pemain seperti Mbappe, Falcao, maupun Bernardo Silva. kita tau di laga tersebutlah, pep akhirnya pertama kali jatuh hati pada Bernardo Silva.

Bagaimanapun kemenangan leg pertama 5-3 di Etihad menyisakan catatan bagi rapuhnya pertahanan mereka. Tidak adanya bek kiri yang akhirnya diisi oleh gelandang bertahan seperti Fernandinho juga berpengaruh. Lambatnya Otamendi juga mampu dimanfaatkan dengan kecepatan Mbappe dan Falcao dengan baik.

Alih-alih mempertahankan kemenangan tersebut di leg kedua, justru mereka dibungkam 3-1 di Stade Louis. Memasang bek kiri seperti Kolarov menjadi bek tengah, juga berpengaruh terhadap kesolidan lini pertahanan City.

Sumber Referensi : fcbarcelona.com, goal.com, bavarianfootball, sportskeeda, mirror,

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru