Sindrom Tiga Musim Mourinho

spot_img

Ada alasan mengapa Zinedine Zidane tak mau melatih Real Madrid lagi di musim ketiga. Ya, setelah sukses besar dengan merengkuh Liga Champions tiga musim beruntun, Zidane secara mengejutkan mundur dari kursi pelatih yang tampak sangat aman baginya. Ia menyadari seorang pelatih punya masanya sendiri, dan bila ia tak menyadarinya, ia bisa tertelan waktunya sendiri.

Agaknya, Jose Mourinho tak punya kesadaran semacam itu. Dalam karier panjangnya bersama klub-klub besar Eropa, akhir masanya selalu berakhir dengan pemecatan, seperti di Chelsea (dua kali), Madrid, dan Manchester United. Kalaupun tidak, ia memilih mundur lalu melompat ke kapal yang lebih besar, seperti di Inter Milan (ke Madrid) dan FC Porto (ke Chelsea).

Menariknya, tiap pemecatan yang diterima Mou di klub-klub tersebut selalu ia derita pada musim ketiga. Mou memang punya siklus melatih, dan siklus tersebut pada akhirnya terlihat seperti kutukan. Setelah musim pertama yang penuh hati-hati, musim kedua selalu diakhiri dengan capaian terbaik. Sayangnya, musim ketiga berjalan dengan compang-camping yang tak tertolong, sehingga Mou tak pernah selamat hingga akhir musim.

Mari kita telusuri hikayat musim ketiga Mou.

Chelsea (Mei 2004 – September 2007)

Dua gelar liga dalam dua musim perdana cukup fenomenal bagi Mou muda yang baru datang dari Portugal. Namun, mulai musim ketiga, timnya perlahan hancur. Gelar liga berhasil direbut Manchester United, dan rata-rata kemenangan Chelsea menurun drastis. Kerusakan sejak musim itu, yang diikuti perselisihan soal perekrutan pemain di akhir musim, pada akhirnya membawa Mou ke pintu pemecatan pada September 2007, bulan kedua di musim keempat.

Real Madrid (Mei 2010 – Mei 2013)

Mou tak sampai menembus musim ketiga bersama Inter karena keburu menerima pinangan Madrid yang ngebet ingin memutus dominasi Barcelona. Di musim pertama, ia gagal, ditandai kekalahan telak 5-0 dari Pep Guardiola. Di musim kedua, ia berjaya. Ia membuat Barcelona bermain buntu, dan Madrid menyerobot gelar liga. Di musim ketiga, ia tak sanggup mengendalikan tim. Ia tak akur dengan kapten Iker Casillas, Sergio Ramos, Pepe, dan Cristiano Ronaldo. Hubungannya dengan jurnalis Spanyol pun tak pernah harmonis. Ia menyebut musim 2012/13 sebagai yang terburuk sepanjang karier, lalu pergi meski masih menyisakan tiga tahun kontrak.

Chelsea (Juni 2013 – Desember 2015)

Chelsea mengakhiri musim dengan hanya berjarak empat poin dari kampiun pada musim pertama. Di musim kedua, ia mendatangkan gelar liga dan Piala Liga. Setelah memperpanjang kontrak selama empat tahun dan menyatakan akan bertahan di klub dalam “waktu yang lama”, ia membuka musim ketiga dengan konfrontasi dengan dokter tim Eva Carneiro. Ketika hasil baik tak kunjung datang, ia mulai menyalahkan pemain. Jadilah pada Desember 2015, seusai dikalahkan Leicester yang juara musim itu, ia dipecat Chelsea untuk kedua kalinya.

Manchester United (Mei 2016-Desember 2018)

Well, Mou tidak seganas dulu, tapi pola musimannya di Manchester United berulang. Setelah remuk redam di liga tapi mampu merebut Liga Europa dan Piala Liga di musim pertama, United jadi satu-satunya klub yang mampu mendekati Manchester City di musim kedua. Posisi kedua tersebut jadi yang terbaik bagi United sejak era Pasca-Ferguson. Sayangnya, di musim ketiga ia mulai rajin jadi biang keributan. Protes kepada manajemen, hingga berkonflik dengan para pemain. Paul Pogba adalah korban dari tindak-tanduk Mou di musim ketiga. Setelah hasil buruk terus datang, ia dipecat pada Desember 2018.

So, dari sekian banyak analis yang menyoroti Jose Mourinho bertahun-tahun belakangan, semuanya setuju bahwa Mourinho adalah sosok egois yang hanya akan membawa kemunduran bagi klubnya. Ia selalu menekankan kata “aku” dan “apa yang kuraih di masa lalu”. Jadi, bagi klub yang berniat merancang masa depan, sangat disarankan tidak memboyong pelatih bermulut harimau ini.

Saran untuk Mourinho? Mungkin sudah saatnya berpetualang ke benua lain, atau menikmati hari tua dengan melatih tim nasional. Permainan bertahan mungkin terlihat usang di level klub, tapi di level turnamen antar negara, strategi Mou akan cocok diterapkan di fase gugur genting semacam Piala Dunia atau Euro!

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru