Generasi milenial Inggris saat ini mungkin lebih mengenal BTS sebagai figur Korea Selatan paling populer. Namun, bila bertanya pada penggemar Manchester United, tak ada orang Korea Selatan lain yang lebih menarik daripada Park Ji Sung.
Yeah, media Inggris memang tidak membahasnya sebagaimana David Beckham dengan ketampanannya, tapi Park tetaplah sosok yang telah mendapat tempat di hati publik Old Trafford. Ia juga telah dianggap sebagai pemain paling populer sepanjang sejarah Korea Selatan.
Ia lahir di tumbuh besar di Seoul, kota satelit 30 kilometer di selatan ibukota Korsel, Seoul. Ia mulai bermain sepak bola dalam usia empat tahun di sekolah dasar. Saat masa SMA, ia mengantar sekolahnya memenangi kejuaraan nasional, yah, bayangkan saja Tsubasa versi Korea.
Ia pun direkomendasikan pelatihnya ke Universitas Myongji, sebuah kampus yang punya reputasi sebagai penghasil pesepak bola terbaik Korea Selatan. Baru beberapa bulan kuliah, tim Universitas Myongji diajak bertanding dengan timnas junior Korsel yang hendak berlaga di Olimpiade 2000.
Dalam pertandingan yang berlangsung pada Januari 1999 tersebut, pelatih timnas Korsel waktu itu, Huh Jung Moo, kepincut dengan talenta Park. Dalam usia 18 tahun, ia nyatanya bisa menembus skuad provisional asuhan Huh Jung Moo yang sebenarnya berkisar di usia di bawah 23 tahun.
Klub Jepang, Kyoto Purple Sanga, pun tertarik dengan pemain muda yang menembus timnas Korsel dengan cepat tersebut. Pada Juni 2000 saat ia menjalani tahun kedua kuliah, ia resmi dikontrak oleh klub Jepang tersebut.
Pada akhirnya, Park menjadi anggota skuad Korsel di Olimpiade 2000 di Sydney, yang sayangnya cuma berakhir di fase grup. Huh Jung Moo pun digantikan oleh pelatih sekaliber Guus Hiddink untuk mendongkrak prestasi Korsel di Piala Dunia 2002 yang akan berlangsung di halaman sendiri.
Dalam usia 21 tahun, Park menjadi salah satu pemain termuda dalam skuad Korsel di Piala Dunia 2002. Meski begitu, ia mampu mencetak gol penentu kelolosan Korsel ke fase gugur. Di laga terakhir grup melawan Portugal, ia mencetak gol indah yang terlebih dahulu dikontrol dengan dadanya untuk memastikan kemenangan dan kelolosan bagi negaranya. Korsel lantas mengakhiri turnamen tersebut hingga babak semifinal, sebuah pencapaian tertinggi yang diraih tim Asia sepanjang sejarah Piala Dunia.
Seusai Piala Dunia bersejarah tersebut, Guus Hiddink dikontrak oleh klub raksasa Belanda, PSV Eindhoven. Ia pun tak lupa mengajak Park Ji Sung dan Lee Young Pyo ke Eredivisie. Sementara Lee dengan cepat menembus tim utama, Park mengalami kesulitan beradaptasi di negeri baru, terlebih ia juga beberapa kali mengalami cedera.
Baru pada musim 2003/04 ia mulai mematenkan tempat di skuad utama PSV. Di musim berikutnya, ia semakin moncer setelah kepergian Arjen Robben ke Chelsea. Di musim itu pula ia mengantar PSV hingga semifinal Liga Champions, yang membuatnya masuk dalam tim terbaik Liga Champions musim 2004/05.
Berkat jangkauan umpannya yang cukup jauh dan kegigihannya membantu pertahanan, ia lantas menarik perhatian Sir Alex Ferguson dari Manchester United. Pada July 2005, Sir Alex mau menggelontorkan 4 juta pounds (Rp64 miliar) untuk menjadikan Park sebagai pemain Asia kedua di Old Trafford setelah Dong Fangzhuo.
Di bawah bimbingan Sir Alex, Park kerap membalas kepercayaan pelatihnya di laga-laga besar. ia pernah dipercaya menjaga Andrea Pirlo, yang lantas disebut Sir Alex “mampu mengurangi akurasi umpan Pirlo hingga sepertiganya.”
Ya, Park memang punya tenaga besar untuk mengejar lawan. Ia disebut punya resep minum jus kodok untuk memaksimalkan kapasitas paru-parunya, yang mendapat apresiasi dari penggemar berupa julukan “three-lungs park”, atau Park yang punya tiga paru-paru. Pirlo pun sempa. melabelinya “satu-satunya produk Korsel yang bertenaga nuklir”.
Selama tujuh tahun berkarier di Old Trafford, Park mampu mencatat lebih dari 200 penampilan, mencetak tujuh gol, dan menjadi orang Asia pertama yang memenangi Premier League dan Liga Champions. Ia juga jadi satu-satunya orang Asia yang bisa mencetakgol di tiga Piala Dunia, yakni edisi 2002, 2006, dan 2010.
Ia kemudian pindah ke QPR, di mana dia pernah bermain melawan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, lantas kembali ke PSV, lalu pensiun pada 2014. Di luar lapangan, sebagai pemain terpopuler Korsel, ia mudah saja memasuki dunia entertainment di negara asalnya. Ia sempat terlibat di variety show produksi SBS, Running Man…