Dunia sepak bola sedang diuji dengan kasus yang menimpa Hakeem Al-Araibi. Ia saat ini ditahan kepolisian Thailand sejak mendarat di negeri itu pada 27 November lalu. Status Al-Araibi disengketakan tiga negara: Bahrain ingin memulangkannya, Australia ingin melindunginya, dan Thailand mengamankannya untuk Bahrain.
Kasus Al-Araibi merentang sejak tahun 2012. Saat itu sedang musimnya Arab Spring, yaitu gerakan protes menggoyang rezim penguasa di banyak negara Arab. Al-Araibi ditahan kepolisian selama tiga bulan lantaran dituduh merusak kantor polisi selama protes tersebut. Ia ditangkap saat hendak menonton Barcelona kontra Real Madrid di sebuah kafe.
Ia lalu dibebaskan setelah menyodorkan bukti bahwa ia sedang bermain membela Al-Shabab di Stadion Al-Muharraq. Meski begitu, Al-Araibi tetap akan diadili. Dalam pengadilan yang diselenggarakan pada 2014, ia dihukum sepuluh tahun penjara meski tak menghadiri pengadilan.
Al-Araibi yang merupakan anggota timnas junior Bahrain lalu diizinkan ke Qatar untuk membela negaranya. Dari sana, ia terbang ke Iran, Malaysia, lalu tiba di Australia pada 2014. Di negeri kanguru, ia mendapatkan status “pengungsi” pada 2017.
Ia bermain untuk sejumlah klub di Australia dan menikahi istrinya di sana pula. Ketika ia hendak berlibur bersama sang istri ke Thailand, ia ditahan pihak bandara karena namanya dicantumkan dalam “daftar pencarian orang” kepolisian Bahrain.
Kepada CNN, ia yakin pihak Bahrain mengincarnya akibat komentarnya terhadap petinggi Bahrain kepada media Jerman pada 2016 lalu. Kepada ARDTV, ia mengungkap Sheikh Salman Bin Ebrahim Al Khalifa, tokoh penting sepak bola Bahrain, tak pantas mencalonkan diri menjadi Presiden FIFA. Sheikh Salman dianggap memiliki masalah dengan HAM saat menyasar banyak nama semasa protes 2012. Al-Araibi juga menambahkan bahwa Sheikh Salman kerap mendiskriminasi atlet-atlet muslim syiah, serta kerap menghukum atlet-atleti yang pro demokrasi sejak 2011.
Al-Araibi juga mengungkap kekerasan yang dilakukan terhadapnya di penjara Bahrain. “Mereka menghabiskan tiga jam menghajar kakiku seraya mengatakan, “Kami akan mematahkan tulangmu, kami akan menghancurkan masa depanmu, kau tak akan bermain sepak bola lagi”.”
Nasibnya kini terkatung-katung di Thailand. Kepada The Guardian, ia menyatakan ketakutannya bila dipulangkan paksa ke Bahrain. “Aku tidak berbuat apa pun di Bahrain, aku tidak berbuat apa pun di Thailand, aku tidak berbuat apa pun di Australia. Bagaimana bisa mengurungku seperti ini? Tolong bantu aku. Tidak ada HAM di Bahrain dan tidak ada jaminan keselamatan untuk orang-orang sepertiku.”
Pihak Australia yang telah menjaminnya jadi pihak yang paling ngotot untuk membebaskan Al-Araibi. Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah menghubungi Perdana Menteri Thaland Prayut Chan-o-Cha mengenai pembebasan Al-Araibi. Morrison menyatakan Australia telah “menggedor semua pintu” untuk memastikan Thailand membebaskannya.
Federasi Sepak Bola Australia (FFA) pun telah melayangkan protes. Hingga berita ini diturunkan, mereka memboikot Piala AFF U-22 di Thailand yang juga akan diikuti Indonesia. FFA telah membatalkan keberangkatan timnasnya hingga masa depan El-Araibi dipastikan. Selain itu, berbagai dukungan pun telah dilontarkan oleh banyak suporter di berbagai event dan media sosial.
Jadi, mari berdoa bersama untuk keselamatan Al-Araibi …