Kemunculan Para Pelatih Muda yang Mengguncang Sepak Bola Eropa

spot_img

Para pelatih muda kembali mengguncang sepak bola Eropa. Hari ini banyak pelatih muda yang cukup sukses menukangi timnya. Walaupun tim yang diasuhnya bukan termasuk tim raksasa. Dari sekian nama yang muncul, ada beberapa yang menarik perhatian.

Di antaranya adalah mereka yang melatih tim-tim di Bundesliga, Ligue 1, hingga Serie A. Bahkan ada pula yang memberikan keajaiban di Liga Champions. Siapakah para pelatih muda tersebut? Mungkinkah mereka ini pada akhirnya akan dilirik tim-tim raksasa?

Sebastian Hoeness

Bruno Labadia yang diproyeksikan sebagai penerus Pellegrino Matarazzo justru tidak membawa angin segar untuk VfB Stuttgart. Tim itu pun akhirnya mendepak Labadia kurang dari empat bulan usai diboyong pada Desember 2022. Sebelum musim 2023/24 bergulir, Stuttgart sudah mendapatkan pelatih baru.

Orang itu adalah Sebastian Hoeness yang datang pada April 2023. Dilansir Deutsche Welle, CEO Stuttgart, Alexander Wehrle yakin Sebastian Hoeness adalah sosok yang tepat untuk tim. Pengalaman Hoeness di Bundesliga dengan menangani tim-tim muda dilihat oleh CEO Stuttgart tersebut.

Hoeness betul berpengalaman melatih tim muda. Bahkan sejak di Zehlendorf. Hoeness juga pernah menukangi tim muda Bayern Munchen, tak terkecuali tim Bayern Munchen II. Kendati pengalaman di tim seniornya baru mulai ketika menukangi TSG Hoffenheim.

Sebastian Hoeness bukan keturunan orang sembarangan. Ayahnya, Dieter Hoeness adalah mantan penyerang Timnas Jerman. Sementara sang paman, Uli Hoeness juga sama. Uli bahkan kini menjabat anggota dewan penasihat Bayern Munchen. Setelah ditunjuk, Sebastian Hoeness mulai menanamkan pengaruhnya di VfB Stuttgart.

Hal itu terlihat musim ini. Hoeness membawa Stuttgart ngosak-ngasik di Bundesliga. Hingga pertandingan ke-15, Stuttgart dibawanya ke empat besar. Pencapaian yang menakjubkan untuk tim yang pada musim lalu nyaris terdegradasi.

Lewat formasi 4-2-3-1, Hoeness menyulap Stuttgart menjadi tim yang punya stabilitas pertahanan dan sepak bola menyerang yang ekspansif. Jika kamu pernah menonton Munchen saat dilatih Hansi Flick, kurang lebih gaya mainnya sama.

Pelatih 41 tahun itu juga menjadikan Sehrou Guirassy mesin gol di Bundesliga yang menghantui jumlah gol Harry Kane. Di tangannya, pemain seperti Denis Undav juga kembali menemukan ritme permainannya.

Xabi Alonso

Akan menjadi biasa saja andai Xabi Alonso datang ke Bundesliga membuat Bayer Leverkusen stagnan. Xabi Alonso juga akan dicaci maki apabila Die Werkself justru nyaris terdegradasi di tangannya.

Namun, yang terjadi tidak begitu. Di tangan mantan pemain Real Madrid tersebut, Bayer Leverkusen benar-benar jadi jago. Datang untuk menggantikan Gerardo Seoane, Alonso dengan cepat menerapkan gaya permainannya. Peraih gelar Piala Dunia 2010 itu tidak kesulitan untuk beradaptasi pada iklim Bundesliga.

Tentu karena Alonso pernah bermain untuk Bayern Munchen. Tapi bermain dan melatih adalah dua hal yang berbeda. Alonso juga tidak melatih mantan timnya dulu. Namun, sejauh ini, Alonso mengerti cara mengelola tim seperti Bayer Leverkusen.

Maklum, pelatih yang satu ini kenyang dilatih oleh pelatih-pelatih beken. Jadi ilmunya itu tinggal dipraktikkan saja. Hasilnya, dari 15 laga di Bundesliga musim ini, Die Werkself belum terkalahkan. Di Liga Eropa, enam laga di Grup H mereka sapu bersih dengan kemenangan.

Tak ayal kalau Bergas Agung Brilianto, penulis The Flanker menulis bahwa Leverkusen benar-benar terlihat seperti tim yang dilatih dengan sangat baik. Semuanya on point, mendetail. Kalau sudah begini, juara Bundesliga ataupun tidak, meraih trofi maupun tidak, Leverkusen asuhan Alonso akan tetap mendapat pujian.

Bahkan bukan cuma itu. Apa pun hasil yang diperoleh Bayer Leverkusen di akhir musim nanti, Xabi Alonso yang usianya baru 42 tahun masih akan dilirik oleh tim-tim besar. Kalaupun tidak, yakin deh, para penggemar Liverpool maupun Real Madrid pasti ingin Alonso suatu saat nanti melatih dua tim itu.

Francesco Farioli

Didier Digard merasa semuanya akan baik-baik saja ketika ditunjuk melatih OGC Nice, menggantikan Lucien Favre. Namun, hanya meriah 17 poin dari 13 pertandingan terakhirnya di Ligue 1 pada musim 2022/23 dan tersingkir di Liga Konferensi Eropa oleh FC Basel di babak perempat final, membuatnya tersingkir.

Petinggi Nice menginginkan perubahan. Dan perubahan yang diinginkan itu mesti dipimpin manajer baru. Alhasil, Francesco Farioli, pelatih yang usianya lebih muda dari Lionel Messi ditunjuk. Sama sekali tidak ada catatan kalau Farioli adalah mantan pemain yang gagal melanjutkan kariernya.

Farioli sudah memulai kariernya di dunia kepelatihan saat usianya masih 20 tahun. Selama kurang lebih 10 tahun Farioli menghabiskan kariernya sebagai pelatih kiper. Tercatat sejak 2009 hingga 2019. Dari Margine Coperta hingga Sassuolo. Di Sassuolo ia bekerja di bawah bimbingan Roberto De Zerbi. 

Kendati begitu, melatih Nice bukan pengalaman pertamanya sebagai pelatih kepala. Sebelumnya Farioli sudah melatih dua tim Turki, Fatih Karagümrük dan Alanyaspor. Karena pernah dibimbing De Zerbi, permainan Farioli juga tak jauh beda dengannya. Farioli menyulap Nice menjadi tim dengan akurasi umpan 87,4% musim ini. Tertinggi kedua setelah Paris Saint-Germain.

Tidak sampai di situ. Di tangan Farioli, Nice juga menjadi tim dengan pertahanan paling kokoh di Ligue 1. Hingga 20 Desember 2023, tim berjuluk Les Aiglons ini hanya kebobolan sembilan gol saja, paling sedikit dari semua kontestan Ligue 1. Juga paling sedikit di antara seluruh tim di lima liga top Eropa selain Inter.

Mereka mencatatkan 10 kali nirbobol. Delapan di antaranya secara beruntun. Farioli sukses membangun tembok kokoh dengan materi pemain seperti mantan pemain Die Roten, Dante, dan Jean-Clair Todibo. Juga kekuatan lini tengah seperti Kephren Thuram dan Morgan Sanson.

Thiago Motta

Siapa aktor di balik kegemilangan Bologna musim ini? Orang itu adalah Thiago Motta. Motta yang usianya baru 41 tahun berusaha membawa Bologna kembali ke papan atas Serie A dan membuka peluang bermain di kompetisi Eropa. Hingga giornata ke-16, Rossoblu duduk di peringkat keempat Serie A.

Nama Thiago Motta tentu saja tidak asing. Ayolah! Siapa bisa melupakannya saat membawa Inter meraih treble winner? Usai gantung sepatu pada 2018, Motta melanjutkan karier kepelatihannya. Motta belajar di akademi kepelatihan Coverciano. Ia juga menyerap ilmu dari banyak pelatih hebat, seperti Unai Emery dan Jose Mourinho.

Sebagai pelatih ia masih kering pengalaman. Maka dari itu, bersama Bologna masih trial and error. Motta bahkan nyaris mendapat pengusiran dini karena dalam empat laga pertamanya melatih Bologna tidak memetik satu pun kemenangan.

Fans mencemooh. Media mengompori. Tapi Motta tetap bertahan. Joey Saputo, pemilik Bologna menaruh kepercayaan penuh pada Motta. Berkat kepercayaan itu, ia menjadikan Bologna laboratorium. Bologna diubahnya menjadi tim yang cakap dalam tekanan balik, presisi dalam bentuk permainan, dan sebisa mungkin tak kebobolan.

Untunglah ia juga didukung Giovanni Sartori, sang direktur teknik. Sehingga bisa mengembangkan pemain-pemain hebat seperti Joshua Zirkzee, Lewis Ferguson, Remo Freuler, Sam Beukema, hingga Riccardo Orsolini.

Jacob Neestrup

Jacob Neestrup baru naik pamornya setelah mengantarkan FC Copenhagen ke 16 besar Liga Champions. Pencapaian itu sangat mengejutkan. Apalagi lolos dengan status sebagai tim dengan paling sedikit mencetak gol di Grup A. Terlebih The Lions sudah lebih dari sedekade tidak melangkah ke 16 besar Liga Champions.

Neestrup bukanlah pelatih yang diboyong dari tim lain. Ia mulanya adalah asisten Jess Thorup. Setelah Copenhagen tidak melanjutkan kerjasama dengan Thorup, Neestrup naik menjadi pelatih utama. Usianya baru 35 tahun, namanya sudah tercatat di buku sejarah.

Meski masih muda, di Denmark, Neestrup orang yang cukup temperamental. Ia acap menampakkan kegusarannya. Namun, ia juga tegas. Neestrup juga menjadi sosok yang tidak segan mengakui kesalahan. Ia paham bahwa permainannya tidak disukai oleh penggemar FC Copenhagen seluruhnya.

Rangkaian hasil kurang baik di Liga Denmark menjadi pemicunya. Namun, dengan fleksibilitas taktik dan agresivitas permainan The Lions di tangannya, Neestrup menjadi salah satu pelatih muda yang layak mendapat sorotan.

Sumber: TheAthletic, Bundesliga, ESPN, FootballTeamNews, Bold

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru