Siapa yang tak kenal dengan sosok kharismatik yang pernah memimpin klub asal Italia, Inter Milan, Javier Zanetti.
“Dia adalah lawan yang paling aku segani,” kata Paolo Maldini
“Dia mengajarkan padaku bagaimana menjadi seorang kapten,” ungkap Fabio Cannavaro.
“Jika ingin menjadi seorang pesepakbola, lihatlah Zanetti,” ujar wasit legendaris Pierluigi Collina.
Itulah ungkapan luar biasa yang keluar dari mulut para legenda sepak bola. Gaya bermain yang tenang, jiwa kepemimpinan yang tinggi, serta bijak dalam mengambil keputusan membuat sosok Zanetti begitu disegani oleh kawan maupun lawan.
Zanetti kecil hidup dari keluarga yang serba kekurangan. Sang ayah hanya bekerja sebagai tukang batu. Karena kondisinya itupun, Zanetti terdorong untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Setiap harinya ia harus bangun pagi untuk berkeliling mengantar botol susu ke para pelanggannya. Ia jalan kaki. Pekerjaan paginya itu memakan waktu hingga empat jam.
“Aku memakai seragam sebagai bocah pengantar susu. Pukul 8 pagi setelah selesai pekerjaan, aku lalu pergi ke sekolah. Selesai sekolah, aku langsung pergi latihan.” ungkap Zanetti
Kecintaan Zanetti terhadap sepak bola terus mendorong nya untuk tetap berlatih meski hari-harinya diisi oleh berbagai aktivitas penting. Dirinya terus mencoba masuk ke tim-tim sepak bola Argentina, hingga pada akhirnya berhasil lolos ke akademi Independiente.
Javier Zanetti mengawali karier di tim junior Independiente. Di klub itu, ia bermain sebagai striker. Posisi yang cocok dengan karakternya. Ia suka dribel, menusuk ke kotak penalti dan melepas umpan silang.
Namun, seiring berjalannya waktu, posisi Zanetti terus berubah. Pertama ia jadi gelandang, lalu digeser lagi sebagai pemain belakang. Masa suram mendatangi Zanetti ketika ia dikeluarkan dari Independiente karena dinilai terlalu kurus. Namun, setahun berselang, ia bergabung dengan klub Talleres.
Di klub ini, Zanetti menandatangani kontrak pertamanya, sebelum pada akhirnya di tahun 1993, ia pindah ke Banfield dan dipanggil Tim Nasional Argentina.
“Pada suatu malam ketika kami sedang tur di Afrika Selatan bersama Timnas Argentina, Pelatih Daniel Passarella mengetuk pintu kamarku. Dia bilang: ‘Javier, Inter Milan ingin membelimu’,” kenang Zanetti
Saat itu, Massimo Moratti yang baru saja diangkat menjadi presiden baru Inter mengungkap bahwa ia lah yang menginginkan pemain asal Argentina itu.
Kala itu, keputusan tersebut sempat menjadi kontroversi karena banyak yang menyebut bahwa Moratti telah mengeluarkan keputusan aneh dengan membeli pemain yang dianggap tak jelas dari Argentina.
Didatangkan dari klub Argentina Banfield di usia 22 pada tahun 1995, saat itu tak ada yang mengenalnya. Namun, perlahan tapi pasti, Zanetti terus menunjukkan permainan yang apik dan konsisten.
Hingga pada akhirnya ia berhasil meraih trofi pertamanya bersama Inter tepat di tahun 1998. Saat itu Inter berhasil menjuarai Piala UEFA.
Kehebatan Zanetti di Inter Milan mulai tercium oleh pemain lain, salah satunya adalah Ryan Giggs.
“Aku pertama kali menghadapi Zanetti di perempat final Liga Champions pada tahun 1999. Dia bek kanan, sedangkan aku di kiri.”
“Kualitas, kecepatan, power, kecerdasan dan kelihaiannya membuatku terkesan.”
Seiring dengan permainannya yang terus berkembang dan ditambah dengan masa paceklik juara Inter saat itu, Ia sempat digoda oleh Manchester United.
“Ada beberapa rumor yang mengatakan bahwa Manchester United ingin merekrut ku pada akhir tahun 1990-an lalu. Aku pernah bertemu dengan Sir Alex Ferguson di bandara ketika sedang berada di Inggris bersama istri. Kami sedikit mengobrol soal transfer sepakbola, tapi aku selalu ingin bersama Inter, bahkan meski saat itu Inter sedang dalam masa sulit. Cintaku untuk Inter tak tergantikan,”
Kesetiaannya itupun berbuah manis kala dirinya berhasil memimpin skuat La Beneamata dalam meraih trigelar dalam satu musim konpetisi. Musim 2009/10, Zanetti berhasil membawa Inter meraih trofi Liga Champions, melengkapi gelar Serie A dan Piala Italia.
Kegigihannya untuk terus berkembang membuatnya dikenal sebagai pribadi yang tangguh. Dirinya mengungkap bahwa karakter itu tumbuh saat masa kecil dulu.
“Saat aku dikeluarkan oleh Independiente karena terlalu kurus, aku memutuskan untuk membantu ayah bekerja sebagai tukang bangunan.”
“Pengalaman ini membantuku memahami banyak hal dalam hidup. Pekerjaan ini memperkuat mental dan meyadarkanku untuk terus berjuang.”
Selama berkarier di Inter Milan, ia telah memenangkan lima gelar Serie A, empat Piala Italia, empat Piala Super Italia, satu Piala Dunia antar Klub, satu Piala UEFA dan satu trofi Liga Champions. Sebanyak 15 gelar di antaranya diraih saat ia menjabat sebagai kapten.
Saat ini, Legenda asal Argentina tersebut menjabat sebagai Wakil Presiden Inter Milan.
Kerja keras yang dilakukan oleh Zanetti tak sia-sia. Ia berhasil menjadi pahlawan yang datang dari Argentina untuk kemudian mendapat banyak sanjungan di Negri Pizza Italia.