Edmundo: Si Binatang Di Kompetisi Serie A Yang ‘Benci’ Italia

spot_img

Sepakbola Italia pernah begitu berjaya pada era 90 an. Selain karena bakat asli negara tersebut yang sangat mewah, ketika itu juga terdapat pemain-pemain hebat yang berasal dari Amerika Selatan. Ada banyak tim yang mampu tunjukkan konsistensi. Tidak hanya 3 atau 4, tetapi ada 7 tim sekaligus yang bersaing untuk meraih gelar scudetto.

Dalam rentetan tim tersebut, tentu terdapat pemain-pemain yang sangat bersinar. Satu diantara nama yang begitu tenar pada saat itu adalah Edmundo. Nama Edmundo mungkin tidak setenar Ronaldo kala bergabung dengan Inter Milan. Akan tetapi, Edmundo, dengan segala hal yang dimiliki, merupakan salah satu predator yang sangat layak diwaspadai.

Nama Edmundo dikenal bengal. Pria Brasil itu tak hanya garang di dalam lapangan, namun juga di luar lapangan. Dia punya banyak cerita ketika tidak sedang bermain di atas lapangan. Tingkah bengal yang dimiliki membuatnya dijuluki sebagai “The Animal” atau Si Binatang.

Dia garang, tak mau kalah, dan tak kenal ampun. Edmundo pernah diselidiki oleh pihak berwajib setelah kedapatan membanting sebuah televisi di kamar hotel, karena gagal melaksanakan tugasnya sebagai penendang pinalti.

Selain kasus tersebut, masih ada lagi aksi Edmundo yang pada akhirnya membuat komentator sepakbola asal Brasil bernama Osmar Santos, menjulukinya sebagai O’Animal.

Edmundo boleh dikatakan sebagai salah satu bakat terbesar asal Brasil ketika masih berseragam Corinthians. Pada tahun 1996, ketika ia menjalani status pinjaman dari Flamengo, sebanyak 32 gol berhasil diciptakan. Dia memiliki kecepatan, kecerdasan, dan kemampuan luar biasa dalam mencetak gol.

Tak sampai disitu, ketika kembali ke klub Vasco da Gama, dia juga masih terus mampu tunjukkan konsistensi. Dalam 28 pertandingan yang dijalani, sebanyak 29 gol berhasil dia ciptakan. Namun bukan Edmundo namanya bila tidak ada kabar miring yang ia buat. Dalam semusim, Edmundo tercatat telah mendapat sebanyak 7 kartu merah.

Bagi seorang penyerang, catatan tersebut tentu menjadi titik hitam dalam lukisan prestasi indahnya.

Kendati disebut sebagai pemain yang memiliki sikap tidak terlalu baik, apa yang telah diraih Edmundo di klub tersebut mampu membawanya menuju skuad Samba yang tampil di ajang Copa America 1997. Dia mampu mencetak dua gol dan berhasil mempersembahkan trofi Copa Italia untuk Brasil pada edisi tersebut.

Prestasi yang telah diraihnya pun membuat banyak klub diluar Brasil meminati jasanya. Tim asal Italia, Fiorentina pada akhirnya menjadi yang paling beruntung karena sukses dapatkan tanda tangannya. Dia hanya dibayar dengan nilai enam juta pounds. Sementara rekan senegaranya asal timnas Brasil, Ronaldo Nazario, diboyong Inter Milan dengan biaya senilai 25 juta pounds.

Menanggapi hal tersebut, Edmundo mengatakan bahwa dia masih lebih baik dari Ronaldo. Menurutnya, Ronaldo hanya memiliki keberuntungan dan punya sedikit citra positif serta karisma untuk membuatnya tampak indah di mata kebanyakan orang.

“Ronaldo tidak lebih baik dariku,”

“Aku banyak melakukan hal yang lebih baik darinya. Dia memiliki keberuntungan dan disaat yang sama banyak orang yang melihatnya. Dia tampil hebat untuk timnas Brasil, punya sedikit citra positif dan sosoknya karismatik,”

“Tapi itu tidak berarti membuatnya lebih baik dariku,” ucap Edmundo (via pundit feed)

Presiden Fiorentina ketika itu, Vittorio Cecchi Gori, merasa sangat senang dengan kedatangan Edmundo, dan menyebutnya sebagai pemain yang indah seperti kristal dan menakutkan seperti singa.

Namun ternyata bukan hal mudah bagi Edmundo untuk beradaptasi di Italia. Dia yang ketika itu berada dibawah asuhan Alberto Malesani jarang sekali mendapat kesempatan, menyusul terdapatnya nama Rui Costa, Luis Oliviera, Gabriel Batistuta, sampai pemain muda Domenico Morfeo.

Beruntung, timnas Brasil yang ketika itu turut menjadi salah satu tim yang tampil di ajang Piala Dunia 1998 memasukkan namanya ke dalam daftar pemain yang dipanggil. Sayangnya, dia hanya tampil dalam dua kesempatan. Itu pun dia dapatkan dari bangku cadangan.

Meski melewati masa yang tidak cukup menyenangkan, bukan Edmundo namanya bila menyerah begitu saja. Dia yang kembali ke Fiorentina pada akhirnya berhasil menunjukkan kualitasnya dibawah asuhan Giovanni Trapattoni. Mr Trap berhasil membuatnya seperti lahir kembali. Pelatih asal Italia itu dianggap telah berhasil menjinakkan Edmundo dengan membuat sang pemain mampu berada di bawah kendalinya dan tampil sesuai harapan.

Edmundo ditempatkan di posisi lapangan bersama dengan Oliviera untuk membantu serangan yang dipimpin oleh Gabriel Batistuta. Sementara itu, Rui Costa yang menjadi penyihir La Viola berada di posisi tengah untuk memastikan segala serangan yang dibangun berjalan dengan lancar.

Ketika itu,dia mampu mencetak 14 gol dari 38 pertandingan yang dijalani.

Akan tetapi sekali lagi, Edmundo kembali pada sikap yang memang ada pada dirinya. Meski menjadi salah satu pemain paling menakutkan di kompetisi Serie A, dia kembali ciptakan konflik yang kali ini melibatkan pelatihnya.

Ucapan Mr Trap yang disebut telah menjinakkan Edmundo ternyata tidak bertahan lama. Konflik pertamanya bersama sang pelatih adalah ketika ia tidak terima setelah dikeluarkan pada laga melawan AS Roma, dimana Fiorentina sudah memimpin dengan skor 1-0. Dia yang diganti oleh seorang bek merasa kesal. Parahnya lagi, laga harus berakhir dengan kekalahan setelah AS Roma berhasil membalikkan keadaan dan memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.

Sempat kembali dipercaya oleh sang pelatih, Edmundo sekali lagi berulah. Fiorentina yang saat itu masih memimpin klasemen dalam kurun waktu 30 tahun terakhir harus dihadapkan dengan fakta menyedihkan, dimana penyerang andalan mereka, Gabriel Batistuta, mengalami cedera parah dan tidak bisa diturunkan. Disaat yang sama, Fiorentina harus berhadapan dengan AC Milan yang jadi penantang terkuat scudetto musim 1998/99.

Saat dibutuhkan untuk menggantikan posisi Gabriel Batistuta, Edmundo malah memutuskan untuk pulang ke Brasil, demi bisa mengunjungi karnaval yang diadakan di Rio. Setelah ditelusuri, ternyata Edmundo memang merasa tidak betah berada di Italia. Dia memiliki klausul kontrak yang memungkinkannya untuk kembali ke Brasil kapan saja jika dia mau. Termasuk mengunjungi karnaval Rio.

“Aku akan pergi ke Rio,”

“Tidak ada yang menahanku. Sekalipun ada, aku tetap akan pergi,” (via planet football)

Apa yang dilakukan Edmundo pun membuat gelombang mengejutkan di kompetisi Italia, Hingga seorang jurnalis bernama Giorgio Tosatti menggambarkan situasi Edmundo dengan kalimat,

“Tindakan paling egois yang pernah aku temui dalam kurun waktu 40 tahun terakhir,”

Akan tetapi, seperti yang kita tahu, Edmundo sama sekali tidak peduli.

Seminggu setelahnya, Edmundo kembali ke Italia dan berhadapan dengan Trapattoni. Sang pelatih pun menyebutnya sebagai pemain hebat namun tidak disiplin. Edmundo tetap diberi kesempatan, akan tetapi, meski dia memberikan dampak yang cukup signifikan untuk Fiorentina. Klub berjuluk La Viola melepasnya pada akhir musim dan mengembalikannya ke Brasil.

Sempat kembali ke Italia bersama Napoli, Edmundo langsung pergi dan menjelajah ke banyak klub, termasuk Urawa Reds yang berkompetisi di Liga Jepang pada tahun 2003. Tampaknya, dia memang merasa tidak benar-benar cocok dengan kompetisi Italia.

Pada tahun 2008, Edmundo memutuskan pensiun dari dunia sepakbola. Dia menempatkan Vasco de Gama sebagai klub terakhir yang dibelanya. Dia merasa umurnya sudah tua, dan menganggap bahwa masa itu merupakan waktu yang tepat untuk mulai beristirahat.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=YjTWHsCCDDg[/embedyt]

 

Sumber referensi: punditfeed, indosport, bola okezone, planet football

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru