Tidak salah jika orang menganggap bahwa Piala Dunia 2006 adalah Piala Dunia yang terbaik. Dalam edisi Piala Dunia 2006 tersebut menyimpan banyak pertunjukan dan drama yang menambah keseruan dalam menonton.
Apalagi 2006 adalah masa dimana pemain-pemain yang kita anggap sebagai legenda saat ini bermain. Seperti Zinedine Zidane, Gianluigi Buffon, dan Luis Figo. Ditambah talenta – talenta muda yang lahir dan menjadi legenda di masa depan seperti Wayne Rooney, Cristiano Ronaldo, dan Lionel Messi.
Sergio Ramos, Cristiano Ronaldo and Lionel Messi are the only players heading to the Qatar World Cup, who played in the 2006 World Cup. pic.twitter.com/Ax93X8doOA
— Football Tweet ⚽ (@Football__Tweet) November 4, 2022
Dan Pada Piala Dunia 2006 menghadirkan partai final yang paling dramatis yang pernah ada. Terutama tandukan Zidane ke dada Materazzi di penghujung karir sang legenda Real Madrid itu. Hingga pada akhirnya memunculkan Italia sebagai juara Piala Dunia 2006. Itu menjadi gelar Piala Dunia keempat Gli Azzuri sepanjang sejarah.
Daftar Isi
Noda Sepakbola Italia
Akan tetapi, tahun 2006 sebenarnya bukan tahun yang baik untuk sepakbola Italia. Pada tahun tersebut, kasus calciopoli yang sudah dilakukan investigasinya sejak musim 2004/05 mulai terkuak. Tim investigasi dari federasi sepakbola Italia menemukan bahwa dalam perebutan scudetto Juventus di musim 2004/05 terdapat setidaknya 20 pertandingan yang diatur.
moratti assembling the 2006 calciopoli northern italy lawyers all star https://t.co/G9ujAIK3Dk pic.twitter.com/lPFdo0IXLm
— OILYYY (Inter_Fan) (@FCIMOILYY) April 11, 2022
Pada bulan Mei 2006, kasus calciopoli pun mulai menguak di media. Dan kejahatan memalukan itu sudah mencoreng nama baik Serie A yang dianggap sebagai liga terbaik di Eropa saat itu. Tercatat ada lima klub Italia yang divonis terlibat dalam kasus calciopoli. Lima klub Italia tersebut diantaranya AC Milan, Lazio, Fiorentina, Reggina, dan Juventus divonis terlibat atas kasus calciopoli dan dijatuhi hukuman yang berat.
Namun mau seberapa berat hukuman itu, tinta hitam sudah menodai citra sepakbola Italia. Dan selain waktu, tidak ada yang bisa dilakukan untuk membersihkan noda tersebut. Parahnya lagi, timnas Italia berada di tengah-tengah persiapan untuk berangkat ke Piala Dunia 2006 di Jerman. Turnamen akbar yang mempertemukan 32 tim nasional terbaik dari seluruh penjuru dunia.
Normalnya, tim nasional yang akan berlaga di ajang sebesar Piala Dunia pasti akan fokus dan mempersiapkan dirinya untuk bertempur di atas lapangan nanti. Tapi tidak dengan Italia, skuad Gli Azzuri sangat terpengaruh dengan kabar buruk calciopoli yang menerpa. Para pemain Italia, terutama bagi pemain dari klub yang terlibat calciopoli sudah pasti tidak tenang dan cemas memikirkan bagaimana nasib mereka di musim selanjutnya.
ON THIS DAY: In 2006, Juventus were relegated to Serie B after the Calciopoli scandal.
These six stayed loyal. ⚫️⚪️ pic.twitter.com/Eixs6FbKCg
— Squawka (@Squawka) July 14, 2019
Untungnya, Italia masuk ke grup yang tergolong mudah. Mereka tergabung dalam Grup E bersama Ghana, Republik Ceko, dan Amerika Serikat. Pertandingan pertama Gli Azzurri di babak penyisihan grup adalah melawan tim dari Afrika, Ghana. Italia tentu membutuhkan kemenangan karena di pertandingan yang lain, Republik Ceko sudah mengalahkan Amerika Serikat dengan skor 3-0.
Juara Grup yang Tak Dirayakan
Andrea Pirlo membuka kebuntuan dengan mencetak gol di menit ke-40. Sebelum pertandingan usai, tepatnya di menit ke-83 Vincenzo Iaquinta menggandakan keunggulan Italia menjadi 2-0. Italia pun bisa meraih tiga poin penuh setelah mempertahankan kedudukan sampai peluit panjang dibunyikan.
Exactly 16 years ago today @StephenAppiah led Ghana (Black Stars) to its first ever World Cup game in Germany. (12th June, 2006)
Ghana (0) vs Italy (2) was played at Lower Saxony Stadium in Hannover (Home grounds of Hannover 96) . pic.twitter.com/VkGe15XwcZ
— Christopher Sededzi Kwame (@ChristopherSK3) June 12, 2022
Di pertandingan selanjutnya, anak asuh Marcello Lippi bertemu dengan tim negeri paman sam. Dipecundangi oleh Republik Ceko di pertandingan sebelumnya, Amerika Serikat justru bisa memberikan perlawanan kepada Italia. Namun gol pertama di pertandingan tersebut adalah milik Italia setelah Alberto Gilardino mencetak gol di menit ke-22. Amerika Serikat mampu menyamakan keunggulan berkat gol bunuh diri dari Cristian Zaccardo di menit ke-27. Tapi Clint Dempsey dan kolega tidak mampu memanfaatkan keadaan sehingga kedudukan imbang bertahan sampai akhir laga.
Laga pamungkas grup antara Italia melawan Republik Ceko dimulai dengan buruk untuk Italia. Alessandro Nesta dipaksa keluar karena cedera dan digantikan oleh Marco Materazzi. Namun, Materazzi ternyata tampil menjanjikan setelah ia mencetak gol pembuka di menit ke-26. Kartu merah Jan Polak pun bisa dimanfaatkan Italia untuk menambah pundi-pundi gol. Di menit ke-87 Filippo Inzaghi berhasil mencetak gol kedua bagi Italia sekaligus memastikan Italia lolos sebagai juara Grup E.
Berhasil lolos ke fase babak 16 besar sebagai juara grup tentu sebuah prestasi yang membanggakan bagi Italia. Apalagi pencapaian itu diraih saat keruwetan calciopoli sedang berlangsung di tanah air mereka. Di Italia sendiri, media sedang sibuk memberitakan skandal calciopoli seiring dengan fakta-fakta yang terungkap ketika turnamen Piala Dunia sedang berlangsung. Meskipun begitu, Azzurri tidak ada pilihan lain untuk terus maju.
Kemenangan yang Dramatis
Menjadi juara Grup E membuat Italia bisa menghindari Brasil yang tidak terkalahkan dan menjadi juara Grup F. Di babak 16 besar Italia berhak menghadapi runner up Grup F yaitu Australia. Menghadapi negeri kanguru, Italia justru kesusahan. Pirlo tampil sangat apik di pertandingan itu. Memberikan umpan-umpan matang ke lini serang Azzurri, namun tidak ada yang bisa mengkonversinya menjadi gol.
90 menit pertandingan berlangsung tidak ada gol yang tercipta. Wasit memberikan tanda bahwa akan ada 3 menit perpanjangan waktu. Dua menit lebih di masa perpanjangan waktu, masih belum juga ada bola yang masuk ke gawang. Ketika semua orang mengira laga akan dilanjutkan ke babak tambahan, bek Italia Fabio Grosso membawa bola ke kotak penalti Australia. Wasit yang sudah bersiap meniup peluit panjang malah meniup peluit pelanggaran.
Still upset about this one from 2006 Italy vs Australia 😭💔 pic.twitter.com/dI74YmHxyK
— Will Sebastian Prin❌e 🧢 🇦🇺♑️ (@Darkprince_CEO) March 4, 2020
Masih jadi kontroversi sampai sekarang, apakah pelanggaran itu sah atau tidak. Yang pasti itu jadi berkah untuk Italia. Francesco Totti yang jadi eksekutor penalti tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. kiper Australia sebenarnya bisa menebak arah tendangan Totti, namun sepakan Totti terlalu keras untuk bisa dihentikan. Italia bersorak, mereka bisa melangkah ke babak selanjutnya dengan cara yang sangat dramatis.
Kabar Duka dari Italia
Tapi kesenangan itu tidak bertahan lama. Hanya beberapa saat setelah kegembiraan Italia mengalahkan Australia, mereka menerima kabar buruk. Gianluca Pessotto, mantan pemain Juventus dan baru saja ditunjuk sebagai manajer Juve dikabarkan jatuh dari lantai atas gedung kantor Juventus di Turin. Dikabarkan ia melakukan percobaan bunuh diri karena malu tim kesayangannya, Juventus terlibat kasus calciopoli. Untungnya Pessotto selamat dan hanya menderita pendarahan.
PESOTTO 🙂 RT @SerieA_Lawas: Buon Compleanno Gianluca Pesotto pic.twitter.com/Vb346yBEUC
— Aryan N. Rifai (@aryanrifai) August 11, 2015
Diantara klub-klub lainnya yang terlibat calciopoli, Juventus memang yang menerima hukuman paling berat karena memang si nyonya tua terbukti menjalin hubungan langsung dengan wasit. Juventus harus turun ke Serie B dan gelar juara liga musim 2004/05 dan musim 2005/06 dihapus.
Itu jadi kabar yang sangat menyedihkan bagi para pemain Italia. Mendengar kabar tragis itu, kapten Italia sekaligus Juventus, Fabio Cannavaro bahkan harus meninggalkan press conference pasca pertandingan melawan Australia. Ia mengaku sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Cannavaro memang sangat dekat dengan Pessotto, ia bahkan mengatakan bahwa Pessotto adalah orang paling baik yang pernah ia temui.
Tidak hanya Cannavaro, kabar tragis itu juga menjadi pukulan bagi seluruh tim nasional Italia. Alessandro del Piero dan Gianluca Zambrotta bahkan rela minta izin meninggalkan Jerman untuk menjenguk Pessotto. Padahal saat itu Italia sedang berada dalam masa persiapan untuk pertandingan di babak quarter final.
Perjalanan ke Final
Di tengah keputusasaan Gli Azzurri karena apa yang terjadi di tanah airnya, Italia harus tetap tegak melangkah ke babak selanjutnya menghadapi Ukraina. Skandal yang melanda rumah mereka justru bisa dijadikan motivasi Italia. Mereka bisa menuntaskan tugas dengan mudah setelah mengalahkan Ukraina dengan skor telak 3-0.
Luca Toni melepaskan kebringasannya dengan mencetak dua gol di pertandingan itu. Dengan postur tubuhnya yang raksasa itu bisa mengobrak abrik pertahanan Ukraina. Sementara satu gol Italia lainnya di cetak oleh Gianluca Zambrotta ketika laga baru berjalan 6 menit. Mereka pun melaju ke partai semifinal untuk menghadapi monster yang sebenarnya, Jerman.
Jerman dan Italia adalah dua poros kekuatan sepakbola saat itu. Jerman, sebagai tim tuan rumah pasti lebih diunggulkan. Tapi Italia juga tidak bisa disepelekan, pertahanan Italia yang dipimpin Cannavaro dan gawang yang dijaga Buffon belum tertembus sama sekali selama pertandingan. Hanya sekali, itupun dari gol bunuh diri ketika laga melawan Amerika Serikat.
Laga itu berjalan sengit 90 menit laga dimainkan, hanya ada percobaan – percobaan dari kedua tim tanpa terciptanya gol. Buffon tampil memukau dengan melakukan banyak penyelamatan gemilang yang membuat Jerman frustasi. Akhirnya di babak pertambahan waktu, tepatnya di menit ke-119 Fabio Grosso mencetak gol indah yang bersejarah untuk Italia.
It’s Germany vs Italy tonight so here’s Fabio Grosso in the 2006 World Cup Semi-Final
🔥 Pirlo’s no-look passpic.twitter.com/oJA2ZJYAWJ
— Vintage Football Shirts (@VFshirts) June 14, 2022
Dan hanya satu menit berselang, Italia melakukan skema serangan balik cantik yang diinisiasi oleh Fabio Cannavaro. Alessandro del Piero secepat kilat berlari ke depan untuk mencetak gol kedua di laga tersebut sekaligus memastikan tiket ke partai final Piala Dunia 2006.
Memories of Italy vs Germany 2006… #DelPiero 💙⚽️🇮🇹 pic.twitter.com/XX0N4ugIP5
— Toronto Italians (@TDOT_Italians) July 1, 2016
Sejarah yang Manis, Masa Depan yang Pahit
Italia menghadapi Prancis di partai final. Pertandingan ini kelak menjadi partai final yang paling dikenang dalam sejarah Piala Dunia. Gawang Buffon akhirnya jebol juga lewat tendangan penalti panenka dari Zidane di menit ke-7. Namun, Italia bisa menyamai kedudukan tak lama kemudian lewat sundulan Marco Materazzi di menit ke-19. Gol sundulan Materazzi itu jadi ironis karena setelahnya, giliran Materazzi yang disundul oleh Zidane.
Yang dimaksud tentu saja drama antara Zidane dan Materazzi yang berujung tandukan Zidane ke dada Materazzi. Zidane langsung kena kartu merah dari wasit dan diusir dari lapangan. Itu jadi insiden yang sangat bersejarah untuk Italia dan catatan yang memalukan di penghujung karir Zidane yang pensiun tepat setelah Piala Dunia usai. Italia berhasil menahan Prancis dengan skor 1 sama sampai ke babak adu penalti.
16 years ago today, Italy were crowned 2006 World Cup winners. 🇮🇹 🏆 pic.twitter.com/FL6RQ4jhP3
— Raffaele (@ItalianoCalcio) July 9, 2022
Fabio Grosso jadi penendang pamungkas Italia di babak penalti. Italia pun memenangkan adu penalti dengan skor 5-3 setelah sebelumnya David Trezeguet gagal menjadi eksekutor kedua Prancis. Italia mengukir sejarah, mereka akhirnya bisa mengangkat Piala Dunia keempat mereka ketika masa tersulit sedang menerpa sepakbola Italia.
Apakah saat ini Italia bisa benar-benar bangkit ke era keemasan mereka lagi? tidak juga, melihat performa mereka yang suram di edisi-edisi Piala Dunia setelahnya. Meskipun mereka bisa menjuarai Euro 2020, tapi Gli Azzurri tidak bisa lolos kualifikasi Piala Dunia 2022 di Qatar. Namun, kisah kesuksesan Italia di Piala Dunia 2006 tetap menjadi cerita romantis. Dimana sepakbola Italia berada di titik terendah dan bersatu di bawah awan gelap calciopoli untuk meraih gelar juara Piala Dunia 2006.
Sumber referensi: Footballtimes, Guardian, B/R, Sports, FIFA, Tirto