Ada sebuah ungkapan yang terkenal dari Bung Karno, “Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam”. Kalimat itu tidak berarti Bung Karno meminta segenap Bangsa Indonesia untuk terjun ke laut mencari mutiara.
Perkataan itu semacam pelecut semangat bagi siapa pun yang sedang berjuang. Kelak bertahun-tahun setelah Indonesia merdeka, perkataan Soekarno itu mengalir dalam darah anak-anak Timnas Indonesia yang sedang berjuang di medan pertempuran bernama Piala Asia.
Karena sudah memutuskan bertempur, mereka harus terjun sangat dalam pada pertempuran. Segala bentuk susah payah harus mereka lewati. Tak terkecuali menghadapi Timnas Jepang di laga terakhir Grup D. Ya, sebuah laga yang tidak hanya menentukan nasib bangsa ini, tapi juga Jepang itu sendiri.
Daftar Isi
Jalan Terjal Sebelum Bersua Jepang
Sebelum menghadapi Jepang, Indonesia telah menghadapi pahit-manis sepanjang gelaran Piala Asia. Menghadapi negara konflik, Indonesia kembali harus dihajar.
Tiga gol Irak hanya dibalas satu gol ala Vinicius Junior di final Liga Champions 2022 yang dicetak Marselino Ferdinan. Kalah di laga pertama jadi pencapaian buruk Indonesia di Piala Asia. Sebab di edisi sebelumnya, Indonesia tak pernah kalah di laga pertama.
ALL GOALS #AsianCup2023
— 𝐌𝐀𝐓𝐂𝐇 𝐃𝐀𝐘! (@TodayMatchHD) January 15, 2024
Iraq 🇮🇶 3-1 🇮🇩 Indonesia#AsianCup #إندونيسيا_العراق
⚽ Marselino 37'
–
⚽ Ali 17', Rashid 45+7', Hussein 75'pic.twitter.com/7RuiNkiygf
Tapi ditolak cewek untuk pertama kali bukan akhir dari segalanya. Begitu pula kalah di laga pertama. Di laga kedua menghadapi Vietnam, Indonesia jauh lebih percaya diri walaupun ranking berada jauh di bawah Pasukan Nguyen. Dan meskipun Shin Tae-yong tidak pernah menang melawan Vietnam.
Namun, tekad mengalahkan Vietnam bergelora. Bukan hanya karena sudah paham dari ujung kepala sampai ujung kaki kekuatan Vietnam, tapi juga karena Phillipe Troussier selalu seperti Djadjang Nurdjaman ketika menghadapi Timnas Indonesia.
Phillipe Troussier vs Indonesia:
— StatsRawon (@StatsRawon) January 19, 2024
2004 1-2 vs Indonesia as Qatar coach.
2024 0-1 vs Indonesia as Vietnam coach.
Better luck next time coach 😉 pic.twitter.com/6DRzgpPe1N
Vietnam ternyata tak terlalu superior. Shin Tae-yong tahu kelemahan taktik Troussier. Indonesia pun mencetak gol lewat titik putih. Asnawi Mangkualam yang jadi eksekutor sukses menjalankan tugasnya.
Lewat gol yang setengah jatuh dari langit itu, Indonesia mengunci kemenangan hingga peluit panjang. Yah, walaupun datang dari kotak penalti, gol tetaplah gol. Kemenangan tetap dihitung tiga poin. Indonesia bersuka cita. Shin Tae-yong akhirnya bahagia bisa mengalahkan Vietnam.
Poin yang Sama dengan Jepang
Raihan tiga poin di laga kontra Vietnam amat berharga bagi Indonesia. Karena itu artinya poin mereka sama dengan Jepang. Ya, tim yang paling diunggulkan di Piala Asia itu juga baru mengantongi tiga poin. Hajime Moriyasu gagal membawa timnya memenangkan laga kontra Irak.
Alih-alih menang, Samurai Biru justru tersungkur. Jepang yang memiliki 73% penguasaan bola, gagal mencetak gol dalam 90 menit. Gol Wataru Endo baru datang di masa injury time. Jepang kalah 2-1 atas Irak. Kemenangan ini juga sangat berarti bagi Singa Mesopotamia.
Karena Irak belum pernah menang atas Jepang selama 31 tahun. Kemenangan itu juga memutus rekor 11 kemenangan beruntun skuad Hajime Moriyasu. Ini bisa juga membuktikan kalau Timnas Jepang tidak sekuat apa yang orang pikirkan. Namun, Indonesia tetap harus mewaspadai Jepang. Apalagi Indonesia selalu mengoleksi hasil minor ketika berhadapan dengan Timnas Naruto.
Iraq beat Japan 2-1 at the Asian Cup, ending their 11-game winning streak 🔥 pic.twitter.com/xO8W7AswfN
— B/R Football (@brfootball) January 19, 2024
Rekor Pertemuan
Sudah delapan kali Indonesia kalah dari Jepang dalam 15 pertemuan. Namun, Indonesia pernah lima kali mencuri kemenangan atas Timnas Jepang. Kalau melihat sisi positifnya, selisih kemenangan kedua tim kala bertemu tidak terlalu jauh, yakni tiga pertandingan saja.
Dari segi negatifnya, kemenangan terakhir Indonesia atas Jepang diraih tahun 1981 saat bertemu di pertandingan persahabatan. Itu artinya sudah 43 tahun Indonesia tidak pernah mengalahkan Jepang. Di pertandingan terakhir Indonesia bahkan dilibas 5-0 pada 1989.
Momen pertemuan terakhir Timnas Indonesia vs Jepang pada 11 Jun 1989.
— MakanBola Indonesia (@makanbolaID) January 21, 2024
Kala itu, skor akhir 5-0 untuk kemenangan tim Samurai Biru.
(📽️: YT/Sp1873) pic.twitter.com/hF0OtDwvjy
Itu terjadi di laga Kualifikasi Piala Dunia 1990 leg kedua. Pada leg pertama di GBK, Indonesia menahan imbang Jepang. Namun, di pertandingan kedua, tim yang diperkuat Rully Nere, Robby Darwis, Ricky Yacobi, hingga Jaya Hartono diganyang lima gol saat bertandang ke Stadion Nishigaoka, Tokyo.
Santai, STY Pernah Ngalahin Jepang, Kok
Dengan rekor itu, rasanya logis kalau Indonesia gentar menghadapi Jepang. Tapi melihat yang duduk di bench bukan Fachri Husaini atau Nandar Iskandar, tapi Shin Tae-yong, Indonesia tak perlu gentar. Sebab Shin Tae-yong pernah sekali mengalahkan Jepang.
Tak tanggung-tanggung, kemenangan itu diraih di final Piala Asia Timur atau EAFF 2017. Shin yang menukangi Korea Selatan waktu itu menghajar Jepang dengan skor 4-1. Kekalahan itu menjadi kekalahan terburuk yang dialami Jepang atas rivalnya. Terakhir Jepang dihabisi Korea Selatan pada 1954 dengan skor 5-1.
Modal kemenangan besar itulah yang dibawa Shin Tae-yong di laga pamungkas nanti. Walaupun dengan tim yang kualitasnya bagai langit dan kerak bumi. Kendati saat kalah atas Korea Selatan 2017 lalu, Jepang dilatih Vahid Halilhodzic.
Kekuatan Timnas Jepang
Namun, kualitas Jepang tak bisa diremehkan. Sebagai unggulan, mereka punya segalanya. Salah satunya materi pemain. Takefusa Kubo, Minamino, Tomiyasu, Endo, Ritsu Doan, bahkan Kaoru Mitoma. Khusus yang terakhir kabarnya sudah mulai berlatih. Ia bisa menjadi senjata rahasia untuk menggempur pertahanan Indonesia.
Ciri khas permainan Jepang adalah berinisiatif menyerang lebih dulu. Melakukan tekanan tinggi untuk memukul langsung di pertahanan lawan. Ini akan menjadi sangat berbahaya bagi Timnas Indonesia. Terlebih Indonesia sering melakukan build-up dari bawah.
Timnas yang dulu dikit-dikit long ball, ngeliat sekarang bisa main bola-bola pendek begini senengnya bukan main njir 😭🥰
— United Focus Indonesia (@utdfocusid) January 20, 2024
Minus di finishing doang nih build-up.. #Blibli @bliblidotcom pic.twitter.com/CCRPlcdX6p
Perlu mentalitas sekelas Ruben Dias untuk keluar dari tekanan para pemain Jepang. Lini belakang seperti Jordi Amat, Elkan Baggott, hingga Rizki Ridho perlu mengurangi kesalahan elementer. Yang mengkhawatirkan adalah apakah kecepatan pemain belakang Indonesia bisa menyamai lini depan Jepang?
Sandy Walsh mungkin bisa menjawabnya. Namun, karena kebanyakan pemain Jepang skillfull, Indonesia tidak hanya perlu ekstra waspada di dalam kotak penalti, tapi juga di setengah lapangan. Bisa jadi Jepang akan melepas tembakan dari luar kotak penalti. Ritsu Doan salah satu yang bagus soal itu.
“Jepang tim terbaik di Asia sekarang. Lini serang dan pertahanannya seimbang. Saya akui mereka tim yang nyaris sempurna,” puji Shin Tae-yong pada Timnas Jepang.
Kelemahan Jepang
Namun, seperti Barcelona, Timnas Jepang juga punya kelemahan. Jika Barca cekak keuangannya, Jepang cekak kesabarannya. Jepang memang punya amunisi berbobot untuk terus melakukan sepak bola menyerang. Tapi para pemain acap kali tak sabaran dan terburu nafsu.
Sering para pemain Jepang frustrasi ketika buntu dalam menyerang. Ditambah Jepang asuhan Moriyasu kerap meninggalkan lubang di lini belakang ketika fokus menyerang. Itulah yang menjadi kelemahan Jepang sejak tersingkir di 16 besar Piala Dunia 2022 lalu.
Ingat gol Ivan Perisic? Saat menghadapi Irak pun demikian. Casas tahu Jepang akan melakukan tekanan tinggi. Jadi, akan ada kelemahan di belakang. Lubang itulah yang dimanfaatkan para pemain Irak dengan kecepatannya. Indonesia kalau ingin tidak kalah melawan Jepang harus melakukan hal yang sama.
Bertahan total. Minim kesalahan di pertahanan sendiri. Tangkas dalam berduel. Bagus dalam transisi menyerang. Dan yang tak kalah penting, jika mau membobol gawang Jepang, finishing-nya harus berkualitas. Jika Rafael Struick mampet, bisa dicoba Ramadhan Sananta. Atau, kalau Sananta tak bisa, masih ada Dendy “Drogba” Sulistyawan.
Kemungkinan Peringkat Tiga Terbaik
Setelah kalah dari Irak, Moriyasu yakin lawan-lawannya akan lebih semangat mengalahkan Jepang. Tak terkecuali Timnas Indonesia. Moriyasu ogah meremehkan Indonesia asuhan Shin Tae-yong. Maka dari itu, Jepang akan tampil totalitas.
Lagi pula dengan kalah di pertandingan kedua, Jepang juga dihantui kegagalan lolos ke 16 besar. Karena terakhir kalinya Jepang tidak lolos ke fase gugur di Piala Asia, terjadi setelah mereka kalah di pertandingan kedua.
Itu terjadi pada edisi 1988. Jepang yang ditahan imbang Iran di laga pertama, justru kalah di laga kedua atas Korea Selatan. Mereka akhirnya tak lolos ke fase gugur setelah kalah lagi dua pertandingan lainnya. Kemenangan atas Indonesia nanti adalah harga mati.
Karena ini bukan cuma pertaruhan lolos atau tidak, tapi harga diri. Indonesia perlu memikirkan kemungkinan terburuk. Kalaupun kalah, Indonesia masih berpeluang jadi salah satu dari empat peringkat tiga terbaik untuk lolos ke 16 besar. Syaratnya Qatar wajib menang atas China.
Sejauh ini Indonesia masih aman di ranking 4 tim peringkat tiga terbaik untuk lolos ke fase 16 besar.
— Bolalob.com (@Bolalob) January 22, 2024
Semoga pecah rekor lolos pertama kali dari fase grup nih lob!#BolalobFootball pic.twitter.com/EklgIJRIfn
Dengan begitu siapa pun yang menempati posisi ketiga dari Grup A akan memperoleh dua poin saja. Sementara laga India vs Suriah dan Palestina vs Hongkong harus berakhir imbang. Jika itu terjadi, Suriah dan Palestina yang jadi saingan di tabel peringkat tiga terbaik hanya akan mengantongi dua poin.
Namun, tidak ada bangsa terhormat yang nasibnya tergantung dengan bangsa lain. Jadi, Indonesia harus menentukan nasibnya sendiri dengan tidak kalah melawan Jepang.
Sumber: Marca, JapanTimes, OneFootball, Footballista, Ronspo, 11v11, RRI, Detik, Goal