Tujuh tahun lalu, setelah mengakhiri laga kontra Aston Villa, Mikel Arteta memutuskan pensiun menjadi pemain. Arteta mengakui kalau dirinya tidak layak lagi berada di level tertinggi sebagai pesepakbola. Menurutnya, waktu itu adalah saat yang paling tepat untuk gantung sepatu.
Arteta mengatakan sulit untuk mengambil keputusan ini. Tapi garis nasib memang mengarah ke sana. Ia pensiun tapi tidak sepenuhnya menanggalkan olahraga yang membesarkan namanya itu. Bagi Arteta, pensiun dari pesepakbola bukan berarti tidak bisa lagi bersentuhan dengannya.
Namun, ada satu yang kurang dalam kariernya sebagai pesepakbola. Pemain yang lahir di San Sebastian ini belum pernah sekali saja bermain untuk Timnas Spanyol di level senior. Di negaranya sendiri, Arteta justru menjadi anak tiri. Benarkah demikian? Apa yang membuat Arteta gagal menembus Timnas Spanyol?
Daftar Isi
Bermain di Tim Muda Timnas Spanyol
Sebetulnya Mikel Arteta tidak sepenuhnya tidak pernah bermain di Timnas Spanyol. Di level kelompok umur, pemain yang pernah berseragam Rangers ini membela Timnas Spanyol. Arteta ikut dalam rombongan Timnas Spanyol yang memenangkan turnamen UEFA European U-16 Championship tahun 1999.
Arteta juga terlibat dalam skuad Timnas Spanyol U-17 yang melakoni Piala Dunia U-17 di Selandia Baru akhir tahun 1999. Arteta juga sempat naik level ke tim U-21. Ia masuk skuad Timnas Spanyol U-21 di kualifikasi EURO U-21 tahun 2004 saat usianya menginjak 20 tahun.
Mikel Arteta saat berseragam timnas Spanyol. pic.twitter.com/forfoZXcmH
— Gooners Report Indo (@Gooners_Report) March 28, 2021
Di tahun yang sama, Arteta sudah berkarier secara profesional di liga-liga papan atas Eropa. Setelah dari Real Sociedad ia dipinjamkan ke Everton. Di Liga Inggris, kemampuan Arteta makin kelihatan. Arteta makin matang sebagai gelandang bertahan dengan gaya permainan dianggap mirip Josep Guardiola saat bermain.
Musim 2006/07 Arteta terpilih sebagai pemain paling efektif di Liga Inggris versi Actim Index. Arteta unggul soal keterampilan, visi bermain, kualitas umpan, dan kemampuannya menjadi seorang playmaker dengan kecerdasan taktik di atas rata-rata.
Walaupun tanpa trofi, tapi saat bermain apik di Goodison Park itulah Arteta berharap Luis Aragones memanggilnya ke Timnas Spanyol. “Itu sudah menjadi keinginan hidup saya,” katanya ketika ditanya apakah ingin membela Timnas Spanyol.
Apes
Namun, sejujurnya Arteta tidak yakin kalau Aragones memperhatikan perkembangannya selama di Everton. Ia hanya mengandalkan apa yang selintas didengarnya saja. Lewat apa yang didengarnya, Arteta yakin bisa menjadi opsi bagi Aragones.
Keyakinan Arteta itu akhirnya terwujud. Ya, ia memang benar-benar hanya menjadi opsi bagi Luis Aragones tanpa satu kesempatan pun diberikan. Arteta yang tidak dipanggil Timnas Spanyol adalah kabar yang mengejutkan. Maklum, pada saat itu generasi gelandang Timnas Spanyol sedang merekah.
Just chilling and then I realised Spain really had a selection headache in the midfield from like 2008 up until 2012. imagine having Fabregas, Cazorla, Iniesta, Xavi, Silva, Busquet, Xabi @cesc4official @19SCazorla @ @andresiniesta8 @21LVA @5sergiob all on the same team. pic.twitter.com/y8OiTkml8N
— Bitty Inyang BWI (@BittyInyang) July 25, 2020
Di sana sudah ada Cesc Fabregas, Andres Iniesta, Xavi Hernandez, David Silva, hingga Sergio Busquets. Sementara teman masa kecilnya, Xabi Alonso dipanggil ke Timnas Spanyol, Arteta tetap diabaikan. Pada akhirnya Arteta harus belajar bahwa ia tidak akan pernah mewakili negaranya sendiri karena berpapasan dengan generasi lini tengah terbaik di Timnas Spanyol.
Tapi kalah saing bukan alasan mutlak mengapa Arteta gagal menembus Timnas Spanyol. Lebih dari itu, ia juga apes karena jelang EURO 2008, saat nyaris bergabung, cedera ikut campur. Setelah itu, Mikel Arteta pun menjadi pemain yang terlupakan di Timnas Spanyol.
Hampir Bergabung ke Timnas Inggris
Tidak diterima negaranya sendiri tak membuat Arteta kehilangan ambisi untuk berkarier di level internasional. Tahun 2010, pelatih Timnas Inggris, Fabio Capello mendekati Mikel Arteta. Ia tertarik untuk menambahkan Arteta ke skuad The Three Lions.
Saat didekati Capello melalui pelatihnya di Everton, David Moyes, eks pemain PSG itu memenuhi syarat untuk membela Timnas Inggris. Arteta sudah menyelesaikan lima tahun masa tinggalnya di negara tersebut. Namun, gagasan untuk membela Timnas Inggris ditolak oleh FIFA.
Jika merujuk pada aturan FIFA pasal 18.1.a, Arteta berhak untuk bermain di Timnas Inggris apabila ia memegang paspor Inggris ketika mewakili Timnas Spanyol di level junior. Namun, sang pemain tidak memiliki paspor yang dimaksud, yang berarti harapannya untuk membela Timnas Inggris pupus.
Arteta hampir mengkonfrontasi FIFA atas keputusan itu. Tapi sang pemain mengurungkan niatnya. Barangkali Arteta memang dicetak untuk sukses di level klub, bukan di level internasional. Hingga akhirnya keputusan untuk pensiun itu datang saat ia merasa sudah puas bermain.
Arteta memang tak menyumbangkan apa pun untuk Everton, tapi di Arsenal ia dielu-elukan. Lewat raihan dua trofi Piala FA dan dua Community Shield, Arteta menempati ruang istimewa di hati penggemar Arsenal.
Since Tottenham last won a trophy, Mikel Arteta has:
— Squawka Live (@Squawka_Live) August 1, 2020
❍ Signed for Arsenal
❍ Captained Arsenal to an FA Cup win
❍ Retired as a player
❍ Won five domestic trophies as Man City coach
❍ Become Arsenal manager
❍ Won the FA Cup as Arsenal manager pic.twitter.com/Cq5TWqRbKJ
Belajar dari Moyes, Wenger, dan Guardiola
Mendekati ujung kariernya sebagai pemain, Arteta sudah mengenyam pendidikan pelatih. Arteta menyelesaikan kursus kepelatihan di National Football Development Centre di Wales saat masih bermain. Setelah memutuskan pensiun sebagai pemain, Arteta tinggal memilih ingin bekerja di mana. Arsene Wenger menawari posisi untuk memimpin Akademi Arsenal.
Di tempat lain, mantan rekan setimnya di PSG, Mauricio Pochettino menawari Arteta untuk menjadi staf ruang belakangnya. Arteta juga ingat Pep Guardiola pernah menawarinya pekerjaan saat masih melatih Bayern Munchen. Mikel Arteta akhirnya memilih bergabung dengan Guardiola jadi staff kepelatihan Manchester City tahun 2016.
Reporter: “Mikel Arteta clearly learned well during his time here at Manchester City.”
— AFTV (@AFTVMedia) July 20, 2020
Pep Guardiola: “Maybe we learned from him.” pic.twitter.com/nYj1yPHV3Z
Ketika menjadi asisten Guardiola, Arteta sudah lebih dulu menyerap ilmu taktik dari pelatih lain. Selain di La Masia, tempatnya belajar hal-hal dasar, Arteta juga belajar dari Arsene Wenger dan David Moyes. Kebetulan dua pelatih itu mempercayakan Arteta sebagai kapten saat bermain, sehingga ia punya banyak waktu untuk berdiskusi.
Arteta belajar soal fisik dan ketahanan tim dari Moyes. Sementara, ia mempelajari fleksibilitas permainan dari Wenger. Nah, bersama Guardiola ia dicekoki sudut pandang total football. Bahwa setiap pemain harus bisa bermain di posisi mana pun. Di City, Arteta juga membantu pemain sayap seperti Leroy Sane dan Raheem Sterling menjadi lebih efektif.
2010 ➡️ 2020
— B/R Football (@brfootball) March 7, 2020
Mikel Arteta is reunited with David Moyes 🤝 pic.twitter.com/Lxthjwa1Vy
Guardiola sangat terbantu dengan adanya Arteta. Begitu pula Arteta bisa belajar lebih banyak dari seniornya itu. Perpaduan keduanya menghasilkan lima trofi, dua di antaranya Liga Inggris, untuk Manchester City. Capaian itu mengantarkan Arteta pulang ke Arsenal.
Menjadi Pelatih Arsenal
Tahun 2016, Mikel Arteta ditunjuk sebagai suksesor Unai Emery. Freddie Ljungberg yang ditunjuk sebelumnya cuma seorang interim. Datang ke Arsenal, Arteta langsung menjadikan tim ini laboratorium. Namun, semua orang pasti tahu bahwa era awal kepemimpinannya, Arsenal justru kerap jadi bahan lawakan.
#artetaout get a proper manager in who can actually win a game ffs pic.twitter.com/EHr6BS0t8l
— 𝐆𝐢𝐝𝐞𝐨𝐧 (@gideonszn) November 4, 2023
Percaya proses yang digaungkan Arteta hanya dijadikan bahan olokan di media sosial. Alih-alih sukses, proses yang digaungkan Arteta tak kunjung menemui hasilnya. Trofi pertama baru datang empat tahun setelah ditunjuk sebagai pelatih. Namun, sebelum trofi Piala FA itu, Arteta melakukan banyak percobaan.
Arteta membangun skuadnya dengan pemain muda. Meskipun roda penggerak untuk meraih gelar pertamanya adalah pemain kaliber Pierre-Emerick Aubameyang. Pada akhirnya rencana Arteta untuk memperkuat tim dengan pemain muda pelan-pelan menemui jalan kejayaan.
✅ 2014
— ESPN FC (@ESPNFC) August 1, 2020
✅ 2015
✅ 2020
Mikel Arteta leads Arsenal to FA Cup glory once again 👏 pic.twitter.com/nknqjTgIyt
Talenta-talenta muda polesan Arteta satu demi satu mentas. Emile Smith Rowe, Gabriel Martinelli, Eddie Nketiah, sampai Bukayo Saka menjelma jadi pilar The Gunners. Tidak hanya pemain, Arteta juga menghasilkan ide baru soal taktik. Ia mengelaborasi ide Moyes, Wenger, dan Guardiola ke dalam timnya sekarang.
Maka dari itu, Arsenal juga punya bek tangguh William Saliba dan Gabriel Magalhaes. Arsenal-nya Arteta juga bermain cair sebagaimana Wenger dulu. Arteta menemukan sosok Jack Wilshere versi modern dalam diri Martin Odegaard. Jika Johan Cruyff memainkan Ronald Koeman dan Guardiola memakai John Stones, Arteta punya Oleksandr Zinchenko sebagai representasi total football-nya.
Mikel Arteta & Oleksandr Zinchenko in Arsenal training today. 🤝 #afc pic.twitter.com/v32NhOYloS
— afcstuff (@afcstuff) December 30, 2022
Sekarang tinggal menunggu Arteta meraih pencapaian terbaiknya lagi di Arsenal. Musim lalu ia hampir mengantarkan Arsenal buka puasa gelar Liga Inggris, tapi inkonsistensi timnya sendiri membunuh harapan itu. Barangkali musim ini?
Sumber: FirstPrintFootball, BR, DailyCannon, PainInTheArsenal, TheAnalyst, SkySports