Kisah Pochettino Menyulap Southampton Jadi Penghancur Tim Raksasa

spot_img

Melalui stasiun radio Catalan RAC1, Mauricio Pochettino berkata lantang, “Saya menjadikan Southampton “tim pemenang”, jauh sebelum Ronald Koeman datang.”

Pochettino memang menjadi salah satu peletak kesuksesan klub semenjana Southampton di kancah sepakbola Inggris. Maka, tidak berlebihan jika ia mengatakan Ronald Koeman, orang yang menggantikannya di The Saints sudah mewarisi “tim pemenang”.

Pochettino menyulap Southampton, tim medioker sebagai salah satu penghancur tim-tim besar Liga Inggris. Meski gagal membawa Southampton juara atau minimal finis di zona Liga Champions, tapi kiprahnya di St. Mary’s Stadium tak boleh dilupakan. Tidak hanya itu, fans Southampton sepertinya harus membayar banyak karena sudah menyepelekan Pochettino di awal.

Pemecatan Nigel Adkins

Para penggemar Southampton berteriak lantang di awal tahun 2013. Mereka meneriakkan nama Nigel Adkins di St. Mary’s Stadium. Adkins adalah sosok pelatih yang lama dicintai penggemar Southampton. Namun, Adkins dipecat oleh manajemen.

Pemecatan itu menurut para fans sangatlah tidak adil. Apalagi Adkins adalah sosok yang membantu Southampton merangkak dari League One ke Premier League. Adkins ketika itu bahkan oleh para fans, dianggap sosok penyelamat.

Southampton kepayahan di musim 2012/13. Yang membuat mereka terjungkal ke zona degradasi. Namun, Nigel Adkins berhasil mengentaskan posisi Southampton dari zona degradasi. Southampton dibawanya naik ke peringkat 15 pada pekan ke-22 atau di pertengahan musim.

Akan tetapi, pada Bulan Januari 2013, Adkins dipecat. Ketua Southampton ketika itu, Nicola Cortese menggantikan manajer favorit penggemar dengan pria 40 tahun asal Argentina, Mauricio Pochettino.

Kehadiran Pochettino di Southampton Dikritik Penggemar

Sayangnya, siasat untuk mendongkrak penampilan Southampton dengan menunjuk Pochettino dari manajemen tidak selaras dengan keinginan para penggemar. Mereka menghujani manajemen Southampton dengan kritik. Pochettino juga mendapat kritik dari para penggemar.

Penggemar yang protes berdalih bahwa Pochettino tidak layak menggantikan Adkins. Sosok Adkins dianggap oleh penggemar paling pas bagi Southampton dan pemecatannya sangatlah kejam. Pochettino, di sisi lain justru disebut minim pengalaman.

Pandangan klasik pun muncul. Bahwa Pochettino dianggap tidak bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Apalagi ia adalah orang Argentina. Belum lagi, reputasi Pochettino sebelum melatih Southampton sangatlah buruk. Ia dipecat oleh Espanyol setelah tim itu hanya menghuni papan bawah La Liga.

Akan tetapi, protes dari para penggemar seperti kentut di siang bolong. Cortese tidak menggubrisnya. Ia punya indikator tertentu mengapa Pochettino yang menggantikan Adkins. Lagi pula ketika memantau Pochettino, Adkins juga dilibatkan. Jadi, manajemen The Saints menganggap penunjukkan Pochettino sudah matang.

Penunjukkan Pochettino

Cortese tidak sendirian dalam memantau Pochettino. Selain ditemani Adkins, ia juga terbang ke Spanyol bersama kepala rekrutmen Southampton ketika itu, Paul Mitchell, yang juga mantan pemandu bakat RB Leipzig yang terkenal.

Kedatangan Cortese ke Spanyol tidak sepenuhnya untuk Pochettino. Tapi ia ingin mengamati Espanyol. Cortese mengendus ada bakat hebat yang sedang dipinjamkan di sana. Orang itu adalah Philippe Coutinho.

Akan tetapi, Southampton justru tidak merekrut Coutinho. Utusan Southampton justru menanyakan bagaimana metode latihan Espanyol. Cortese tertarik dengan pelatih Espanyol kala itu, Pochettino. Ia kemudian melakukan uji tuntas kepada Pochettino, termasuk soal sistem kepelatihannya.

Apa yang tampak oleh fans sebagai sesuatu yang gegabah, ternyata manajemen Southampton sudah melakukan uji terukur pada Pochettino. Cortese dan timnya melakukan analisis dan penelitian terhadap Pochettino. Setelah melalui banyak pertimbangan, Pochettino pun diajak terbang ke Inggris.

David Salas Si Pembantu Bahasa Pochettino di Southampton

Soal kritik penggemar yang mengatakan Pochettino akan terkendala bahasa, manajemen Southampton sudah mengambil inisiatif soal itu. Maka ditunjuklah David Salas, seorang penerjemah yang akan membantu pekerjaan Pochettino di Southampton.

Salas sudah lama tinggal di London, kurang lebih 10 tahun. Ia pernah beberapa kali ditunjuk sebagai penerjemah dalam wawancara maupun konferensi pers. Tak butuh waktu lama bagi Salas untuk akrab dengan Pochettino. Bagi Salas, Pochettino sangat memudahkan pekerjaannya.

Sifatnya yang membumi memudahkan Salas. Bagi Salas, Pochettino adalah manajer yang sangat mudah didekati. Ia juga beberapa kali mengajarkan Bahasa Inggris ke Pochettino. Pelatih asal Argentina itu juga sesekali di konferensi pers memakai Bahasa Inggris. Namun, ia tidak bisa lepas dari Salas, penerjemahnya.

Menghancurkan Tim Besar

Masalah bahasa selesai, bagaimana dengan kiprah Pochettino? Kehadiran Pochettino di St. Mary’s Stadium kala itu menjadi buah bibir. Ia melanjutkan estafet perjuangan Adkins di Southampton pada musim 2012/13. Memulai dengan paruh musim, misi Pochettino jelas, yang penting tidak degradasi.

Namun, Poch memberi lebih pada Southampton. Ia menyulap The Saints tidak hanya menjadi tim yang meringkuk di dasar klasemen. Tapi tim yang menghancurkan tim-tim superior di Liga Inggris. Dalam waktu kurang dari dua bulan, Southampton berhasil menghancurkan Manchester City, Chelsea, dan Liverpool.

Pada pekan ke-26, Southampton asuhan Pochettino mempermalukan City 3-1. Lalu meski di tiga laga setelahnya tidak meraih kemenangan, tapi ketika bertemu Liverpool, Pochettino kembali membawa Southampton menang 3-1.

Usai mengalahkan Liverpool, pasukan Pochettino dihadang Chelsea. Namun, sekali lagi, Pochettino berhasil membawa Southampton mengalahkan The Blues 2-1. Pasukan Pochettino makin jadi pembicaraan di Inggris.

Permainannya Terinspirasi Bielsa

Dalam sekejap Pochettino telah banyak memberikan perubahan bagi Southampton. Tim itu berhasil mengumpulkan 19 poin dari 16 laga selama ditukangi Pochettino. Tentu ini mengejutkan. Bagaimana mungkin Southampton di tangan Pochettino berubah secepat itu?

Gaya bermain Pochettino di Southampton tidak jauh berbeda dari Marcelo Bielsa, rekan senegaranya. Bielsa yang juga mantan pelatih Pochettino telah banyak menginspirasinya, terutama soal gaya bermain dan taktik.

Dari segi gaya bermain, Pochettino memegang tiga prinsip: intensitas, organisasi permainan, dan kecepatan. Agar jalan, Poch membutuhkan pemain yang senada dengan skemanya. Beruntung Southampton sudah menyediakannya.

Poch butuh sosok ambisius, Soton menyediakan Rickie Lambert. Ketika butuh gelandang kreatif, Adam Lallana sanggup memenuhi kebutuhan itu. Southampton juga punya Steven Davis yang multifungsi. Poch juga punya Jay Rodriguez, sosok pengoper jitu Southampton. Ia juga punya Luke Shaw, salah satu produk akademi yang menonjol.

Cara yang Berbeda

Para fans dan manajemen Southampton menginginkan pendekatan sepakbola yang revolusioner. Pochettino melakukannya, tapi dengan cara yang berbeda. Ia tidak mau menjalankan penguasaan bola tapi semrawut. Maka, yang dilakukannya bermain sepakbola pragmatis. Ia bersikeras bahwa gayanya tidak harus revolusioner.

Pochettino membuat para pemain Southampton melakukan tekanan yang terkontrol dan intens. Sembari menunggu lawan melakukan kesalahan. Salah satu kunci keberhasilan Southampton era Pochettino adalah Rickie Lambert dan Jay Rodriguez.

Lambert jadi top skor klub di akhir musim 2012/13 dengan 15 gol. Sedangkan Rodriguez selain mencetak 6 gol juga menjadi top asis klub dengan 8 asis. Akhir musim 2012/13 Southampton memang hanya finis di peringkat 14, tapi Poch segera merombak tim di musim berikutnya.

Musim 2013/14 Makin Mantap

Musim 2013/14 menjadi musim penuh pertama Pochettino di Southampton. Ia mendatangkan pemain yang kini jadi bintang seperti Dejan Lovren. Lalu muncul pemain dari akademi seperti Calum Chambers. Nama seperti Matt Targett, Schneiderlin, Jose Fonte, sampai Maya Yoshida masih bertahan.

Sosok Rodriguez, Schneiderlin, dan Davis sering dipasang di lini tengah. Schneiderlin di tangan Pochettino digambarkan sebagai gelandang yang dinamis. Southampton di musim itu, kerap mengintimidasi lawan melalui pola serangan dari bawah.

Nathaniel Clyne, Luke Shaw, dan Calum Chambers kerap diandalkan Pochettino untuk menusuk pertahanan lawan. Bermain kombinasi di sepertiga akhir. Di musim itu pula, Southampton masih bisa mengalahkan Liverpool di pertandingan kelima 1-0.

Musim itu, Pochettino membawa The Saints finis di peringkat delapan. Dari 38 laga Premier League, Soton asuhan Pochettino meraih 15 kemenangan, 11 seri, dan 12 kali menelan kekalahan. Sayang, bakat Pochettino segera terendus Daniel Levy, bos Tottenham Hotspur. Ia pun dibajak The Lilywhites yang kelak diantarkannya ke final Liga Champions 2019.

Selama kariernya di Southampton, Pochettino pernah mengatakan bahwa timnya telah mempengaruhi sepakbola Inggris. “Kami mengubah mindset (klub lain). Para pemain muda muncul, dan klub lain pun mulai mempercayai pemain muda mereka,” kata Pochettino.

https://youtu.be/jIQzFf91Kuw

Sumber: TheseFootballTimes, FoxSports, Mirror, TheGuardian, PlanetFootball, PlanetSport, Transfermarkt

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru