Kalian tau tidak, Timnas Prancis yang bertabur bintang tiap generasinya itu ternyata selalu kesusahan meraih gelar Piala Eropa. Ya, memang mereka juara dunia pada tahun 2018 dan mencapai final Piala Dunia lagi pada 2022.
Tapi siapa sangka Les Bleus sudah lama tak meraih trofi Henry Delaunay sejak tahun 2000. 24 tahun sudah mereka puasa gelar di Euro. Nah, kira-kira kalau dilihat perjalanannya di beberapa perhelatan Euro, memangnya kenapa sih mereka selalu gagal?
📅 #OTD France lifted the EURO 2000 trophy 🇫🇷🏆 pic.twitter.com/Yk9O2e2n2F
— LiveScore (@livescore) July 2, 2023
Daftar Isi
Pasca Juara 2000 dan Kegagalan di Euro 2004
Pasca Juara Euro 2000, kegagalan memalukan di Piala Dunia 2002 menjadi cambuk nyata bagi mereka. Peristiwa kegagalan tersebut tampaknya memukul mental para punggawa Prancis yang juga sudah semakin menua.
Pelatih Roger Lamerre yang dianggap gagal juga jadi korban. Ia digantikan Jacques Santini pada tahun 2002. Tapi ketika di bawah Santini, Prancis masih menggunakan talenta sisa generasi Euro 2000 di edisi 2004. Pemain baru yang dipanggil juga kurang menonjol seperti Louis Saha, Jerome Rothen, hingga Olivier Dacourt.
Optimisme sebenarnya tertanam di skuad racikan Santini setelah mereka mampu menjadi juara grup di atas Inggris, Kroasia dan Swiss. Namun sejak lolos dari fase grup, banyak catatan bagi mereka.
Dilansir Guardian, pilar mereka Thierry Henry mengatakan bahwa sebelum berjumpa Yunani di perempat final timnya penuh kritikan dari media-media Prancis karena permainannya yang tak memuaskan sebagai juara bertahan.
Henry mengakui bahwa catatan bagi timnya harus segera dibenahi Santini. Bagaimanapun tim seperti Yunani tak bisa diremehkan. Kesolidan teamwork mereka sangat baik. Benar saja, Yunani yang tak diunggulkan justru mampu membuat Prancis terluka dengan skor tipis 1-0.
🇬🇷 Angelos Charisteas scores the winner as Greece knock-out the defending champions France #OTD in the EURO 2004 quarter-final! @EthnikiOmada pic.twitter.com/W9qj0GoxVv
— UEFA EURO 2024 (@EURO2024) June 25, 2022
Generasi Mulai Hilang Di Euro 2008
Semua rakyat Prancis kecewa timnasnya gagal mempertahankan gelar. Media-media di Prancis banyak menyerang kondisi skuad Les Bleus yang sudah mulai kadaluwarsa. Dilansir BBC, regenerasi timnas Prancis mulai dipertanyakan.
Banyak yang mendesak Federasi Sepak bola Prancis untuk mengganti pelatih dan memulai proyek baru. Kita tahu pemain macam Zidane, Makelele, Thuram, Lizarazu, Desailly, maupun Barthez sudah makin berumur dan melambat.
Setelah ganti pelatih ke tangan Raymond Domenech pasca kegagalan Euro 2004, harapan akan regenerasi pun mulai timbul. Pemain muda macam Abidal, Diarra, Ribery maupun Malouda mulai muncul.
Kembalinya Prancis ke final Piala Dunia 2006 dianggap federasi sebagai sebuah prestasi bagi Domenech. Dilansir Guardian, ketua federasi Prancis akhirnya masih mau mempertahankan Domenech untuk ajang Euro 2008.
Namun yang tak disadari jelang Euro 2008, generasi emas Prancis era Euro 2000 sudah mulai hilang. Zidane, Desailly, Barthez sudah tak ada lagi. Selain itu, kebijakan Domenech di yang masih saja memanggil pemain kawakan seperti Thuram, Makelele, Vieira, maupun Wiltord banyak dipertanyakan. Harapan dipercayanya banyak pemain muda, justru dikhianati sendiri oleh Domenech.
TRIVIA ⚡
— OLT SPORTS (@Olt_Sport) July 6, 2022
🇫🇷 How many players can you name from this France side in EURO 2008? pic.twitter.com/i7WhbCDzX1
Benar saja, Euro 2008 menjadi kegagalan berikutnya bagi Les Bleus. Mereka bahkan tak lolos dari fase grup dan menjadi juru kunci di bawah Belanda, Italia, dan Rumania.
Hasil tersebut membuat publik Prancis makin geram pada Domenech.
Tak ada evaluasi mendalam kepada Domenech dari federasi ketika itu. Domenech sangat pede tak dipecat meski dihujani kritik. Publik Prancis makin tambah jengkel ketika Domenech mengkambinghitamkan para pemainnya yang dipanggil di Euro 2008 dianggap tak bisa bekerja keras.
Ganti Pelatih Di Euro 2012
Sampai dengan kegagalan di Piala Dunia 2010, akhirnya tamat juga riwayat Domenech sebagai pelatih Les Bleus. Ia digantikan Laurent Blanc pasca kegagalan Piala Dunia 2010.
Euro 2012 adalah ujian pertama bagi Blanc meracik skuad Les Bleus yang sudah mulai diremajakan.
Pemain seperti Koscielny, Clichy, Debuchy, Cabaye, Jeremy Menez, maupun Samir Nasri, mulai muncul. Namun pada gelaran Euro 2012, banyak masalah yang timbul di internal skuad.
Dilansir Nationalpost, setelah kekalahan 2-0 atas Swedia di laga terakhir babak grup, internal skuad mulai bergejolak. Para pemain terlibat perselisihan panas usai laga. Blanc pun membenarkan adanya konflik internal tersebut.
Konflik tersebut disulut oleh Malouda. Ia merasa kesal dengan rekan-rekannya di ruang ganti. Koscielny juga mengakui bahwa situasi makin tak kondusif antar pemain jelang laga melawan Spanyol di perempat final.
🇪🇸 Drop a GIF to describe Xabi Alonso!
— UEFA EURO 2024 (@EURO2024) June 23, 2020
On his 💯th international appearances, Alonso scored both goals in Spain win over France in the EURO 2012 semi-final!
⏪ @SeFutbol pic.twitter.com/VCK38k4iGM
Ya, konflik tersebut ternyata berimbas pada lesunya performa anak asuh Blanc. Blanc menganggap anak asuhnya banyak gunakan ego pribadi bukan teamwork. Kandasnya Prancis oleh Spanyol tentu kembali jadi evaluasi serius.
Deschamps Dan Kegagalan Menyakitkan Euro 2016
Blanc akhirnya dipecat juga pasca kegagalan tersebut. Posisinya digantikan oleh Didier Deschamps pada tahun 2012. Di bawah Deschamps, skuad Les Bleus kembali dirombak. Mulai muncul pemain seperti Varane, Pogba, Matuidi, Moussa Sissoko, hingga Griezmann.
Namun kegagalan di Piala Dunia 2014 menjadi alarm awal bagi karier Deschamps. Meski begitu, kerangka yang dibuat Deschamps di skuad Prancis, diapresiasi oleh federasi dan banyak mendapat dukungan dari publik Prancis.
Apa yang telah dibangun Deschamps tersebut diharapkan berlanjut dan makin matang di Euro 2016. Faktor dukungan tuan rumah juga menjadi modal besar bagi Deschamps ketika itu. Sampai akhirnya mereka mampu mencapai final menghadapi Portugal.
Jelang final, diceritakan The Sun, rakyat Prancis dan federasinya sudah jumawa akan meraih juara. Federasi bahkan sudah menyiapkan bus khusus untuk konvoi yang bertuliskan Champions D’Europe 2016.
VIDEO. Euro 2016: Avant France-Portugal, le bus de la célébration (potentielle) des Bleus… https://t.co/HYma7YOM9D pic.twitter.com/1jJBfInlLv
— 20 Minutes Sport (@20minutesSport) July 10, 2016
Para pemain pun semakin optimis ketika lawan mereka, Portugal adalah tim yang bermain buruk sejak fase grup dan hanya lolos sebagai peringkat tiga terbaik. Namun kejumawaan tersebut akhirnya berbuah pilu. Timnas Prancis menanggung malu ketika harus menyerah 1-0 oleh Portugal
🇵🇹🚀 7 years ago today: Portugal beat France 1-0 in the EURO 2016 final courtesy of this goal from Éder in extra-time! pic.twitter.com/vsNwduJugw
— EuroFoot (@eurofootcom) July 10, 2023
Beban Juara Dunia 2018 dan Permasalahan Jelang Euro 2020
Kegagalan Deschamps di final Euro 2016 memang menyakitkan. Namun secara performa dan cara ia membangun tim, nampaknya sudah mulai kelihatan hasilnya. Terbukti di Piala Dunia 2018, Prancis mampu diantarkan Deschamps meraih juara setelah mengandaskan Kroasia.
Namun kemudian justru beban menjadi juara di Piala Dunia 2018, membuat Les Bleus tak nyaman bermain di Euro 2020. Ditambah ada beberapa konflik internal jelang turnamen berlangsung.
Dilansir Goal, ada pertengkaran antara Pogba dan Rabiot. Kemudian ditambah kembalinya Benzema ke timnas yang tak membuat nyaman Giroud. Namun, Deschamps awalnya merasa yakin dapat melangkah jauh di Euro 2020.
Pasalnya mereka bisa menjadi juara di grup neraka di atas Jerman, Portugal dan Hungaria. Akan tetapi kemudian suatu eksperimen terjadi di babak 16 besar. Ketika melawan Swiss, Deschamps tiba-tiba mengganti formasi andalannya dari 4-2-3-1 ke 3-4-1-2.
Kylian Mbappe was prepared to QUIT the France national team after Euro 2020 https://t.co/ekozhoiRoF pic.twitter.com/shooDY038e
— Mail Sport (@MailSport) June 19, 2022
Dilansir ESPN, kegagalan eksperimen Deschamps tersebut jadi faktor kenapa Prancis yang sudah unggul 3-1, lalu bisa disamakan 3-3. Selain itu di ruang ganti juga sempat terjadi perselisihan lagi antara Pogba dan Rabiot. Rabiot mengkritik Pogba karena kehilangan bola saat terjadinya gol ketiga Swiss.
Sampai pada akhirnya sesuatu yang tidak kondusif tersebut berimbas pada performa Les Bleus di babak perpanjangan waktu dan adu penalti. Mental para pemain lesu dan tak bisa bangkit lagi. Mereka akhirnya menyerah di babak tos-tosan setelah Kylian Mbappe gagal mengeksekusi penaltinya.
Deschamps tak lepas dari kritik dan evaluasi pasca kegagalan tersebut. Namun di sisi lain, Deschamps bersedia bertanggung jawab atas kegagalannya tersebut. Terbukti Deschamps terus belajar dari kesalahan dan mampu dipertahankan hingga sekarang. Mencapai Final Piala Dunia 2022 adalah bukti tanggung jawab Deschamps di tengah kritik yang menghampirinya.
https://youtu.be/_Pyd0Hhh8-Q
Sumber Referensi : theguardian, espn, bbc, thesun, dw, nationalpost, france24, theguardian