Jose Mourinho telah pergi dari Manchester United, dan pihak klub memastikan akan menunjuk pelatih baru pada awal musim depan. Dalam kurun enam bulan ke depan, akan berseliweran kabar pelatih-pelatih top yang dikaitkan dengan pekerjaan di Old Trafford. Dan berkat apa yang dilakukan di Tottenham dalam lima tahun terakhir, Mauricio Pochettino akan jadi target sempurna untuk klub dengan ego besar seperti Manchester United.
Namun, sejak Sir Alex Ferguson pensiun, semua pelatih yang menggantikannya berpisah dengan status PHK. Baik David Moyes, Louis van Gaal, maupun Jose Mourinho bukan pelatih medioker sebelum datang ke Manchester, tapi realita malah mengatakan United tak memenuhi ekspektasi semua pihak ketika ditangani ketiganya.
Jadi, sosok seperti apa yang sebaiknya ditunjuk Manchester United? Dan mengapa Mauricio Pochettino tak perlu repot-repot membangun proyek dari awal lagi di Manchester United?
Sesaat setelah Mourinho diumumkan pergi dari United dan nama Pochettino mencuat sebagai pengganti, pelatih Arsenal Unai Emery mewanti-wanti pada media. Ia menyatakan, Pochettino, yang merupakan kolega dekatnya sejak sama-sama melatih di Spanyol, amat terfokus sedang mengerjakan proyek serius di Tottenham.
Emery menganggap, Pochettino sedang melatih tim besar dengan pemain-pemain terbaik, serta berada dalam posisi bagus, baik di liga domestik maupun Liga Champions. Bahkan, dalam beberapa musim terakhir, Pochettino dan Tottenham praktis tampil lebih konsisten daripada United. Dengan segala perubahan yang dibawa Pochettino ke Tottenham, ia berpikir komitmennya dengan Tottenham seharusnya terus berlanjut.
Ole Gunnar Solskjaer adalah opsi interim yang bagus, mengingat dia dicintai suporter dan tahu mentalitas juara yang ditanamkan Sir Alex Ferguson. Jika dia mampu membawa United tampil bagus hingga akhir musim, mengikat pembunuh-berwajah-bayi tersebut sebagai pelatih tetap bukan pilihan buruk.
Well, jika Solskjaer sama-sama melempem United ingin mencari pelatih baru, sebaiknya mereka mencari pelatih yang sudah teruji di percaturan sepak bola dunia, sebisa mungkin yang bergelimang trofi. Namun muncul pertanyaan, jika Mou dan Van Gaal yang “berpengalaman” dan “paham cara juara” saja gagal, siapa lagi yang bisa mengisinya?
United bisa menunjuk “orang luar” yang sudah teruji, seperti Zinedine Zidane atau Antonio Conte. Profil Zidane paling cocok: ia pernah melatih klub yang-barangkali-lebih-besar-dari United, dan sukses di sana. Jadi, ia tak cuma fasih mengais prestasi, melainkan juga paham mengendalikan manajemen dan suporter yang senang menuntut.
Jadi, nama Pochettino sebenarnya tak perlu masuk perhitungan. Ia terlalu muda, belum pernah meraih trofi sebagai pelatih, dan mungkin akan kolaps seperti halnya Moyes.
Mari kita teropong dari sudut pandang Pochettino.
**
Aku seorang pelatih Tottenham Hotspur. Timku selalu lolos ke Liga Champions dalam tiga musim terakhir. Presiden klub mempercayaiku. Pemain-pemain menghormatiku: mereka yang masih muda pasti mau bertahan bila kubujuk, mereka yang senior perlahan akan diganti dengan yang lebih kompeten. Saat ini mungkin kami adalah klub musafir dan punya dompet cekak, tapi, hei, stadion baru kami sebentar lagi rampung. Tatkala kami sudah menempatinya dan perputaran uang kembali normal, aku akan punya uang untuk belanja pemain. Stadion kami akan lebih besar daripada punya Arsenal dan Chelsea, dan klub kami akan jadi yang terbesar di London, atau bahkan Inggris. Jika aku pergi, siapa yang akan mengawal pengembangan klub ini? Aku berutang banyak pada Tottenham.
Aku melihat Manchester United. Mereka klub besar yang sedang sakit. Pelatih-pelatih selalu dipecat. Jika aku menerima tawaran mereka, aku tak punya kebebasan sebagaimana yang kuterima di Tottenham. Kalah dalam tiga laga, karierku di sana tamat. Biarlah mereka mencari orang lain.
**
Simpulannya, Pochettino seharusnya tak meninggalkan proyek raksasa Tottenham Hotspur. Semua pihak mendukungnya di Spurs, media tak berani mengkritiknya.
Bayangkan jika Pochettino ke Manchester United. Ia akan mengendalikan para pemain bintang bergaji mahal dengan ego besar, serta dengan sorotan kamera media yang makin memedihkan mata.
Jika tak ingin membahaykan kariernya, semua pelatih tak perlu menerima panggilan Manchester United.