Nggak Kayak Lampard! Inilah Pelatih Caretaker Terbaik dalam Sejarah

spot_img

“Latihan, latihan. Latihan mulu, menangnye kagak!” Ucapan dari Benjamin S di salah satu adegan sinetron yang berjudul Si Doel Anak Sekolahan barangkali jadi kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan situasi Chelsea saat ini. Bersama pelatih caretakernya, Frank Lampard Chelsea cuma sibuk latihan tapi tak kunjung menang.

Didatangkan dengan maksud untuk mendongkrak performa tim, Lampard justru menuai hasil yang lebih buruk. Dengan catatan enam laga tanpa kemenangan, Lampard masuk dalam jajaran pelatih interim terburuk dalam sejarah sepakbola. Jika Lampard jadi yang terburuk, emang ada yang sukses? Tentu ada, bahkan mereka bisa menghadirkan trofi lho. Siapa saja mereka?

Ole Gunnar Solskjaer

Nama yang pertama muncul adalah Ole Gunnar Solskjaer. Mungkin kalian terkejut nama ini bisa muncul, tapi memang begitu adanya. Ole merupakan salah satu manajer pengganti paling sukses Manchester United. Menggantikan Jose Mourinho pada tahun 2018, Ole memberikan harapan baru pada skuad Setan Merah hingga akhir musim 2018/19.

Sebelum kedatangan Ole, United sedang diselimuti kegelapan. Internal bobrok, ruang ganti tak harmonis serta terus menuai hasil buruk. Namun, ketika Ole datang, aura Manchester berubah lebih cerah.

United langsung meraih enam kemenangan beruntun di Liga Inggris musim tersebut. Ole bahkan membawa United tak terkalahkan di 10 pertandingan awalnya sebagai pelatih interim. Yang paling diingat ketika Ole membawa United menaklukan PSG di babak 16 besar Liga Champions 2018/19. Di laga itu Ole juga memenangkan hati fans.

Total, Ole hanya menelan tiga kekalahan dari 19 pertandingan di semua kompetisi. Pencapaian itulah yang meyakinkan manajemen klub untuk mempermanenkannya di akhir musim 2018/19. Sayang, saat menjadi manajer MU, Ole tak meraih gelar apa pun. Ia hanya mengantarkan United mencapai partai final Europa League musim 2020/21.

Zinedine Zidane

Selanjutnya ada mantan pemain top pada masanya, Zinedine Zidane saat menukangi Real Madrid pada musim 2015/16. Awalnya Zidane hanya dipersiapkan untuk menjadi asisten pelatih Rafael Benitez hingga akhir musim selesai. Namun, semuanya berubah saat Benitez dipecat. 

Saat itu, Madrid hanya bercokol di posisi ketiga dan itu membuat manajemen kurang puas dengan kinerja Benitez. Membutuhkan pengganti segera, manajemen pun menunjuk Zidane untuk mengambil alih kursi kepelatihan untuk sementara di awal paruh kedua musim 2015/16. Tak disangka, keputusan kepepet itu ternyata berbuah manis.

Zidane membawa Real Madrid kembali superior di La Liga. Dari 26 pertandingan di semua kompetisi, Madrid hanya kalah dua kali. Zidane membawa Madrid memperkecil jarak poin menjadi satu saja dengan Barcelona di puncak. 

Yang luar biasa lagi, Zidane menghadirkan trofi Liga Champions musim 2015/16 sebagai pelatih caretaker. Pencapaiannya itu membuat manajemen Madrid memberinya kontrak jangka panjang dan ia pun kembali menambahkan beberapa trofi bergengsi termasuk hattrick Liga Champions untuk El Real.

Roberto Di Matteo

Selanjutnya ada manajer yang tak kalah ikonik, Roberto Di Matteo saat menukangi Chelsea tahun 2012. Sama halnya dengan Zidane, Di Matteo awalnya hanya menjadi asisten pelatih dari Andre Villas Boas. Namun, ketika The Blues sulit menembus empat besar, akhirnya ia digantikan Di Matteo pekan ke 28 Liga Inggris.

Menjadikan Di Matteo sebagai pelatih sementara justru jadi keuntungan bagi kedua belah pihak. Matteo sukses mempersembahkan gelar juara Piala FA dan satu trofi Liga Champions pertama dalam sejarah klub musim 2011/12. Dari 21 pertandingan yang ia pimpin sebagai pelatih interim, Matteo berhasil meraih 18 kemenangan dan hanya mengantongi tiga kekalahan.

Sayangnya, prestasi manis itu hanya bertahan sesaat. Ketika mendapat kontrak permanen dari manajemen The Blues, Di Matteo justru hanya bertahan selama delapan bulan saja di Stamford Bridge. Pada November 2012, Pelatih asal Italia itu dipecat menyusul kegagalan Chelsea di Liga Champions.

Guus Hiddink 

Masih dari Chelsea, ada Guus Hiddink. Pelatih asal Belanda ini cukup akrab dengan jabatan pelatih interim di Chelsea. Dari beberapa tugasnya di Chelsea, ada satu yang paling diingat yakni tahun 2009.

Datang menggantikan Luiz Felipe Scolari pada Februari 2009, Hiddink memikul beban berat di sisa musim 2008/09. Menariknya, kala itu Hiddink juga tengah bertugas menangani Timnas Rusia jadi ia harus membagi konsentrasi untuk dua tim yang berbeda.

Di tangan Hiddink, Chelsea hanya kalah sekali dari 22 pertandingan di semua kompetisi. Saat Chelsea hampir terlempar dari zona Liga Champions, mantan pelatih Korea Selatan itu justru menghadirkan satu trofi Piala FA di akhir musim yang sulit itu. 

Sejak saat itu, Hiddink selalu jadi cadangan ketika Chelsea tak menemukan pelatih pengganti yang sepadan. Harusnya setelah memecat Graham Potter kemarin, Todd Boehly panggil Guus Hiddink lagi aja ya. Yang dipanggil malah Lampard. Lampard kan “L”-nya Loser.

Rafael Benitez

Selanjutnya ada Rafael Benitez ketika menangani Chelsea pada tahun 2012. Pelatih asal Spanyol ini menggantikan Roberto Di Matteo. Keputusannya untuk menangani Chelsea sempat menuai kontroversi. Terutama dari kalangan fans karena nama sang pelatih cukup melekat dengan rival mereka, Liverpool.

Masuk saat Chelsea hampir keluar dari empat besar, Benitez bekerja di bawah tekanan fans sendiri. Namun, ia membuktikan bahwa ia pelatih yang tepat untuk menggantikan Roberto Di Matteo. Benitez mengantarkan The Blues meraih gelar Eropa kedua berturut-turut setelah mereka memenangkan Europa League musim 2012/13. Trofi tersebut akhirnya mengubah persepsi fans terhadapnya.

Hansi Flick

Berikutnya ada Hansi Flick bersama Bayern Munchen pada musim 2019/20. Flick menjadi pelatih sementara setelah Bayern Munchen memecat Niko Kovac pada Oktober 2019 silam. Kovac dipecat karena mengalami serangkaian hasil buruk yang membuat Bayern kesulitan mempertahankan gelar Bundesliga.

Di awal kepemimpinannya di Bundesliga, Hansi Flick langsung menunjukan tajinya. Meski sempat terjun ke peringkat ketujuh setelah kalah dari Borussia Monchengladbach di pekan ke-14 pertandingan berikutnya Flick mengubah Bayern jadi tim yang sulit dikalahkan. Mereka tiba-tiba kembali ke setelan pabrik dan kembali ke jalur persaingan juara.

Hansi Flick secara dramatis membangkitkan semangat juang Die Roten. Mereka memenangkan semua sisa laga yang ada. Kembali menjuarai Liga Jerman dan menambahkan dua trofi bergengsi lainnya yakni DFB Pokal dan Liga Champions. Sebagai pelatih sementara, Hansi Flick memberikan treble untuk Bayern musim 2019/20.

Jupp Heynckes

Terakhir ada Jupp Heynckes. Sama halnya dengan Guus Hiddink, Heynckes merupakan pelatih langganan ketika Bayern Munchen gagal menemukan pelatih pengganti dalam waktu cepat. Jupp Heynckes bahkan telah memimpin klub yang bermarkas di Allianz Arena itu dalam empat kesempatan berbeda.

Yang paling diingat saat Heynckes menukangi Bayern Munchen tahun 2017/18. Kala itu, Heynckes padahal sudah ingin pensiun. Namun, dirayu untuk menggantikan Carlo Ancelotti yang dirasa tidak sesuai dengan filosofi klub dan tak bisa mengendalikan ruang ganti.

Di bawah Heynckes, Bayern hanya kalah lima kali dalam 41 pertandingan. Gelar Bundesliga pun berhasil diamankan. Namun, ia enggan mengambil kontrak permanen dan memilih untuk pensiun.

Sumber: Dream Team, FFT, 90min, Daily Star, Transfermarkt

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru