5 Mei 2023 adalah kali terakhir FC Schalke meraih kemenangan di Bundesliga. Ketika itu Schalke menekuk perlawanan FC Mainz dengan skor tipis 3-2 di Mewa Arena. Namun, peraih tujuh gelar Bundesliga itu kini terseok-seok di papan bawah 2. Bundesliga.
Ya, Schalke tak lagi bermain di Bundesliga. Musim lalu Schalke yang bermain di Bundesliga harus menelan pil pahit degradasi di akhir musim. Kekalahan atas RB Leipzig tiga spieltag setelah kemenangan atas Mainz membuat Schalke terbenam di posisi 17.
Degradasi pun tak terelakkan. Hari ini, hingga spieltag 20, Schalke yang berada di peringkat 14 juga harus menghadapi ancaman baru. Royal Blues terancam turun kasta ke divisi tiga. Jika itu yang terjadi, Schalke juga harus menghadapi kemungkinan terburuk, yaitu pembubaran.
Daftar Isi
Kejayaan Schalke
Diambang bubar adalah sebuah ironi bagi Schalke. Apalagi tim dari Kota Gelsenkirchen ini pernah menjadi salah satu kekuatan Bundesliga. Schalke pernah mendominasi kompetisi domestik antara tahun 1933-1945. Setelah Perang Dunia II, Schalke bertransformasi menjadi salah satu kekuatan Jerman.
Selama berdiri, Schalke dihidupi oleh para pekerja tambang. Kebetulan Gelsenkirchen merupakan pusat industri terkemuka di Jerman. Gelsenkirchen adalah rumah bagi pertambangan batu bara dan kilang minyak. Menyusul industri di Gelsenkirchen yang runtuh, Schalke pun mengalami masa-masa terpuruk sekitar tahun 1957.
Dan Goldy, Zigfred Reitberger, Henry Haberling and Walter Piepke of the Buffalo, NY joined others from Rochester, NY as the Western New York All Stars played F.C. Schalke ‘04 in the spring of 1963. #s04 pic.twitter.com/NLyNWV46Ii
— Buffalo Soccer History (@BSHarchive) January 24, 2019
Namun, tim ini bisa bangkit lagi. Tahun 1963, ketika Bundesliga dibentuk, Schalke masuk di dalamnya. Selama periode 1963-2000, Schalke mulai ditata sebagai klub yang dikelola profesional dan komersial. Memasuki tahun 2000, Royal Blues menemui masa kejayaan barunya.
Schalke selalu bersaing di papan atas Bundesliga. Royal Blues juga kerap tampil di kompetisi Eropa seperti Liga Champions. Di samping itu, Schalke juga sukses dua kali secara beruntun menjuarai DFB Pokal sejak tahun 2000 hingga 2002.
Masuknya Gazprom
Schalke seolah menemukan masa depan yang cerah dan penuh harapan ketika Gazprom, sebuah perusahaan minyak Rusia datang berinvestasi. Tahun 2006, Gazprom menyuntikkan dana yang jumlahnya hingga 125 juta euro selama periode lima tahun.
El Schalke 04 decidió quitar el logo de GAZPROM ( empresa gasística que pertenece al estado ruso, patrocina al Schalke desde 2006 con contrato hasta 2025,) por la invasión de Rusia a Ucrania. ⚽️ pic.twitter.com/KA3hsHPLP2
— Maria Paula Rodríguez (@mariap8910) February 24, 2022
Akan tetapi, investasi yang dilakukan Gazprom ini awalnya menimbulkan kecurigaan. Curiga kalau upaya akuisisi ini bermuatan politis. Dengan menggelontorkan dananya untuk Schalke, Gazprom dipandang telah membeli persahabatan di Jerman.
Terlepas dari itu, kerja sama dengan Gazprom menguntungkan bagi Schalke. Terlebih dengan uang dari Gazprom, Die Knappen bisa menjadi lebih baik lagi. Terbukti pada musim 2007/08, Schalke untuk kali pertama lolos ke perempat final Liga Champions.
Mereka mengalahkan FC Porto lewat drama adu penalti. Sayang seribu sayang, di perempat final, Barcelona terlalu kuat bagi Die Knappen. Namun, dengan kekuatan finansial yang mulai stabil berkat konsistensi mereka di papan atas, Schalke bisa berbenah.
Tahun 2009, Felix Magath yang memimpin Wolfsburg ke puncak Bundesliga direkrut. Schalke juga mulai mendatangkan pemain berkelas. Sebutlah misalnya Klaas-Jan Huntelaar dan Raul Gonzales. Akan tetapi, Magath justru gagal mengambil hati pendukung Schalke. Apalagi di tangannya, Schalke tak berprestasi sama sekali.
Rangnick dan Kejayaan Liga Champions
Tahun 2011 Magath dipecat. Ralf Rangnick masuk beberapa bulan setelah pemecatan Magath. Tugas Rangnick tidak mudah. Apalagi musim 2010/11 menjadi salah satu musim yang diselimuti kekecewaan. Sejak awal musim, Schalke sudah tidak meyakinkan dengan kalah dalam empat laga beruntun.
Tugas Rangnick memperbaiki kekacauan yang dibuat Magath. Tidak hanya itu, Rangnick juga harus menghadapi lesunya semangat para pemain karena menderita hasil buruk. Namun, untungnya Schalke dianugerahi bakat hebat, seperti Manuel Neuer yang saat itu berusia seperempat abad.
📆 ON THIS DAY: 2011, Manchester United overcome Ralf Rangnick’s Schalke to reach the UEFA Champions League final. 🔴⚪️⚫️#MUFC
— UtdXtra (@Utd_Xtra_) May 4, 2023
pic.twitter.com/A3AW3VySom
Pemain muda mulai bermunculan di Schalke. Joel Matip dipercaya di lini belakang. Benedikt Howedes yang kelak juara Piala Dunia bersama Jerman juga bagian dari skuad Rangnick. Di sana Rangnick juga menemukan bakat muda baru bernama Julian Draxler.
Lewat perpaduan pemain muda dan veteran, di akhir musim Schalke sanggup menjuarai DFB Pokal. Tidak hanya itu, di Liga Champions tak disangka Die Knappen melaju hingga semifinal. Kekalahan atas Manchester United di semifinal, meski mengecewakan, tapi itu adalah kekalahan yang terhormat.
Schalke Diambang Bubar
Kejayaan Schalke tadi hanya tersimpan rapi di buku sejarah. Untuk mengulanginya lagi, rasanya seperti menunggu Komet Halley melintas. Jangankan untuk juara, bertahan hidup saja sulit buat Schalke. Tim ini sekarang sedang berlaga di 2. Bundesliga.
Royal Blues tak kunjung mentas dari papan bawah. Jika terus seperti itu, resikonya Schalke bisa terdegradasi di divisi tiga. Menurut laporan Sky Germany, seandainya degradasi ke divisi tiga, Schalke tidak akan mendapatkan lisensi untuk bermain di divisi tiga.
Hal itu lantaran Royal Blues memiliki utang yang sangat besar. Schalke memang terus mengalami lonjakan utang. Terbaru tim dari Lembah Ruhr ini memiliki utang sebesar 166 juta euro atau sekitar Rp2,8 triliun. Padahal pendapatan mereka pada tahun 2022 saja, hanya berkisar 157 juta euro.
Schalke terancam bangkrut dan menjadi klub amatir apabila mereka terdegradasi ke 3.Liga musim ini. Mereka tidak akan bisa dapat lisensi 3.Liga karena memiliki utang sebesar €165 juta [via Sky]
— Spieltag Indonesia (@SpieltagIndo) February 1, 2024
Saat ini mereka berada di posisi 15 2.Bundesliga dgn 20 poin, alias sama dgn tim… pic.twitter.com/avUj5Dk33W
Kesalahan Manajemen
Biar bagaimanapun inilah konsekuensi yang harus diterima akibat apa yang dilakukan Schalke di masa lalu. Kesalahan manajemen adalah pemicunya. Antara tahun 2016 dan 2020, Schalke menggerogoti diri sendiri dengan melepas separuh dari “Generasi Emas”.
Lucunya, para pilar yang dilepas tak menyokong dana sepeser pun untuk klub alias dilepas gratis. Joel Matip, Sead Kolasinac, Max Meyer, Leon Goretzka, hingga Alexander Nubel dilepas cuma-cuma. Royal Blues pun harus kehilangan potensi pendapatan hingga 120 juta euro (Rp2 triliun) dari transfer mereka.
Leon Goretzka joined Bayern from Schalke 04 in the summer of 2018 – Sebastian Rudy made the reverse switch.#S04FCB pic.twitter.com/choCntJabq
— Bavarian Tweets (@BavarianTweets) September 22, 2018
Kebodohan manajemen menjadi-jadi dengan menggelontorkan banyak uang untuk mendatangkan pemain anyar. Coba bayangkan, mereka tak mendapatkan sepeser pun uang dari penjualan para pilar, tapi membeli pemain baru yang harganya mahal.
Seperti misalnya membeli Breel Embolo seharga 26,5 juta euro (Rp460 miliar) tahun 2016. Schalke juga membeli pemain seperti Nabil Bentaleb, Sebastian Rudy, Johannes Geis, Omar Mascarell, hingga Yevgen Konoplyanka yang harganya lebih dari 10 juta euro.
Willkommen auf #Schalke, Sebastian #Rudy! #S04 👋 pic.twitter.com/f8tRpQcz3C
— FC Schalke 04 (@s04) August 27, 2018
Kebanyakan dari pemain-pemain tadi dilepas lagi oleh Schalke secara gratis. Lewat strategi yang buruk begini, Royal Blues mengalami kerugian hingga 91,5 juta euro (Rp1,5 triliun). Karena strategi buruk ini pula, defisit keuntungan dan kerugian Schalke bahkan mencapai 211,5 juta euro (Rp3,5 triliun) selama periode 2015-2022.
Dihajar Pandemi
Keterpurukan Schalke makin melebar karena dua hal: pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina. Pertama soal pandemi. Ketika dihajar pandemi Covid-19 tahun 2020, ekonomi global sempat memburuk. Ekonomi tim seperti Schalke juga ikut-ikutan memburuk.
Bahkan pejabat klub terang-terangan menyatakan bahwa Schalke diambang kebangkrutan. Musim 2019/20 juga terjadi carut-marut di tubuh Schalke. Krisis terjadi di dalam lapangan dan di luar lapangan. Di dalam lapangan Royal Blues tampil buruk.
Di luar lapangan, Schalke mencopot Michael Reschke sebagai direktur teknik yang bahkan baru bekerja 18 bulan. Pemain seperti Nabil Bentaleb dan Amine Harit diskors. Sedangkan Vedad Ibisevic diputus kontraknya. Ibisevic terlibat perkelahian dengan asisten pelatih.
Alongside Nabil Bentaleb and Amine Harit, Vedad Ibišević has also been suspended by Schalke following recent actions. The suspensions currently appear to be indefinite. [@berger_pj,🥈] #S04 pic.twitter.com/yncyeYJOMh
— Schalke Daily (@S04Daily) November 24, 2020
Di musim itu pula, Schalke masih menanggung beban utang 200 juta euro (Rp3,3 triliun). Untungnya Schalke bisa bertahan di Bundesliga. Tapi di musim berikutnya, Schalke tak bisa terhindar dari degradasi setelah finis di posisi paling buncit.
Invasi Rusia
Kedua, invasi Rusia ke Ukraina. Serangan Rusia ke Ukraina di awal tahun 2022 menjadi berita menggemparkan. Insiden itu berdampak luas, tak terkecuali di dunia sepak bola. Schalke menjadi salah satu tim yang terkena imbasnya. Mereka terpaksa memutus kerja sama dengan Gazprom.
Die Knappen benar-benar membersihkan diri dari perusahaan asal Rusia itu. Schalke juga mencopot gambar logo Gazprom yang menempel bertahun-tahun di depan jersey mereka. Segala atribut dari perusahaan itu juga mulai dilepas oleh Schalke, termasuk yang ada di Veltins Arena.
See on hea näide, et tibladega ei saa asju ajada ka spordist. Schalke peasponsor perioodil 2006-2022 oli Gazprom. Nüüd on klubi sisuliselt pankrotis.
— Mart Raamat (@mart_raamat) January 31, 2024
Paras. pic.twitter.com/SQ1D1jye4d
Setelah itu, kondisi finansial klub makin rumit. Utang kian tak terbendung. Satu-satunya kisah yang bisa ditulis selanjutnya hanyalah kejatuhan Schalke. Royal Blues mencoba bertahan di Bundesliga. Tapi ketahanan mereka tak cukup sehingga degradasi adalah ganjarannya.
Tak Ada Identitas dan Gaya Bermain
Sebelum musim ini bergulir, direktur olahraga Peter Knabel berjanji bahwa tim akan mempersiapkan diri dengan baik untuk mencapai promosi ke Bundesliga. Namun, kenyataannya Royal Blues justru mendekat ke zona degradasi.
Jika kamu melihat susunan pemain Schalke musim ini, dijamin tak ada satu nama pun yang familiar di telinga. Bahkan kini Schalke hanya dilatih sosok pelatih medioker, Karel Geraerts. Implikasinya permainan Schalke di atas lapangan tak berkembang sama sekali.
Trotz der aktuellen Situation beim #S04 verzichtet Karel Geraerts darauf, die Profis härter ranzunehmen.
— SchalkeZone | S04 News (@SchalkeZone) January 30, 2024
Es gibt auch keinerlei „Straftraining.“
Geraerts macht es so, wie er es auch davor nach schwachen Spielen gehandhabt hat:
Er hofft, dass die Spieler quasi… pic.twitter.com/1MHeg40FQg
Die Knappen tidak punya gaya dan identitas permainan yang jelas. Hal itu pada akhirnya mempengaruhi penampilan mereka. Barangkali ketidakjelasan identitas dan gaya permainan ini karena Schalke kerap bergonta-ganti pelatih. Sehingga mereka pun tersendat soal strategi permainan.
Berjuang agar tak terdegradasi ke divisi tiga satu-satunya jalan yang bisa ditempuh Schalke. Mereka tak lagi fokus meraih tiket promosi ke Bundesliga, karena yang bisa dilakukan hanyalah bertahan hidup.
Begitulah Schalke. Tim yang memiliki basis penggemar terbanyak kedua (160 ribu) di Jerman itu tidak lagi berkalung medali, melainkan berkalung kenestapaan.
Sumber: FootballBussinessJournal, SkyGermany, WorldSoccerTalk, DailyMail, RealeaseTheKnappen, PanditFootball, Detik