Dalam sejarah partisipasi Liverpool di Premier League, terdapat dua musim ketika mereka begitu dekat dengan gelar juara. Mereka memuncaki klasemen pada Natal, pada tahun 2009 dan 2014.
Baik pada 2009 ketika dilatih Rafael Benitez maupun pada 2014 ketika diarsiteki Brendan Rodgers, performa di musim itu identik dengan tajamnya striker bintang, peragaan sepak bola menyerang, dan kemenangan dengan skor telak. Akan tetapi, pada 2009, mereka terlalu sering bermain seri dengan klub-klub receh. Giliran pada 2014, mereka kebobolan 50 gol, terlalu banyak bahkan untuk penantang Liga Champions.
Jadilah, pada dua musim tersebut, trofi Liga Inggris tak jadi mampir.
Musim ini, Liverpool punya poin lebih banyak dari pada dua musim itu di masa Natal. Jurgen Klopp tahu timnya harus membangun sistem pertahanan yang bagus jika ingin terus berada di jalur juara.
Catatan saat ini, yaitu delapan kemenangan beruntun, telah berhiaskan 22 gol. Yang tak kalah krusial, enam clean sheet juga berhasil diraih. Jumlah nirbobol ini menjadi perbedaan besar antara Liverpool dengan Manchester City.
City sang juara bertahan kebobolan 11 gol dalam delapan laga terakhir. Sementara itu, dengan jumlah laga yang sama, Liverpool cuma kebobolan dua gol. Performa buruk tersebut menjadikan mereka tergusur ke peringkat tiga, dan kini Tottenham giliran jadi penantang utama Liverpool.
Tokoh sentral dari kekukuhan ini bisa diketahui. Virgil van Dijk yang datang Januari lalu terlah membuat pertahanan Liverpool berkelas dunia. Alisson Becker yang didatangkan pada musim panas juga menaikkan level kiper The Reds.
Pengaruh Van Dijk bisa dirasakan melalui data statistik sejak ia menjalani debut di Anfield. Real Madrid kebobolan 44 gol sejak Van Dijk pertama kali bermain bagi Liverpool. Barcelona kebobolan 32 gol; Manchester United 30 dan Bayern Munich 27; Rival lokal Manchester City kemasukan 17 gol; Juventus yang terkenal alot kebobolan 16 gol; sementara Atletico Madrid-nya Diego Simeone kebobolan 14 gol, jumlah yang sama sejak Van Dijk mengawal gawang Liverpool.
Sementara itu, Alisson pada mulanya menarik perhatian dengan caranya membagi bola. Ia punya footwork yang bisa dibilang setara dengan Ederson di Manchester City. Setelah kecolongan oleh Kelechi Iheanacho pada laga melawan Leicester, ia bangkit lagi. Kemampuannya menahan tendangan lawan terbukti menentukan nasib Liverpool. Lihat saja save one-on-one melawan Arkadiusz milik di laga terakhir fase grup Liga Champions, atau satu lawan satu dengan Eden Hazard di Liga Inggris.
Komposisi backfour Liverpool di lini belakang juga telah paten. Di kanan, ada Trent Alexander-Arnold. Di usia yang baru menginjak 20, ia sudah berpengalaman bermain di Piala Dunia dan final Liga Champions. Di tengah, terdapat Joe Gomez yang bila tak cedera, bakal jadi pemain utama di timnas Inggris. Dejan Lovren yang musim lalu menembus dua final turnamen besar jadi pelapis yang cukup kompeten. Di kiri, Andrew Robertson telah dipuji banyak kalangan berkat kecepatannya menaikkan level dari divisi bawah Skotlandia hingga level teratas sepak bola dunia hanya dalam tiga tahun.
Namun, di samping penampilan mempesona tiap individu, Klopp berhasil memperbaik sistem organisasi bagaimana tim menjaga gawang.
Salah satu perubahan yang cukup dicermati adalah bahwa para bek sayap (Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson) memperkirakan overlap mereka dengan lebih berhati-hati demi menyediakan perlindungan bagi pertahananan. Ditambah pergerakan lini tengah yang progresif, Liverpool kini bisa unggul jumlah pemain di lini pertahanan lawan tanpa khawatir akan tereksploitasi di lini belakang.
Barangkali, satu-satunya problem bagi lini pertahanan Liverpool adalah, siapa yang akan melindungi mereka di lini pertahanan. Baik James Milner, Jordan Henderson, dan Fabinho tak ada yang tampil buruk. Tapi tak ada di antara mereka yang mematenkan satu tempat di depan pertahanan. Mungkin realita ini bagus bagi kedalaman skuad yang mengarungi banyak kompetisi, tapi dengan tuntutan konsistensi, bongkar pasang lini tengah bukan pilihan bagus.
Bila Liverpool terus mempertahankan performa, dan lini pertahanan mereka tak kolaps di tengah musim, perlawanan Manchester City dan Tottenham hanya akan jadi angin lalu.
Bisa jadi, dengan bermodal pertahanan, mereka bisa mencaplok gelar Liga Inggris untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.