Penggemar Serie A lawas tak mungkin tak kenal Roberto Baggio. Ya, pemain kelahiran 18 Februari 1967 tersebut merupakan legenda sepak bola Italia yang punya beragam kisah. Di setidaknya diingat berkat penampilan rambut kuncir kudanya, yang melekat dengan dirinya di sepanjang karier…
Karier Baggio naik turun. Ia pernah berada di lembah hitam, tapi pernah pula di surga tertinggi. Di luar semua liku hidup sebagai pesepak bola, Baggio dikenal sebagai pribadi yang teramat damai di dalam hatinya.
Ia berhasil menemukan kedamaian hidup berkat sang Buddha. Benar, Baggi menjadi penganut Buddha sejak 1988. Pada suatu waktu pada 2013, Baggio berujar, “Aku telah menjadi seorang Buddha selama 25 tahun dan hidupku berubah drastis setelahnya. Ini pengalaman yang sangat positif untukku.”
Di dalam lapangan, Baggio menjalani karier dengan tak mudah. Usianya baru 18 tahun saat ia menderita cedera lutut pertamanya. Ia saat itu baru saja bergabung dengan Fiorentina dari Viacenza. Ia harus mendapat 220 jahitan, lantas kehilangan 12 kilogram berat badan selama pemulihan.
Dokter memvonisnya tak bisa bermain lagi. Ia sampai berkata pada ibunya, “Jika kau mencintaiku, bunuhlah aku.” Nyatanya, sanggup bermain lagi 18 bulan kemudian. Ia mempersembahkan 55 gol dalam 136 penampilan untuk Fiorentina selama lima tahun, lantas memenangi kepindahan ke Juventus pada 1990.
Saat kali pertama menyambangi kandang Fiorentina sebagai pemain Juventus, Baggio menolak mengeksekusi penalti. Ketika ia hendak diganti, ia mengambil sebuah syal ungu Fiorentina ke lapangan. Seusai laga, Baggio berucap, “Jauh di dalam hatiku, aku selalu ungu.”
Bermain sebagai trequartista di sepanjang karier, Baggio dikenal memiliki insting untuk mencetak gol dan visi mumpuni untuk menjadi playmaker. Pada musim tahun 1993, ia tercatat mencetak rekor pribadi 39 gol, mengantarkan Juventus meraih Piala UEFA, serta membawa Italia lolos ke Piala Dunia 1994.
Ia adalah eksekutor penalti andal. Sepanjang kariernya, ia mencetak 108 gol dari titik putih. Rasio keberhasilannya mencapai 85%, yang merentang sejak membela Vicenza, Fiorentina, Juventus, Milan, Bologna, Inter, Brescia, dan timnas Italia.
Sayangnya, ia justru menjadi kambing hitam bagi negaranya di final Piala Dunia 1994. Di babak tos-tosan melawan Brasil, ia ditunjuk jadi eksekutor terakhir Azzuri. Franco Baresi dan Daniele Massaro sudah terlebih dahulu gagal. Tendangan Baggio nyatanya melambung tinggi, dan trofi juara melayang ke Brasil. Baggio menyesal hingga bertahun-tahun kemudian, lantas menulis di otobiografinya, “Penalti gagal hanya dilakukan oleh mereka yang berani mengeksekusinya.”
Publik Italia tahu Baggio dibenci pelatih kenamaan Marcelo Lippi. Lippi-lah yang mengusir Baggio ke Milan dari Juventus. Saat mereka dipertemukan lagi di Inter Milan pada 1999/00, Baggio lebih banyak berseteru dengan pelatihnya tersebut, lantas cuma mendapat 19 kali kesempatan bermain sepanjang musim. Publik jadi menganggap, tak ada klub Italia yang benar-benar bisa memanfaatkan bakatnya.
Oleh Aldo Agroppi, pelatihnya di Fiorentina, permainan Baggio disebut bagaikan “malaikat yang bernyanyi dengan kakinya”….